Surat Pastoral untuk Tahun Iman

Surat Pastoral dari Bapa Prelat Opus Dei tentang Tahun Iman. Para anggota Opus Dei diajak untuk mengambil peranan aktif dalam evangelisasi baru yang dianjurkan oleh Bapa Paus Benediktus XVI.

Surat Gembala untuk "Tahun Iman"

Uskup Javier Echevarria, Prelat Opus Dei Roma, 29 September 2012 Terjemahan Sementara ----------------------------------

Daftar Isi

DIBUTUHKAN KARYA EVANGELISASI BARU

KEMBALI KE AKAR INJIL

Teladan Umat Kristiani Perdana Ini adalah soal Iman! Dukungan yang kuat

AREA PRIORITAS

Penelitian dan Pendidikan Harmoni antara iman dan akal budi Moralitas masyarakat luas Keluarga

PENGETAHUAN DAN PENGAKUAN IMAN

Teladan Iman Teladan St. Josemaria Memohon Keutamaan iman dan tumbuh dalam iman

PEMBINAAN DOKTRIN

Pembinaan dalam Ajaran Gereja Menyelami ajaran iman

PERSEKUTUAN DENGAN KRISTUS MELALUI DOA DAN PENGURBANAN

Persekutuan dengan Kristus di kayu Salib Masuk dalam luka-luka Kristus Berdoa kepada Roh Kudus Senjata doa Garam matiraga

TUGAS APOSTOLIK

Semua di tempat masing-masing Seperti ragi dalam adonan Ke tempat yang dalam! Menggunakan semua sarana

PENUTUP

Kesalehan Ekaristi Veni, Sancte Spiritus! Devosi kepada Bunda Maria

-----------------------------------------

Putra-putriku yang terkasih: semoga Yesus menjaga kalian semua !

1. Sungguh besar sukacita kita dalam menerima Surat Apostolik Porta Fidei, dengan

mana Bapa Paus mencanangkan Tahun Iman. Dengan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pria dan wanita dari abad kedua puluh satu, Paus Benediktus XVI dengan tidak mengenal lelah terus menyajikan isi pokok dari Injil. Maka, dalam rangka perayaan ulang tahun kelimapuluh dari pembukaan Konsili Vatikan II, pada tanggal 11 Oktober 2011 beliau mencanangkan Tahun Iman,  yang dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012 dan diakhiri pada Hari Perayaan Agung Yesus Kristus, Raja Alam Semesta, pada 24 November 2013. Hari dimulainya Tahun Iman ini juga merupakan hari peringatan tahun keduapuluh dari Konstitusi Apostolik Fidei  Depósitum . Melalui dokumen ini Beato Yohanes Paulus II mengamanatkan penerbitan Katekismus Gereja Katolik, buku yang luar biasa nilainya untuk pembinaan pribadi dan untuk karya katekese, yang harus dilaksanakan terus menerus di semua lingkungan.

Oleh karena itu, Tahun Iman adalah suatu undangan bagi semua putra-putri Gereja untuk merenungkan iman dengan penuh semangat supaya kita dapat mengenalnya dengan lebih baik dan menerapkannya dengan setia.  Dan juga merupakan sebuah panggilan untuk berusaha dengan sekuat tenaga untuk mewartakan iman, membawa isi yang terkandung didalamnya, melalui kesaksian hidup dan kata-kata, kepada begitu banyak orang yang belum mengenal Kristus atau belum berada dekat dengan-Nya.

Bapa Suci merasa sedih karena sejumlah besar umat Kristiani –termasuk mereka yang menganggap diri orang Katolik- lebih menaruh perhatian kepada konsekuensi-konsekuensi sosial, budaya dan politis dari komitmen mereka, dengan tetap berpandangan tentang iman sebagai sebuah anggapan yang dengan sendirinya membuktikan dirinya di dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam kenyataannya, anggapan ini bukan saja tidak bisa diandaikan terjadi dengan sendirinya, tetapi hal tersebut sering secara terang-terangan diingkari . Sementara di masa lampau sangat mungkin orang dapat mengenal suatu matriks unit kemasyarakatan, yang secara luas diterima sebagai daya tarik terhadap isi iman dan nilai-nilai yang diinspirasikan olehnya, di masa sekarang ini hal ini nampaknya tidak lagi menjadi kasus di dalam lingkupan luas masyarakat, karena adanya krisis iman yang mendalam yang telah mempengaruhi banyak orang . [1]

2. Pertimbangan-pertimbangan ini bukanlah hal yang baru. Walaupun tampaknya ini adalah sebuah paradoks pada saat berakhirnya Konsili Vatikan II, namun waktu itu orang sudah dapat melihat bahaya di banyak sektor dalam Gereja bahwa antusiasme yang dibangkitkan sesudah Konsili itu akan berakhir pada kata-kata saja dan tidak akan membawa pengaruh yang dalam bagi kehidupan umat beriman. Atau, dengan adanya interpretasi dan penerapan yang keliru dari ajaran-ajaran Konsili, alih-alih mengangkat dunia ke jenjang adikodrati, semangat Kristiani yang sejati malah terlebur dengan semangat duniawi. Kami yang menjalani masa-masa itu masih ingat betapa sedih hati Paus Paulus VI (saat Konsili berakhir) dan sering mengungkapkan keluhan atas krisis iman, discipline, liturgi dan krisis ketaatan yang besar di beberapa sektor dalam Gereja. St Josemaria menggemakan kekhawatiran Bapa Suci itu, dan dalam surat yang ditujukan kepada putra-putrinya yang dia tulis beberapa waktu sebelum Konsili Vatikan II diakhiri, ia mengatakan: Kalian tahu bagaimana saya dengan penuh cinta kasih mengikuti kegiatan Konsili pada tahun-tahun ini, berpartisipasi dengan doa dan, lebih dari sekali, juga melalui pekerjaan saya. Kalian juga tahu keinginan saya untuk setia dan agar kalian tetap setia kepada keputusan-keputusan hirarki Gereja bahkan sampai hal-hal yang terkecil, bukan sebagai seorang yang berada di bawah otoritas, melainkan dengan kesalehan seorang anak, dan dengan kasih sayang seorang yang merasa dirinya adalah anggota Tubuh Kristus, dan memang sesungguhnya adalah anggota Tubuh Kristus. Saya juga tidak menyembunyikan kesedihan hati saya atas perilaku mereka yang tidak memandang Konsili sebagai suatu yang agung dalam kehidupan Gereja dan sebagai manifestasi karya adikodrati dari Roh Kudus, tetapi meggunakannya sebagai suatu kesempatan untuk menonjolkan diri, mengumbar pendapat-pendapat mereka sendiri dan, lebih- lebih lagi, membawa kerugian kepada Gereja. Konsili ini akan segera berakhir; berulang kali telah diumumkan bahwa ini adalah sesi yang terakhir. Bila surat yang sekarang saya tulis ini sampai di tangan kalian, periode pasca-konsili sudah akan dimulai, dan bergetar hati saya jika saya memikirkan bahwa mungkin masa ini akan menyebabkan luka baru pada tubuh Gereja. Tahun-tahun sesudah suatu Konsili selalu adalah tahun-tahun penting, yang memerlukan kepatuhan dalam menerapkan keputusan yang telah dibuat, dan juga keteguhan iman, semangat supranatural, cinta pada Tuhan dan pada Gereja Allah, serta kesetiaan kepada Bapa Paus [2] .

Tidak ada sedikit pun nada pesimisme, ketika St Josemaria berbicara seperti itu. Malah sebaliknya ia mengungkapkan dengan jelas bahwa, pada waktu itu dan selalu, yang dibutuhkan adalah pria dan wanita yang beriman teguh.

3. Walaupun telah banyak yang diusahakan oleh Magisterium (Kuasa Mengajar) dalam setengah abad terakhir ini dan banyak kesaksian tentang kesetiaan, termasuk kesaksian para santo/santa, namun kekacauan telah menyebar ke seluruh dunia. Bapa Paus menulis: Kita tidak dapat menerima bahwa garam menjadi tawar atau pelita ditaruh di bawah gantang (lih. Mat 5:13-16). Orang-orang zaman sekarang pun mengalami kebutuhan pergi ke sumur, seperti wanita Samaria, untuk mendengar Yesus, yang mengundang kita untuk percaya kepada-Nya serta menimba dari sumber air hidup yang memancar keluar dari dalam diri-Nya (lih. Yoh 4:14). Kita harus menemukan kembali rasa nikmat kita dalam menyantap sabda Allah, yang dengan setia telah diwartakan oleh Gereja, dan [kita menyantap] roti hidup yang telah diserahkan bagi kehidupan para murid-Nya (lih. Yoh 6:51). Sungguh, pada zaman inipun ajaran Yesus masih tetap bergema dengan daya yang sama: “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh 6:27).  Sama dengan pertanyaan yang ditanyakan oleh para pendengar-Nya dahulu, kita juga bertanya sekarang: “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” (Yoh 6:28). Kita tahu apa jawaban Yesus:”Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah” (Yoh 6:29). Oleh karena itu, percaya kepada Yesus Kristus adalah jalan yang pasti untuk mencapai keselamatan. [3]

4. Tahun Iman adalah suatu kesempatan yang luar biasa bagi kita untuk menggali lebih mendalam harta ilahi yang telah kita terima dan dengan rahmat Allah, mewartakan iman di lingkaran konsentris yang setiap saat menjangkau lebih jauh. Ini memberi kita kesempatan yang tiada bandingnya untuk memberi dorongan yang kuat pada karya evangelisasi baru yang diperlukan di dunia, dimulai dengan upaya sehari-hari yang diwujudkan dalam perbuatan, untuk berkembang dalam persahabatan dengan tiga Pribadi dari Tritunggal Mahakudus. Untuk itu kita dapat memperoleh kekuatan dari iman Bunda Maria dan Santo Yusuf. St Josemaria sering merenungkan dan mengagumi iman Bunda Maria dan St Yusuf agar dapat berkembang dalam mengidentifikasikan dirinya dengan Kristus dengan Kehendak Allah. Jika kita ingin mendorong jiwa-jiwa untuk lebih dekat dengan Tuhan, kita harus berbicara dengan mereka, dan terutama melalui kesaksian hidup Kristiani.

Kita tahu bahwa Bapa kita selalu melihat teladan para Rasul dan umat Kristiani perdana.

Dalam kehidupan kedua belas para Rasul dan komunitas Kristiani pertama (pria dan wanita yang mengikuti Kristus) keteguhan iman akan Kristus dan ajaran-ajaran-Nya memancarkan cahaya ke sekeliling mereka. Mereka mempelajari dan merenungkan setiap aspek dari kehidupan Sang Penebus di atas bumi. Tidaklah berlebihan menyatakan bahwa mereka menyimpan kenangan yang hidup akan Kristus, Dia yang mengundang orang sakit, lumpuh, dan para pengikut-Nya untuk datang kepada-Nya dengan penuh iman, untuk berdoa atau memanjatkan permohonan dengan iman. Dan mereka pasti juga mengukir dalam hati mereka teguran keras Kristus atas kekurangan iman mereka, tepat sebelum mempercayakan pada mereka misi untuk mewartakan Kabar Baik ke seluruh dunia (cf. Mk 16: 14-15).

Umat Kristiani perdana sangat menyadari bahwa mereka juga (seperti terbukti dari banyak kesaksian yang mereka tinggalkan bagi kita) harus percaya dengan teguh akan rahmat Surgawi untuk dapat memenuhi perintah mewartakan ajaran Sang Guru.

Kedua belas para Rasul, dan para saudara- saudari kita, umat Kristiani perdana, tahu bahwa keutamaan iman yang dituntut dengan sangat oleh Putra Allah, akan membuka jalan pengharapan bahwa rencana penebusan Allah akan menjadi kenyataan. Sekaligus, kasih dan syukur mereka kepada Allah Tritunggal semakin lama semakin kuat dan semakin apostolik, dan mampu membawa orang dari semua lingkungan dan pekerjaan menuju ke Kebenaran.

5. Putra-putriku, sekarang hal yang sama pun akan terjadi karena, kata St Josemaria, sarananya juga sama: yakni Kitab Injil- yang diterapkan dalam praktik!-dan Salib.

Mari kita gunakan setiap kesempatan untuk mewartakan kepada semua orang bahwa tugas menemukan kembali sukacita dan kepastian iman adalah kewajiban Gereja universal, kewajiban seluruh Gereja. Ini tidak hanya tugas para pastor, tetapi juga tugas semua umat beriman. Tentu saja, para gembala harus memandu dengan teladan dan anjuran, seperti yang dikatakan Sri Paus dalam motu proprio yang dikeluarkan untuk mengumumkan tahun istimewa dalam Gereja ini . Tetapi beliau juga mengundang semua umat untuk turut memikul tanggung jawab membawa harta Sabda Kristus kepada sesama.

Kongregasi untuk Ajaran Iman, dalam sebuah catatan tertanggal 6 Januari 2012, menyarankan para Uskup untuk mendedikasikan sepucuk surat gembala tentang topik ini, dengan mempertimbangkan situasi spesifik dari umat beriman yang dipercayakan kepada mereka. [4] . Dari sebab itu saya menulis surat gembala ini dengan tujuan untuk mendorong kalian semua dan bersama dengan orang-orang lain juga, untuk mengagumi keindahan iman yang kita terima dari Tuhan, dan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta mewartakannya tanpa gentar akan apa yang dikatakan orang lain.

Seperti yang dinyatakan dalam dokumen tersebut, "para santo dan beato adalah saksi iman yang otentik [5] .  " Oleh karena itu, dokumen tersebut juga merekomendasikan para gembala Gereja untuk berusaha agar kehidupan dan ajaran santo-santo dapat dikenal para umat. Maka, sudah sewajarnya bahwa dalam surat ini saja sering mengambil inspirasi dari ajaran lisan dan tertulis dari St Josemaria, Pendiri Opus Dei yang tercinta, seorang santo yang buah karya kerasulannya telah menunjukkan kepada kita betapa besar kepercayaannya pada Tuhan.

DIBUTUHKAN KARYA EVANGELISASI BARU

.

6. Manusia masa dahulu, sekarang dan di masa depan, selalu lapar akan sabda dan pengetahuan tentang Allah, meskipun banyak orang yang tidak menyadari kebutuhan jiwa yang mendalam ini. Dan kita, yang telah menerima karunia iman dari Allah, memiliki tugas untuk dengan sungguh-sungguh menyadarkan dan membangkitkan orang-orang yang terbenam dalam kelesuan dan kelemahan jiwa. Tahun Iman diresmikan dalam rangka Sinode Para Uskup dan didedikasikan pada Karya Evangelisasi baru. Ini adalah dorongan baru pula bagi kita semua. Telah tiba saatnya untuk mempercepat langkah kita, seperti pelari yang telah mendekati garis finish di dalam suatu perlombaan.

Saya ingat dengan jelas bagaimana venerabilis Hamba Allah Alvaro del Portillo mendorong kita untuk berpartisipasi secara pribadi dalam karya evangelisasi baru ini. Pada hari Natal 1985, beliau menulis surat gembala yang berisi saran-saran bagaimana kita dapat membantu dengan lebih intens proses re-Kristianisasi negara-negara di mana iman Kristiani telah melemah secara progresif. Beliau memperingatkan kita akan "paganisme baru" dari negara-negara maju dalam bidang ekonomi, yang ditandai, (juga terjadi sekarang) "oleh upaya untuk memperoleh kesejahteraan materi dengan cara apapun, dan oleh penolakan -bahkan pelarian- , dari apa pun yang dapat membawa penderitaan. " [6]

Tugas kerasulan yang besar ini bahkan menjadi semakin besar dengan adanya kebutuhan untuk membantu bangsa-bangsa dan negara-negara Eropa tengah dan timur, yang selama puluhan tahun berada dibawah kekuasaan materialisme Komunis, dan yang dengan penderitaan yang amat panjang dan tak bersuara telah menopang kebebasan yang kita miliki.

Setiap hari kita harus membarui hasrat kita untuk menempatkan Kristus di puncak dan di pusat realitas-realitas manusiawi. Untuk  itu, kita perlu mengembangkan percakapan pribadi kita dengan Tuhan dan pelayanan kepada sesama, memberi kontribusi walaupun hanya dengan butir-butir pasir -penyerahan diri yang total setiap hari- pada karya pembangunan dunia yang diperbarui oleh kasih karunia dan garam Injil, yang dipercayakan oleh Tuhan kepada murid-murid-Nya. Dan, jika suatu waktu rasa pesimisme meresap dalam jiwa kita, karena kita tidak dengan segera dapat melihat buah hasil dari upaya kita, kita harus membuang jauh keputusasaan, karena bukan kita (manusia yang tak berarti, dan penuh cacat) yang mampu membuat rencana ilahi bergerak maju. Ayat-ayat Kitab Suci, dengan banyak kiasan, mengkonfirmasikan bahwa inter medium móntium pertransíbunt aquae (Ps 103/104: 10)-air akan mengalir diantara gunung-gunung. Kepastian ini akan mengatasi rasa kekecewaan, juga pada saat-saat menghadapi hambatan yang seolah-olah setinggi gunung. Dan inilah jalan yang benar untuk mencapai Surga, dengan jaminan bahwa air ilahi akan menghapus semua keterbatasan kita serta menarik manfaat dari itu untuk membawa kita kepada Allah.

7. Saya teringat akan beberapa kata St Josemaria, yang ditulis sebelum beliau berangkat ke Surga. Ketika ia menyaksikan adanya krisis iman, krisis kebajikan dan nilai-nilai moral di banyak lingkungan pada waktu itu (tahun 1973), ia menulis dengan pandangan adikodrati dan dengan semangat apostolik: Pada masa krisis yang besar dalam sejarah Gereja, tidak banyak jumlah umat yang tetap setia dan melawan kekuatan jahat dengan teguh, dan yang memiliki persiapan spiritual dan doktrin yang sesuai dengan kemampuan intelektual,. Namun, jumlah kecil ini mampu, sekali lagi, menerangi Gereja dan dunia dengan cahayanya [7] . Kita harus mengerahkan seluruh tenaga untuk membantu para pria dan wanita untuk menyambut karunia rahmat, dan untuk menemukan naungan dan kekuatan di tempat perlindungan ini.

Karya evangelisasi baru sangat penting, terutama di Eropa dan di negara-negara berkembang. Dalam anjuran apostolik Ecclesia in Europa, Beato Yohanes Paulus II menggambarkan situasi keagamaan dalam masyarakat di "benua tua." Meskipun dokumen ini adalah ringkasan dari kesimpulan dari Majelis Istimewa Sinode Para Uskup untuk Eropa, kata-katanya dapat diterapkan pada tempat-tempat lain juga. Karena, walaupun dua puluh abad telah berlalu, di negara-negara dengan tradisi Kristiani yang panjang, "jumlah orang yang belum dibaptis meningkat, baik karena kehadiran yang signifikan dari imigran yang beragama lain maupun karena anak-anak yang lahir dalam keluarga Kristiani tidak menerima Baptisan. " [8] Bapa Paus menyimpulkan bahwa "Sekarang Eropa adalah salah satu tempat tradisional Kristiani, yang tidak saja membutuhkan evangelisasi baru, tetapi dalam beberapa hal juga memerlukan evangelisasi pertama." [9] Karya evangelisasi pertama dan evangelisasi baru, dua bentuk pewartaan Injil yang perlu kita laksanakan sekarang karena situasi dalam Gereja dan dunia.

8. Dalam buku Jalan , poin 848, St Josemaria meminta umat Kristiani untuk menjadi seorang misionaris-dengan pengutusan( misi)- tanpa menyebut dirimu seorang misionaris. Kenyataan ini berdasarkan pada kodrat dan penetapan semua misi Kristiani : Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yoh 20:21). Pengutusan pertama ini memberi bentuk pada aneka ragam misi Kristus dalam kehidupan Gereja sepanjang sejarah: dari misi untuk merawat kehidupan iman umat Katolik (karya pastoral, persaudaraan), ke pewartaan Kristus sebagai Juruselamat kepada orang-orang yang tak beriman (pewartaan pertama, evangelisasi pertama); dari hubungan persaudaraan dengan umat non-Katolik, orang Kristen untuk mendorong  persekutuan penuh (ekumenisme), ke pewartaan baru akan Kristus dan ajaran-Nya kepada umat yang sudah dibaptis tetapi telah meninggalkan dan menolak ajaran-Nya (evangelisasi baru).  Para anggota Opus Dei, melalui kehidupan sekulir, kita dipanggil untuk mengambil bagian dalam berbagai segi dari satu-satunya ‘misi’ Gereja.

St Josemaria sering mengatakan: Kita adalah misionaris, dengan suatu misi, tanpa menyebut diri kita misionaris. Sebagai misionaris, di jalan-jalan beraspal di Roma, New York, Paris, Meksiko, Tokyo, Buenos Aires, Lisbon atau Madrid, Dublin atau Sydney, seperti juga di tengah benua Afrika [10] Kebutuhan untuk meneruskan pewartaan iman pertama tidak

hanya berlaku untuk negara-negara yang dikenal sebagai "daerah misi," tetapi sangat disayangkan,  juga untuk seluruh dunia. Dan kita harus mengabdikan diri untuk tugas yang besar ini.

Tetapi, tugas ini tidak hanya suatu teori yang indah. Kita masing-masing harus merenungkan: apakah kontribusi saya? Dan bahkan sebelum pertanyaan ini, kita harus mempertimbangkan apa pengaruh iman atas perbuatan kita. Dan, apakah kita bersyukur kepada Tuhan setiap hari untuk karunia iman serta apakah kita berusaha untuk menyampaikan harta karunia yang besar ini kepada orang lain. Mari kita memanjatkan doa kepada Tuhan untuk memohon: audage nobis fidem “tingkatkanlah iman kami “ (Luk 17:5) supaya aku dapat menyucikan diriku dalam pekerjaan dan menyucikan orang lain, serta memberi makna Kristiani pada persahabatanku. Mengingat pepatah "teladan adalah pengkhotbah terbaik," mari kita mengikuti jejak Kristus, yang coepit fácere et docére (lihat Kisah Para Rasul 1:1), Dia mulai dengan bekerja dan mengajar.

Mari kita meyakinkan diri bahwa, di mana-mana " dibutuhkan pewartaan baru, bahkan kepada orang-orang yang sudah dibaptis. Sekarang banyak umat(...) yang berpikir bahwa mereka tahu apa itu Kristianitas, tetapi sebenarnya mereka tidak tahu sama sekali. Seringkali mereka bahkan kurang pengetahuan akan elemen-elemen dan konsep yang paling dasar tentang iman. " [11] Kita harus menghadapi tantangan ini dengan hidup kita dan dengan pengetahuan doktrin kita. Tanpa pesimisme, marilah kita renungkan bahwa misi kerasulan yang Tuhan minta dari umat Kristiani (yang menyadari bahwa kita adalah putra-putra Allah), memiliki nuansa yang berbeda pada masa kini, tergantung pada lingkungan dan tempat, dan pada orang-orang yang berhubungan dengan kita. Apapun situasinya, kita harus berusaha untuk membawa orang-orang pada hubungan pribadi dengan Kristus, membantu mereka untuk mengenal, atau mengenal kembali, wajah Sang Penebus untuk mengikuti-Nya, juga jika kita harus melawan arus.

9. Betapa besar tugas yang harus kita laksanakan! Dengan kerendahan hati, dengan hasrat untuk mencapai kekudusan, kita harus mempengaruhi orang-orang terutama dengan teladan hidup kita. Hendaknya kita menyadari bahwa upaya kita untuk menghayati hidup Kristiani yang integral adalah bagian dari terang yang Tuhan ingin nyalakan di dunia, kendati kekurangan-kekurangan pribadi kita. Dan janganlah kita takut bentrok dengan lingkungan mengenai pokok-pokok yang tidak sesuai dengan iman Katolik, juga apabila hal ini akan mengakibatkan kerugian materi atau dalam kehidupan sosial. Yakinlah, dan kuatkan keyakinan orang lain juga, bahwa kita umat Kristiani harus melawan arus. Jangan biarkan dirimu diperdaya. Camkanlah baik-baik: Yesus melawan arus, Petrus dan para murid pertama harus melawan arus, dan begitu juga semua dari sepanjang masa, yang ingin menjadi murid Sang Guru yang setia. Jelaslah, bukan ajaran Yesus yang harus menyesuaikan dengan zaman, melainkan zamanlah yang harus terbuka pada Terang Sang Juruselamat . [12]

Maka, dengan mengarahkan pandangan kita kepada Sang Penebus, mari kita memohon agar Dia memberi kita damai-Nya dan kemampuan untuk mengampuni dan mengasihi orang yang menyebar kesalahpahaman. Dengan tekad bulat mari kita berdoa bagi mereka yang bertekad membelenggu Gereja, hirarki, dan umat Katolik. Sadar akan kelemahan diri kita, mari kita berusaha bekerja keras untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Dan sebagai konsekuensi dari persekutuan kita dengan Allah, mari kita mengasihi orang-orang yang berusaha untuk menganiaya agama atau mengurungnya di sakristi, atau membatasinya dalam lingkup ruang kehidupan pribadi saja.

Lagipula, jika kita tidak membiarkan rasa sungkan menghambat semangat kerasulan kita, kita juga tidak akan terkekang oleh kekurangan-kekurangan pribadi kita atau oleh kekurangan sarana, sebab kita tidak mengandalkan kekuatan kita sendiri, tetapi selalu mengandalkan rahmat Surgawi: omnia possum in eo qui me confórtat- Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. (Filipi 4:13).  Pendiri Opus Dei berkata: Kita semua bersatu dalam doa: inilah (...) sumber sukacita, damai dan ketenangan kita, dan oleh karena itu sumber dari efektivitas supranatural kita [13] Dan di lain kesempatan ia menambahkan: Apa nasihat saya untuk kalian? Lakukan apa yang selalu dilakukan umat Kristiani yang benar-benar berupaya mengikuti Kristus, dan gunakan sarana yang sama dengan sarana orang-orang  yang dulu  merasa terdorong untuk mengikuti Yesus: hubungan dekat dengan Tuhan dalam Ekaristi, menghadap kepada Santa Perawan Maria seperti anak kecil, kerendahan hati, pengendalian diri, matiraga panca indera (...) dan silih. [14] Kita membutuhkan iman yang kuat dan teguh yang didasarkan pada Kekuasaan Tuhan yang Mahakuasa. Sulit menggambarkan optimisme total dan keteguhan St Josemaria; salah satu dari banyak teks dari mana ia mengambil kekuatan adalah ayat mazmur: In lumine tuo vidébimus lumen (Ps 35/36: 10), dalam terangmu, kami akan melihat terang, karena dengan Tuhan, lenyaplah segala kegelapan.

KEMBALI KE AKAR INJIL

10. Seringkali di masa lampau, Eropa mengalami periode transformasi yang sulit dan masa krisis, tetapi "Eropa selalu dapat mengatasinya, dan menghirup nafas baru dari sumber vital yang tiada habisnya dalam Injil. " [15] Kata-kata Beato Yohanes Paulus II, yang diucapkan pada tahun 1995, menkonfirmasikan jalan yang harus kita ikuti. Tidak ada cara lain: kita harus kembali ke akar iman kita untuk memperoleh kekuatan yang memberi kita hidup (inilah sebab adanya pembinaan doktrin dalam Opus Dei), dan kemudian untuk membawa orang-orang lain, pria dan wanita, untuk menjalin hubungan dengan Kristus.

St Josemaria mengatakan bahwa menghayati iman juga berarti mewartakannya kepada orang lain. Untuk itu kita harus mendampingi mereka dalam perjalanan hidup. Dan dalam perjalanan kita harus mendengarkan apa kesulitan-kesulitan yang mereka miliki tentang pesan Kristiani, dan menunjukkan bahwa kita dapat memahami, sehingga mereka merasa dimengerti, diberi penerangan dan orientasi dalam percakapan dengan kita. Maka, dalam perjalanan mendampingi sesama, kita me-komunikasikan Injil, Firman Allah yang hidup, dengan hangat dan penuh kasih sayang. Dan kita pun dapat menunjukkan pada mereka semangat Kristiani yang menakjubkan, yang  mengharmonisasikan akal budi dengan iman, yang mampu memberi jawaban atas segala pertanyaan dan menenangkan keresahan hati manusia. Dengan demikian, kita juga membantu mereka untuk mendambakan sakramen-sakramen dan mempersiapkan diri untuk menerimanya.

Seringkali, rahmat ilahi harus mendirikan bangunan supranatural dalam jiwa-jiwa mulai dari pondasinya. Apabila kita melihat hasrat generasi baru (dan tidak hanya generasi baru) untuk berbuat baik dan bekerja dalam solidaritas dengan orang lain, mari kita memanfaatkan kesempatan itu supaya mereka dapat menemukan Sang Juruselamat. Kita harus memperkenalkan ajaran-ajaran Kristus kepada mereka dengan karunia lidah, dan meletakkan batu pondasi -sedikit demi sedikit, bergerak maju mendaki lereng- sampai mereka membangun kehidupan Kristiani yang teguh.

Teladan Umat Kristiani Perdana

11. Saya ingin menekankan sekali lagi bahwa kita harus sering mengarahkan pandangan kita ke kehidupan Para Rasul dan saudara-saudara kita pertama dalam iman. Jumlah mereka tidak besar. Dari segi manusiawi mereka tidak mempunyai sarana apapun, dan diantara mereka tidak  ditemukan (pada mulanya) para cendekiawan atau orang-orang yang berpangkat tinggi. Mereka melaksanakan aktivitas dalam lingkungan sosial penuh dengan indiferentisme, kurang nilai-nilai moral, yang dalam banyak hal mirip dengan situasi yang kita hadapi saat ini. Namun, mereka tidak terintimidasi. Mereka berbicara dengan siapa saja yang mereka jumpai, atau yang mereka cari, maupun dalam perjalanan. Tidak akan ada Gereja, jika Para Rasul tidak melaksanakan dialog adikodrati dengan semua jiwa. [16]

Orang-orang, pria dan wanita sezaman mereka, mengalami transformasi yang mendalam ketika mereka tersentuh oleh kasih karunia ilahi. Mereka tidak hanya bergabung dengan agama baru yang lebih sempurna daripada agama yang mereka kenal sebelumnya, tetapi, melalui iman, mereka berjumpa dengan Pribadi Kristus dan jatuh cinta pada-Nya, pada Allah-Manusia yang telah mengorbankan diri bagi mereka dan telah bangkit dari antara orang mati untuk membuka gerbang Surgawi bagi mereka. Peristiwa yang belum pernah terjadi ini meresap dalam

jiwa orang-orang Kristiani perdana dengan kekuatan yang sangat besar, dan memberi mereka kemampuan untuk menanggung segala macam percobaan. "Tidak ada orang yang percaya pada Socrates sampai bersedia mati demi ajarannya",  kata St Justinus di pertengahan abad kedua. "Tapi, demi Kristus, para buruh dan orang tak terpelajar pun tidak hanya melecehkan pendapat duniawi, mereka bahkan tidak takut mati. " [17]

Dalam dunia yang mendambakan keselamatan, tanpa mengetahui di mana menemukannya, ajaran Kristiani memancarkan cahaya bagai lampu yang menyala di tengah kegelapan. Melalui perilaku mereka, umat Kristiani perdana merupakan lampu keselamatan bagi sesama warga negara. Dan mereka menjadi utusan Kristus dengan cara yang sederhana dan wajar, tanpa pamer, menghayati iman yang konsekwen dengan perbuatan. "Kami tidak membicarakan hal-hal yang besar, tapi kami melakukannya, [18] " tulis salah satu dari umat Kristiani perdana. Dan, mereka berhasil membawa perubahan pada dunia yang tak beriman.

Dalam surat apostolik yang ditujukan kepada seluruh Gereja dalam persiapan untuk Tahun Yubelium Besar tahun 2000, Beato Yohanes Paulus II menulis bahwa "dalam Kristus agama bukan lagi 'pencarian buta akan Tuhan' (bdk. Kisah 17:27), tetapi suatu respon iman kepada Allah yang telah mewahyukan Diri. Ini adalah respon manusia yang berbicara dengan Allah sebagai Pencipta dan sebagai Bapa. Seorang Manusia, yang adalah Sang Sabda sehakikat dengan Allah memungkinkan adanya respon ini. Di dalam Dia, Allah berbicara dengan setiap individu dan karena Dia setiap orang diberi kemampuan untuk merespon pada Tuhan [19]

Ini adalah soal iman!

12. Dalam kalimat ini saya menemukan suatu pertimbangan lain yang ingin saya sampaikan kepada kalian untuk tak henti-hentinya melaksanakan karya evangelisasi baru dalam masyarakat. Terutama kita membutuhkan iman dan pengharapan yang telah diasimilasi secara mendalam; ini berarti setiap saat kita harus memperkuat keyakinan yang mendalam - yang berasal dari hubungan kita dengan Tritunggal Mahakudus-  bahwa kita mampu mengubah arah dunia kita, dan mengarahkan semua kegiatan manusia demi kemuliaan Allah dan pertobatan jiwa-jiwa. Tentu saja hal ini membutuhkan perjuangan dan pengurbanan. Tetapi kita akan selalu bergerak maju in laetitia, dengan sukacita dan kepercayaan, karena kita menerima janji Allah sendiri: Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu . (Mzm 2:8).

Sungguh mengharukan melihat bagaimana para Rasul, tanpa sarana lain kecuali iman akan Kristus dan dengan harapan yang pasti dan penuh sukacita, melakukan perjalanan ke seluruh dunia yang dikenal pada masa itu dan mewartakan ajaran Kristiani di mana-mana. St Josemaria sangat gemar merayakan pesta peringatan mereka, dan peringatan para wanita kudus yang menyertai Yesus dalam perjalanan-Nya di atas bumi! Sosok para Rasul, Maria Magdalena, Lazarus, Martha dan Maria, saudari-saudari Lazarus, membuat hati St Josemaria tergerak. Dari setiap tokoh itu kita dapat belajar untuk mengimani Kristus dengan lebih teguh, sepenuh hati, dan mencintai-Nya dengan sepenuh hati seperti orang-orang yang mengenal-Nya.

Seperti kita, mereka juga memiliki kelemahan dan, meskipun jumlah mereka begitu sedikit dibandingkan dengan penduduk dunia yang dikenal pada waktu itu, mereka menyebarkan benih ilahi dengan teladan hidup sehari-hari dan dengan kata-kata yang menghibur hati.

Saya ingat betapa kuat St Josemaria meyakinkan kita, apabila ia berbicara tentang upaya apostolik dalam lingkungan yang sulit: Ini adalah soal iman! Ya, ini adalah soal iman! Iman (seperti Tuhan katakan dalam Injil), yang dapat memindahkan gunung (lihat Mat 17:20) dan

mengatasi kendala apapun; iman bagai aliran sungai yang membuka jalur ke laut dari

puncak gunung yang tinggi (lihat Mazmur 103/104: 10).Oleh karena itu saya bertanya pada kalian, dan bertanya pada diri sendiri: seteguh apakah iman kita bila tiba waktu yang tepat untuk merasul, dengan kesadaran bahwa setiap waktu adalah waktu yang tepat? Apakah kita benar-benar yakin atas tulisan St Yohanes bahwa inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita . (1 Yoh 5:4)? Apakah kita bertindak sesuai dengan kata-kata ini? Apakah kita menghadapi hambatan dengan semangat optimis, dengan semangat pemenang? Dan oleh karena itu, apakah kita mendukung setiap kegiatan kerasulan dengan doa dan pengurbanan? Apakah kita memberikan kesaksian iman kita, tanpa takut akan hambatan dalam lingkungan kita?

Mari kita lebih sering berseru kepada Tuhan "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (Mrk 9:24). St Josemaria sangat tersentuh oleh permohonan dari seorang ayah yang anaknya sakit itu. Kita pun tidak bisa merasa puas dengan cara kita berdoa untuk memohon kebajikan teologis. St Josemaria, sadar bahwa iman adalah karunia adikodrati yang dapat dicurahkan dan dikuatkan oleh Allah saja, berkata pada suatu kesempatan: setiap hari, bukan hanya sekali tapi berkali-kali,  (...) saya memohon kepada Tuhan apa yang diminta para Rasul  (...) adáuge nobis fidem! (Luk 17:5), tingkatkan iman kami . Dan saya tambahkan: Spem, caritátem; tingkatkan iman , harapan dan kasih kami [20] .

Dukungan yang kuat

13. Bapa Suci Benediktus XVI, dalam berbagai kesempatan, telah menunjukkan apa masalah-masalah zaman kita ini. Di begitu banyak tempat di dunia saat ini, orang telah melupakan Allah. Seolah-olah tanpa Tuhan semuanya sama saja. Namun, juga ada rasa frustrasi, rasa ketidakpuasan dengan semua orang dan dengan segala sesuatu. Maka orang-orang cenderung berseru: "Ini bukanlah arti hidup! Ya, memang bukan. Maka, bersama dengan adanya kelupaan akan Allah, timbullah sejenis letusan agama-agama baru. Saya tidak bermaksud mendiskreditkan manifestasi dari fenomena ini. Mungkin di dalamnya ada sukacita yang tulus. Tetapi sebenarnya, agama sering-sering menjadi seperti suatu produk konsumen. Orang memilih sendiri apa yang mereka sukai. Bahkan ada orang-orang yang menarik keuntungan darinya. Namun agama yang dicari dengan dasar "do-it-yourself" ini akhirnya tidak akan berguna. Mungkin agama ini memberi sedikit rasa nyaman, tetapi bila tiba masa krisis mereka merasa sendirian saja [21] . Bapa Paus menyimpulkan dengan mengundang kita: Bantulah orang-orang untuk menemukan bintang yang sejati yang menunjukkan jalan bagi kita: Yesus Kristus! [22]

Kendati relativisme dan suasana permisif menguasai banyak sektor dalam masyarakat, banyak orang yang haus akan yang abadi, mungkin karena mereka telah mencoba untuk memuaskan dahaga ini dengan yang hal-hal fana tanpa hasil. Betapa besar kebenaran kata-kata St Agustinus! "Kau buat kami mengarah kepada-Mu, ya Tuhan, dan hati kami tak kunjung tenang sampai tenang dalam Diri-Mu. " [23] Hanya Allah yang benar-benar dapat memenuhi hasrat jiwa manusia. Oleh karena itu, hendaknya kita menjadi pria dan wanita yang sungguh saleh, yang menggunakan berbagai bentuk doa  -solusi yang benar dari semua masalah- dengan keinginan tulus untuk berdoa lebih banyak dan lebih baik lagi. Mari kita pergi ke Misa dengan iman yang dalam, yakin bahwa dalam Misa Kudus, Kurban Kalvari dihadirkan secara sakramental, Kurban yang membawa keselamatan dan membangkitkan semangat kita untuk perjuangan sehari-hari menuju kekudusan.

14. Sungguh mengesankan melihat iman, kesalehan, dan kekhidmatan St Josemaria pada saat ia melakukan Konsekrasi Ekaristi dengan sepenuh jiwa dan raga, setiap hari dengan rasa syukur dan devosi yang baru.  St Josemaria selalu terharu oleh misteri transubstansiasi, oleh penyerahan diri Putra Allah kepada Allah Bapa, bersama dengan Roh Kudus demi jiwa-jiwa. Saya kira tidak berlebihan mengatakan bahwa, St Josemaria, karena menyadari pada saat itu dia adalah ipse Christus , maka dia mengambil kekuatan yang dibutuhkan (dari Misa Kudus) untuk aksi kerasulan yang beragam dan efektif. Imannya yang kuat juga terlihat dengan jelas, ketika ia mengucapkan kata-kata St Yohanes Pembaptis, sebelum memberi Komuni Kudus: Ecce Agnus Dei! St Josemaria menganjurkan semua umat Katolik, termasuk putra-putrinya serta para imam untuk mengidentifikasi diri kita dengan Kristus, karena Kristus sendirilah yang mengundang kita untuk itu. Dan dengan demikian kita akan menarik jiwa-jiwa kepada Kasih Allah. Membarui iman pada saat transubstansiasi , seperti yang dilakukan oleh Bapa kita, akan membantu kita untuk mengubah hidup kita setiap hari menjadi 'Misa Kudus'.

Kepastian, bahwa Allah mengandalkan upaya kita, harus dan dapat menjadi dukungan yang kuat untuk memperbarui semangat kerasulan kita setiap hari. Dan itu juga harus memacu kita untuk melayani orang-orang di sekitar kita dengan harapan dan optimisme adikodrati. Kita harus memiliki hasrat yang membara untuk membawa terang Kristus, semangat Kristus, penderitaan dan keselamatan Kristus kepada jiwa-jiwa: kepada rekan-rekan, kawan-kawan, kerabat, kenalan maupun orang-orang asing, apapun pendapat mereka tentang hal-hal duniawi, sehingga kita dapat merangkul mereka dengan semangat persaudaraan yang hangat. Dengan demikian kita menjadi batu rubi yang bersinar cemerlang, dan bukan hanya batu arang yang tak berharga. Kita akan berperan sebagai suara Allah, terang Allah, api Pentakosta! [24]

AREA-AREA PRIORITAS

15. Selalu dan di mana-mana, kerasulan yang kita laksanakan harus mengandung isi intelektual yang dalam. Kita harus "menyampaikan" gagasan-gagasan kebenaran guna mewartakan Kebenaran”. Inilah ringkasan dari tugas seluruh karya kerasulan kita. Kita harus mohon pada Tuhan  terus menerus, tanpa lelah, dengan rendah hati, dan dengan penuh kepercayaan, agar Dia membuka pikiran dan hati manusia terhadap terang-Nya. Banyak orang pada masa kini yang seperti orang Majus, mengatakan: kami telah melihat bintang-Nya di Timur, dan kami datang untuk menyembah Dia (Mat 2:2). Orang-orang akan mengatakan itu kepada kita jika kita yang mengimani Kristus mendekati semua orang dengan rasa persahabatan yang tulus, dijiwai dengan amal kasih dan pengertian, dengan hangat dan didukung oleh hidup yang saleh; dan juga dengan rasa terima kasih atas karya pelayanan orang-orang di begitu banyak bidang.

Para Majus sungguh sangat mengherankan , kata Benediktus XVI, karena mereka bersujud dihadapan seorang bayi sederhana dalam pelukan ibunya, tidak dalam sebuah istana tetapi dalam kemiskinan di kadang di Betlehem (lih. Mt 2: 11). Bagaimana mungkin? Apakah yang meyakinkan Para Majus bahwa Anak itu adalah "Raja orang Yahudi" dan Raja segala bangsa?  Sudah pasti mereka diyakinkan oleh tanda bintang yang mereka lihat "waktu terbit" dan yang telah berhenti tepat di atas tempat mereka menemukan Anak itu (bdk. Mt 2: 9). Namun bintang saja tidak akan cukup, kecuali bila para Majus juga orang yang dalam batin terbuka terhadap kebenaran. Mereka itu tidak seperti Raja Herodes, yang hanya memikirkan kekuasaan dan kekayaan. Para Majus dituntun menuju tujuan yang mereka cari, dan ketika mereka menemukannya, meskipun mereka adalah orang-orang berpendidikan, mereka bertindak seperti para gembala dari Bethlehem:  mereka mengenali tandanya, menyembah Anak itu, dan mempersembahkan hadiah yang berharga dan simbolik yang mereka bawa. [25]

Janganlah kita lupa bahwa Tuhan meminta semua orang untuk keluar menyambut-Nya, untuk menjadi orang-orang kudus. Dia tidak hanya memanggil Para Majus yang bijaksana dan berkuasa. Sebelumnya Tuhan telah mengirim, bukan hanya bintang, melainkan salah satu malaikat-Nya kepada para gembala di Betlehem (lih Lukas 2:9). Kaya atau miskin,berpendidikan atau tidak, kita semua harus memupuk dalam hati kita sikap rendah hati yang membuat kita mampu mendengar firman Allah. [26]

16. Ini bukanlah tugas hanya untuk orang-orang yang bekerja di bidang-bidang khusus. Kerasulan pribadi dari setiap orang Kristiani yang dilaksanakan dalam kondisi hidup biasa dan di tempat dia tinggal sangatlah efektif. Oleh karena itu, saya sarankan kita menyisihkan waktu untuk memeriksa hati nurani kita masing-masing mengenai usaha kita dalam membantu jiwa-jiwa untuk lebih dekat kepada Allah: doa apa, pengurbanan apa, berapa jam dari pekerjaan yang diselesaikan dengan baik telah kita persembahkan untuk itu, percakapan mana yang telah kita lakukan dengan sahabat, kerabat dan rekan-rekan, dengan bertemu muka atau lewat surat-surat. Mari kita sampaikan rasa prihatin suci ini kepada orang-orang di sekitar kita, karena kepercayaan pada  efektivitas ajaran-ajaran Kristus harus mendorong kita untuk melayani dan mengasihi saudara-saudari kita dengan lebih baik: kita tidak boleh tidak peduli pada siapa pun.

Kerasulan intelektual, seperti yang telah saya sebutkan, adalah tugas bagi semua orang. Tetapi tanpa melalaikan bidang-bidang di mana evangelisasi baru sangat diperlukan, masa kini prioritas harus diberikan terutama pada usaha untuk mempengaruhi bidang-bidang tertentu dengan ajaran Kristus. Misalnya kita harus mengingat mereka yang bekerja dalam badan pemerintahan, ilmuwan, peneliti, dan profesional dalam media massa, dll, tanpa melupakan bahwa semua pria dan wanita –kita semua- merasakan kebutuhan untuk mendengar suara Tuhan dan mengikutinya.

"Perjuangan bagi jiwa dunia kontemporer mencapai puncaknya di sana, di mana roh duniawi tampak terkuat, "tulis Beato Yohanes Paulus II. Dia melanjutkan dengan berbicara tentang platform kontemporer untuk menyebar kebenaran, "Areopagi” modern. Untuk masa kini

Areopagi adalah dunia ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan media, yakni dunia penulis dan

seniman, dunia di mana dibentuk grup elit intelektual. " [27]

Penelitian dan Pendidikan

17. Meskipun kita harus selalu bersikap terbuka terhadap semua orang, jelas bahwa sangat penting membantu orang-orang yang bekerja di bidang intelektual untuk mengenal Injil. Terutama, mereka yang bekerja di perguruan tinggi perlu mengingat sabda Tuhan yang ditujukan kepada semua orang, dan menerimanya sebagai kata-kata yang terutama ditujukan kepada mereka: vos estis lux mundi (Mat 5:14), kalian adalah terang dunia . Memang, pekerjaan profesional menempatkan mereka di garda depan karya evangelisasi baru. St Josemaria, yang memberi dorongan yang kuat (bahkan sebelum tahun 1928) pada kerasulan dengan kaum intelektual, mengatakan: misi universitas yang tertinggi adalah pelayanan kepada seluruh umat manusia, sebagai ragi dalam masyarakat. [28]

Kata-kata ini mengungkapkan dengan baik arah kerasulan bagi mereka yang bekerja di bidang ini: menjadi ragi, memberi terang dan kehangatan- terang dan kehangatan Injil- sehingga Kabar Baik Kristus akan mengilhami jiwa-jiwa dan tindakan-tindakan para sahabat, kolega dan mahasiswa mereka, dengan kesetiaan penuh pada Magisterium Gereja. Dengan demikian mereka akan memberi kontribusi pada karya evangelisasi kebudayaan. Poin dalam buku Jalan ini akan terus berlaku : Engkau  harus menanamkan cinta Allah dan semangat merasul kepada teman-temanmu agar mereka pada gilirannya akan mengobarkan api kepada orang lain dan teman-teman itu akan menyebarkan api cinta itu kepada rekan-rekan sekerja mereka. Betapa banyak kalori rohani yang kau perlukan! Dan betapa besarnya tanggung jawabmu bila engkau membiarkan dirimu menjadi dingin! Saya- tidak ingin membayangkan-betapa besar kejahatan yang akan timbul, jika seandaimya engkau memberikan contoh yang jelek! [29]

Hendaknya kita tidak pernah lupa akan tantangan yang penting ini untuk mendorong banyak orang dan lembaga di seluruh dunia -terdorong oleh contoh umat Kristiani perdana- untuk membangun suatu budaya baru, perundang-undangan baru, mode baru, yang sesuai dengan martabat manusia dan tujuan hidup kita, yaitu kemuliaan putra-putra Allah dalam Kristus Yesus

(lih. 2 Korintus 3:18). Meskipun kita semua harus berdoa dan melakukan segalanya menurut kemampuan kita dengan penuh kemurahan hati, namun para dosen dan peneliti memiliki tanggung jawab untuk berupaya dengan lebih tekun untuk menggunakan setiap kesempatan dalam profesi mereka. Dalam konteks ini, iman akan mendukung kita untuk bergerak maju ke arah kebenaran dan melakukan segalanya dalam upaya untuk membawa kebenaran ke semua lingkungan serta dalam membantu semua orang di sekitar kita untuk menerima dan tumbuh dalam kebenaran.

18. Penelitian memainkan peran penting dalam pekerjaan seorang dosen dan para intelektual lainnya. Dalam pekerjaan itu, seorang Kristiani yang bertekad untuk mencari dan menyebarkan kebenaran, dan terdorong oleh hasrat yang luhur untuk membantu mengatasi fragmentasi dan relativisme dalam membangun pengetahuan manusia, akan selalu menemukan peluang untuk melaksanakan kerasulan doktrin yang mendalam. Tidak ada topik penelitian, tidak ada bidang pengajaran yang begitu luas, yang "netral" terhadap iman. Semua kegiatan kita, bahkan kuliah tentang ilmu kimia - sebagai suatu contoh yang grafis-dapat membantu atau tidak membantu karya pewartaan kerajaan Kristus. Obyektivitas sebagai persyaratan sains memang seharusnya menolak semua netralitas ideologis, semua ambiguitas, semua bentuk konformisme, semua sikap penakut: cinta pada kebenaran akan melibatkan seluruh hidup dan karya seorang ilmuwan [30] .  Apabila para dosen dan peneliti tergerak terutama oleh hasrat untuk memuliakanTuhan dan melayani jiwa-jiwa, maka hidup Kristiani mereka yang konsekwen, teladan dan kesediaan terhadap para mahasiswa dan rekan, fokus mulia dalam pekerjaan mereka, usaha untuk mendidik para mahasiswa dan menyampaikan pengetahuan mereka, niscaya akan membantu semua yang mendengarkan kata-kata mereka atau menerima pengaruh dari pekerjaan mereka untuk menemukan atau melihat ciri-ciri Pengikut Kristus.

Selain itu, pekerjaan mereka juga memberi fasilitas untuk berhubungan kerja dengan peneliti tingkat tinggi di negara mereka sendiri atau dari negara lain. Hal ini memberi mereka kesempatan untuk menjalin persahabatan yang tulus, yang merupakan lingkup alami untuk kerasulan pribadi, dan yang memberi kemungkinan untuk membantu rekan-rekan peneliti, setidak-tidaknya untuk menghormati prinsip-prinsip dasar etis.

Para umat Katolik yang bertanggung jawab, yang terlibat di bidang-bidang penting untuk evangelisasi baru tersebut, harus bertanya pada diri sendiri bagaimana mereka juga bisa mencapai, sejauh mungkin, media massa dan forum opini publik, untuk menyampaikan ajaran doktrin yang baik dan teguh di bidang spesialisasi mereka sendiri: dengan menulis di media massa, mengambil bagian dalam program radio dan televisi atau melalui internet, berpartisipasi dalam kegiatan budaya dan menyumbangkan pendapat ilmiah tentang suatu topik dalam debat publik, dll. Dan, umat Katolik yang mengelola pers atau usaha penerbitan, atau yang bekerja secara profesional di media massa, harus berusaha untuk memastikan dengan sungguh-sungguh dan dengan teguh bahwa publikasi atau siaran-siaran mereka menyajikan program yang mengandung nilai moral yang baik dan benar.

Saya ingin menekankan bahwa mereka yang bekerja di bidang ini perlu menyadari

tanggung jawab mereka untuk menggunakan bakat mereka dengan baik. Dan mereka tidak boleh lupa bahwa banyak orang, yang melakukan pekerjaan manual atau pekerjaan yang mungkin tampaknya tidak begitu penting, berusaha untuk mengubah pekerjaan mereka menjadi doa permohonan kepada Allah supaya pria dan wanita yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat akan menyadari tanggung jawab mereka dan sadar bahwa Allah akan meminta perhitungan dari mereka. Dan mereka juga harus sangat berterima kasih kepada orang-orang yang boleh dikata, bekerja "di belakang layar." Kata-kata St Josemaria sangat relevan

di sini: Siapa yang lebih penting: presiden sebuah universitas, atau orang yang berkedudukan terendah di antara staf perawatan gedung ? Tanpa ragu-ragu St Josemaria menjawab sendiri : dia yang melakukan pekerjaannya dengan iman yang lebih besar dan dengan hasrat kesucian yang lebih besar.

Harmoni antara iman dan akal budi

Kita semua yang mengetahui bahwa kita, anak-anak Allah, harus membantu semua orang menyadari bahwa tidak ada 'kompetisi apapun antara akal budi dan iman: yang satu mengandung yang lain, dan masing-masing memiliki ruang lingkup sendiri-sendiri(...).  Dalam dunianya sendiri-sendiri, Allah dan manusia memiliki hubungan yang unik. Asal-usul segala sesuatu ada dalam Tuhan, dalam Dia ditemukan kepenuhan misteri, dan justru inilah kemuliaan-Nya. Pria dan wanita memiliki tugas untuk menelaah kebenaran dengan akal budi mereka, dan itulah derajat mereka ." [31]

Sangat tepat kata-kata St Josemaria ini: Berdasarkan pengetahuan ilmiah yang kokoh dan mendalam kita harus menunjukkan kepada semua orang bahwa iman dan akal budi tidak bertentangan sama sekali [32] .  Justru sebaliknya, harus ada harmoni yang penuh antara keduanya, karena kedua bidang pengetahuan ini berasal dari Tuhan, dari Logos yang menciptakan dunia, dan yang telah mengambil kodrat manusia.

Dalam Surat Apostolik Novo Millennio Ineúnte, Yohanes Paulus II menulis: "Supaya kesaksian Kristiani menjadi efektif, terutama di bidang-bidang yang rawan dan kontroversial, maka sangat penting ada upaya khusus untuk menjelaskan dengan baik dasar-dasar pandangan Gereja, menekankan bahwa itu bukan berarti memaksakan visi yang berdasarkan iman pada kaum tak beriman, tetapi menafsirkan dan mempertahankan nilai-nilai yang berakar dalam kodrat manusia. Dengan demikian kasih amal merupakan suatu pelayanan pada kebudayaan, politik, ekonomi dan keluarga, sehingga prinsip-prinsip dasar atas mana bergantung nasib manusia dan peradaban di masa depan, akan dihormati di mana-mana. [33] Untuk itu, kita membutuhkan karunia lidah, yang akan kita peroleh jika kita memohon pada Roh Kudus dengan iman, dan menggunakan sarana-sarana manusiawi.

Semua orang menyadari adanya kebebasan penuh (dalam ajaran Katolik), yang diakui oleh Gereja untuk anak-anaknya dalam kegiatan profesional dan sebagai warga negara.  Kesadaran yang dalam akan masalah-masalah manusia, dan pengertian adikodrati dalam menilai dan memecahkan masalah-masalah tersebut secara Kristiani, sesuai dengan hati nurani yang benar dan yang telah dibina dengan baik, harus membangkitkan rasa tanggung jawab apostolik dalam pribadi masing-masing, sehingga dapat membawa pendekatan Kristiani dalam diskusi ilmiah. Oleh karena itu, orang-orang yang bekerja di bidang ilmu pengetahuan dan humaniora perlu mengambil sikap yang serius dan berpengetahuan dalam menghadapi bidang-bidang pekerjaan yang menyangkut dimensi doktrinal atau etis. Dengan adanya krisis moral dalam masyarakat, dan kebutuhan Evangelisasi yang tak ada habisnya, lebih mendesak lagi kebutuhan para peneliti Kristiani untuk terus berjuang dengan serius guna membantu menyelesaikan masalah-masalah dunia saat ini dengan baik dan benar.

Moralitas masyarakat luas

20. Tantangan lain yang sangat mendesak adalah evangelisasi moralitas masyarakat luas. Salah satu hambatan yang paling ganas yang menentang kuasa Kristus dalam jiwa dan dalam masyarakat, adalah gelombang sensualitas yang telah menyerang adat-istiadat, hukum, mode, media massa, dan seni rupa. Tergerak oleh rasa tanggung jawab Kristiani, dan juga rasa tanggung jawab pada umumnya, untuk menghentikan serangan yang ganas ini, selain berdoa dan mengajak orang lain untuk berdoa, berbuat silih dan meminta orang lain untuk berbuat silih juga, kita harus memobilisasi banyak orang, pria dan wanita yang berniat baik, Katolik maupun bukan Katolik, dan membantu mereka untuk merasakan urgensi untuk berbuat sesuatu. Mengeluh saja tidak ada gunanya, apalagi bersikap tidak peduli atau merasa puas bahwa kita tidak sendiri tidak berbuat jahat. Sebaliknya, setiap saat adalah waktu yang baik untuk dengan optimisme yang lebih besar memulai karya kerasulan "kapiler", menciptakan perubahan yang besar, dimulai dengan kehidupan sendiri, rumah sendiri, lingkungan kerja kita sendiri.

Mari kita dengarkan kata Rasul Bangsa-bangsa , yang menganjurkan: Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima.  Sebab Allah berfirman: "Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau." Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu . (2 Korintus 6:1-2). Kita, umat Kristiani harus bertindak dengan keyakinan iman untuk memurnikan segala sesuatu di sekitar kita yang tidak selaras dengan hukum Allah, dan melakukannya tanpa malu-malu, tanpa takut orang lain mengetahui bahwa kita adalah orang-orang yang yakin akan iman kita.  Nilai-nilai tertentu tidak dapat dinegosiasi, Paus Benedict XVI sering menekankan: melindungi hidup manusia di setiap tahapnya, dari tahap konsepsi awal sampai saat kematian yang wajar, pengakuan dan promosi struktur alami dari keluarga -sebagai kesatuan antara seorang pria dan seorang wanita berdasarkan perkawinan- dan mempertahankannya dari upaya untuk, dalam perundang-undangan, menyamakan perkawinan dengan bentuk-bentuk kesatuan yang sangat berbeda jenisnya, yang sebenarnya justru merusak dan menyebabkan adanya destabilisasi perkawinan, karena membuat ciri-ciri khas perkawinan serta peran sosialnya yang tak dapat diganti menjadi kabur, juga perlindungan atas hak orang tua untuk mendidik anak-anak mereka. [34]

Bapa Paus menjelaskan bahwa prinsip-prinsip ini bukanlah kebenaran iman, meskipun kebenaran-kebenaran itu menerima terang dan konfirmasi dari iman; Kebenaran itu telah terukir dalam kodrat manusia sendiri dan oleh karena berlaku untuk seluruh umat manusia. Gereja dalam mempromosikan kebenaran tersebut tidak melakukannya sebagai pengakuan iman, tetapi mengungkapkannya kepada semua orang, tanpa membedakan agama mereka. Justru karena prinsip-prinsip kebenaran tersebut seringkali disangkal atau disalahpahamkan, maka tindakan Gereja ini sangat diperlukan, sebab apa yang terjadi adalah pelanggaran terhadap kebenaran tentang kodrat manusia, dan merupakan pelanggaran yang serius terhadap keadilan . [35]

21. Boleh dikata hal yang sama terjadi pada pokok-pokok penting dari ajaran Kristiani, yang belakangan ini diserang tanpa malu-malu oleh kelompok yang bersikeras untuk memusnahkan semua unsur keagamaan dari kehidupan masyarakat. Sangat disayangkan terlalu banyak contoh serangan-serangan tersebut: penghinaan kasar pada pribadi Yesus Kristus dengan upaya menampilkannya sebagai tokoh yang konyol, fitnah terhadap Gereja, pastor-pastornya, dan lembaga-lembaganya.

Untuk hidup sepenuhnya menurut panggilan Kristiani kita harus memperkenalkan Kristus kepada orang lain, dengan mengungkapkan ajaran Gereja (pertama dengan teladan hidup kita, tetapi juga dengan kata-kata yang diucapkan pada waktu yang tepat), terutama terkait dengan isu-isu yang saat ini adalah bahan perdebatan publik. Timbul dalam pikiran kita apa yang diungkapkan oleh Don Alvaro: "Seperti kita ketahui, kita harus memulai dengan membenahi rumah sendiri (...), maka kita masing-masing harus memeriksa diri dan melihat bagaimana sikap kita terhadap komitmen  Kristiani ini " [36] .  Kata-kata ini bergema

seperti khotbah Rasul Paulus kepada umat Kristiani perdana: Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, (…..) supaya kamu masing-masing (…..) hidup di dalam pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah, dan supaya dalam hal-hal ini orang jangan memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau memperdayakannya. Karena (……..) Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus . (1 Tesalonika 4:3-7).            Nasihat St Paulus sangat relevan pada saat ini. Tidaklah mungkin melawan dengan efektif gelombang lendir dan kotor yang membanjiri segala sesuatu, jika dalam diri kita ada unsur keikutsertaan (meskipun mungkin tampaknya tidak signifikan) dengan kejelekan yang terus menerus bertumpuk dan bergolak dalam dirimu, yang bahkan dengan kebusukannya yang menakjubkan itu ingin mematikan cita-cita luhurmu, perintah-perintah luhur yang ditanamkan Kristus  dalam hatimu. [37] St Gregory Nazianzus, Pujangga Gereja, berkata dengan nada yang sama, dalam suatu ayat yang dikutip oleh Beato Yohanes Paulus II dalam anjuran apostolik tentang misi para Uskup. Beginilah pernyataannya: "Pertama-tama murnikan dirimu sendiri, baru kemudian murnikanlah orang lain, pertama kita harus bersedia belajar dari kebijaksanaan, baru kemudian mengajar orang lain, pertama-tama kita harus menjadi terang dan kemudian menerangi orang lain, pertama-tama kita harus mendekatkan diri kepada Allah dan kemudian membimbing orang lain kepada-Nya, pertama-tama jadikanlah dirimu sendiri kudus dan kemudian jadikanlah orang lain kudus. " [38]

Karena kita tidak menganggap diri kita lebih baik daripada orang lain-dan memang demikian adanya-kita harus terus berusaha supaya perilaku kita sebanyak mungkin sesuai dengan

ajaran Kristus. Kita harus yakin bahwa pertama-tama kita harus berjuang dalam batin dengan tekad untuk menyesuaikan pikiran, aspirasi, kata-kata, dan perbuatan kita, sampai sekecil-kecilnya , dengan kehendak Allah: Garis depan pertempuran ini berada dalam diri kita, yakni medan perang melawan hawa nafsu. Kita harus waspada, kita harus berjuang dalam batin untuk menjauhkan diri dengan segera dari kesempatan dosa: dari apa pun yang akan merugikan iman kita, yang akan mengurangi penharapan atau melemahkan Cinta [39] .

22. Pertimbangan ini memberi kita fokus untuk pemeriksaan batin setiap hari pada bulan-bulan mendatang dan seterusnya. Bagaimana perjuanganku untuk mencapai kekudusan? Apakah aku berjuang secara spesifik sesuai dengan saran yang kuterima dalam bimbingan rohani? Apakah aku sering mohon pada Allah untuk menganugerahkan padaku hati nurani yang peka (yang lain sama sekali dari skrupel) untuk menemukan retak-retak kecil di dinding jiwa yang akan digunakan oleh musuh untuk menyusup dalam jiwa dan mengurangi efektivitas kerasulanku? Apakah aku selalu bersukacita apabila menemukan poin-poin untuk perbaikan, dan apakah aku berusaha mengatasinya dengan tekad yang bulat, dengan sikap sportif, ditopang oleh rahmat Allah?

Non enim vocávit nos Deus in immundítiam sed in sanctificatiónem (1 Tesalonika 4:7) -

Allah memanggil kita untuk kekudusan bukan untuk kecemaran. Meskipun beberapa media massa atau ideologi sesat berusaha meyakinkan kita akan sebaliknya (ditambah dengan kecenderungan kita yang tidak teratur), perjuangan untuk hidup murni dapat dijalankan dan selalu merupakan cara hidup yang menarik. Maka, perjuangan ini dapat dan harus disarankan kepada setiap individu, walaupun mungkin mereka berada begitu jauh dari tujuan ini. Tak ada seorangpun yang tidak mencari tonggak pegangan hidup di zaman kita yang sedang mengarungi lautan yang berbadai dan berombak, yang sesungguhnya bukanlah hal baru. Sebagai seorang Kristiani kita sangat beruntung dan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan kepastian, yang dicari oleh banyak orang, mungkin tanpa mereka sendiri menyadarinya. Mari kita maju terus, berjuang di medan perang demi Tuhan dengan penuh suka cita (bdk. 1 Mac 3:2), in  hoc pulchérrimo Caritatis bello, dalam perjuangan Kasih yang indah ini, yang hasil akhirnya telah terjamin sepenuhnya, yakni kemenangan Allah bagi mereka yang selalu setia pada Cinta Kasih-Nya.

23. Paus  Benediktus XVI baru-baru ini menggarisbawahi pentingnya untuk sering menerima Sakramen Tobat. Berbicara kepada para imam dan seminaris dalam konteks

Tahun Iman, beliau berkata: perayaan Sakramen Rekonsiliasi itu sendiri adalah suatu proklamasi dan, oleh karena itu, adalah suatu jalan untuk melaksanakan karya Evangelisasi Baru. Apa yang dimaksud dengan Sakramen Pengakuan sebagai sebuah "jalan" untuk Karya Evangelisasi baru? Pertama-tama karena Evangelisasi baru menghirup nafas dari kesucian anak-anak Gereja, dari perjalanan pertobatan hari demi hari, baik dari setiap orang maupun dari seluruh komunitas untuk menjadi makin serupa dengan Kristus. Ada hubungan yang erat antara kekudusan dan Sakramen Rekonsiliasi, atas mana semua orang kudus dalam sejarah telah memberi kesaksian. Pertobatan hati yang sejati berarti membuka diri supaya Allah mengubah dan memperbarui diri kita. Ini adalah ‘penggerak’ dari setiap reformasi dan yang diwujudkan dalam upaya evangelisasi yang sungguh-sungguh. Dalam Sakramen Pengakuan, melalui aksi Kerahiman ilahi (yang Tuhan berikan dengan bebas), orang-orang berdosa yang bertobat akan dibenarkan, diampuni dan dikuduskan dan akan meninggalkan hidup yang lama untuk mengenakan yang baru. Hanya mereka yang membiarkan diri diperbaharui secara mendalam oleh kasih karunia ilahi akan mampu membawa dalam diri mereka -dan oleh karena itu untuk mewartakan- Kabar Baik dari Injil. [40]

Keluarga

24.  Di Opus Dei kita harus selalu bertindak dengan optimisme dan visi adikodrati yang berasal dari keputraan ilahi. Namun. kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa pada zaman ini keluarga adalah salah satu area yang paling menderita serangan gelombang hedonisme. Di antara dampak buruk yang dapat dilihat dengan segera adalah perselingkuhan yang makin meningkat jumlahnya dan makin sulitnya bagi kaum muda untuk dapat mendengar dan mengikuti Panggilan Allah ,terutama panggilan untuk selibat apostolik. Maka, pertempuran untuk mempertahankan kekesatrian dan kesuci-murnian [41] sangat penting dan mendesak di seluruh lapisan masyarakat.

Perjuangan untuk hidup murni ini, (seperti halnya dengan keutamaan-keutamaan lain pula), menuntut kita semua untuk menghayati kemurnian, yakni " pernyataan penuh kegembiraan ," dengan cermat, sesuai dengan status kita masing-masing, dan tanpa mengabaikan pengaruh kita pada orang lain dalam kerasulan persahabatan dan kepercayaan. Selain itu, seperti yang telah saya katakan di atas, ada baiknya memanfaatkan studi interdisipliner untuk membantu banyak orang dan lembaga di seluruh dunia (mengikuti teladan umat Kristiani perdana) untuk mengembangkan budaya baru, yurisprudensi baru, dan ide baru untuk mode.

Untuk mencapai target yang ambisius ini kita harus senantiasa berdoa dan bekerja tanpa lelah. Itulah cara umat Kristiani mencapai tujuan kita: dengan lingkup yang luas dan selaras dengan kemampuan kita masing-masing. Kita harus yakin bahwa kita masing-masing dapat berbuat lebih banyak, lebih dari yang kita bayangkan, dalam aneka ragam cara yang sederhana (dengan inisiatif, teladan, sikap bersikeras yang suci) di lingkungan kita sendiri. Saya ingat suatu ilustrasi yang St Josemaria gunakan terkait dengan masalah ekologi, yang saya salin di bawah ini, karena saya kira kata-kata ini mengungkapkan dengan baik apa yang ingin saya katakan.

Baru-baru ini, berbicara dengan saudara-saudaramu yang lebih tua, saya mengenang masa dulu ketika kita sering berbicara tentang perahu-perahu dan jala. Sekarang di mana-mana orang banyak berbicara dan menulis tentang ekologi. Sampel air diambil dari sungai, danau, dan laut, dan dianalisis ... Hampir selalu membawa hasil yang buruk: tidak ada lagi perairan yang sehat untuk hidup ikan-ikan. Apabila kita berbicara tentang perahu-perahu dan jala, yang kalian dan saya maksudkan adalah jala Kristus, perahu Petrus, dan jiwa-jiwa. Pasti ada dasar yang kuat bahwa Tuhan Yesus berkata: Ikuti Aku,dan kalian akan Kujadikan penjala manusia. Namun, boleh jadi  salah satu dari ikan-ikan, dari orang-orang, ketika melihat apa yang terjadi di seluruh dunia dan dalam Gereja Allah, melihat air laut penuh dengan kotoran, sungai-sungai penuh dengan sampah yang menjijikkan, di mana mereka tidak dapat menemukan makanan atau oksigen, mereka berpikir (seandainya ikan itu dapat berpikir, dan di sini kita berbicara tentang ikan yang dapat berpikir, yakni manusia, karena memiliki jiwa) : aku  jenuh, dan dengan satu lompatan aku akan keluar dari sini! Tidak layak hidup seperti ini. Aku akan pergi untuk mencari tempat berlindung di tepi sungai, aku akan mengambil napas sedikit dan mendapatkan udara segar. Aku sudah jenuh! Tidak, anak-anakku, kita harus tetap bertahan di dunia yang busuk ini, dalam lautan air kotor, di sungai-sungai yang mengalir melalui kota-kota besar dan desa-desa kecil, dan yang airnya tidak lagi mengandung kekuatan untuk membawa kesehatan pada tubuh manusia, untuk memuaskan dahaga, karena mengandung racun. Anak-anakku, tempat kita  berada adalah di luar di jalanan, di tengah dunia, dan di sana berusaha untuk menciptakan genangan air jernih di sekitar kita, sehingga ikan-ikan lain akan datang, dan bersama-sama kita akan memperluas kolam, memurnikan sungai, dan mengembalikan kesehatan ke perairan laut. [42]

25. Ketika Gereja memulai karya mengubah dunia Kekaisaran Romawi yang dekaden, situasi sosial dan moral zaman itu sama dengan atau lebih parah daripada zaman kita ini: sebagai umat Kristiani kita diundang untuk dengan tekad bulat membawa ajaran-ajaran Kristus kepada seluruh umat manusia.

Dalam upaya ini, para orang tua memiliki peran yang tak dapat digantikan. Usaha mereka untuk menciptakan keluarga Kristiani dan memberi pendidikan Kristiani yang sejati, akan membuat keluarga mereka menjadi sumber kehidupan Kristiani, genangan air jernih, yang akan mempengaruhi keluarga-keluarga lain juga. Dan juga akan memupuk panggilan anak-anak untuk mengabdi kepada Tuhan dalam imamat dan dalam segala spektrum kehidupan Gereja, baik dalam lingkup sekulir maupun dalam hidup membiara, serta akan membentuk banyak keluarga  yang cerah dan ceria , seperti yang sering dikatakan oleh St Josemaria.

Para orang tua memiliki hak, saya ulangi, untuk melaksanakan kerasulan pribadi yang luas dengan berbagai cara. Mengingat akan pentingnya hal ini, sudah sewajarnya dengan kebebasan penuh mereka membentuk jaringan dengan orang-orang yang menghadapi masalah yang sama untuk bersama-sama mengatasinya: seperti misalnya bagaimana menggunakan waktu luang, kegiatan rekreasi dan hiburan, wisata, menyelenggarakan tempat-tempat di mana putra-putri mereka dapat mencapai kedewasaan dan kehidupan batin yang matang, dan lain sebagainya. Para orang tua yang anak-anaknya masih ada di bangku sekolah berhak sepenuhnya, sebagai bagian dari tanggung jawab mereka untuk mendidik anak-anak, untuk memilih dan bahkan mendirikan sekolah-sekolah dan klub remaja. Jelaslah bahwa sangat penting bagi para orang tua untuk aktif mengambil bagian dalam lembaga pendidikan di mana anak-anak mereka belajar, memanfaatkan semua sumber daya yang disediakan oleh hukum untuk mengarahkannya dengan tepat.

Belakangan ini, setelah bertahun-tahun orang memuji-muji sekolah campur, orang-orang

mulai menyadari bahwa pendidikan terpisah untuk anak laki-laki dan perempuan di sekolah dasar dan sekolah menengah sangat menguntungkan perkembangan mereka. Sangatlah penting memperhatikan aspek ini dan mempromosikan penelitian dan diskusi, baik dalam bidang hukum dan pendidikan, dan di media massa, untuk menunjukkan validitas dan manfaat dari metode pendidikan terpisah ini. Hal ini juga menyirat rasa hormat yang besar terhadap anak laki-laki dan perempuan, baik anak-anak kecil maupun remaja, dan telah terbukti sangat bermanfaat untuk pendidikan dan dalam perkembangan pribadi.

26.  Dalam konteks yang sama, sangat perlu memahami arti kebebasan dengan benar.

Karena kebebasan sering disalahtafsirkan sebagai kemampuan untuk memilih apa saja yang disukai, dan memilih apa saja yang dapat memuaskan keinginan atau kenyamanan seseorang, tanpa mempertimbangkan hubungan antara kebebasan dan kebenaran. Kebebasan, kemampuan kodrat yang agung ini, telah melemah karena dosa. Namun Kristus telah menyembuhkannya dengan rahmat dan mengangkatnya menjadi suatu kebebasan adikodrati yang baru dan sejati- - yaitu kebebasan putra-putra Allah (lih. Rom 8:18-19 dan 21). St Josemaria, justru karena ia melihat dirinya sebagai Putra Allah, dan sungguh merasa seperti seorang anak dari Allah Bapa (makna hidup manusia, pria dan wanita ada dalam keputraan ilahi) telah berhasil menyelami arti kebebasan Kristiani, dan memperingatkan kita akan orang-orang yang menipu diri sendiri dan menenangkan diri dengan berseru "kebebasan!kebebasan!  yang seringkali tidak lain hanyalah kedok dari perbudakan yang tragis, St Josemaria menunjukkan, karena memilih sesuatu yang salah  tidak akan membawa kebebasan. Hanya Kristus yang membebaskan kita, karena hanya Dialah Jalan, Kebenaran dan Hidup [43] Dan ia menambahkan: Kebebasan akan menemukan makna yang sebenarnya apabila kebebasan ini untuk melayani Kebenaran yang menyelamatkan, bila digunakan untuk mencari Kasih Allah yang tak terbatas,  yang membebaskan kita dari segala bentuk perbudakan. [44]

Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita umat Kristiani harus melakukan segalanya untuk membela dan memperkuat kebebasan kita dan kebebasan orang lain, pada saat yang bersamaan juga membantu semua orang untuk menemukan kebebasan baru- Hac libertáte nos Christus liberávit (Gal 5:1)- ) dengan mana Kristus telah memerdekakan kita . Ini adalah salah satu tugas yang paling mendesak dari karya evangelisasi baru. Saya sudah mengingatkan bahwa kalian semua, yang telah menerima panggilan untuk menyucikan diri dalam perkawinan, memiliki peran yang tak dapat digantikan dalam melaksanakan usaha ini, tetapi saya ingin menekankan bahwa kewajiban untuk mewartakan ajaran yang benar tentang pernikahan dan tentang keluarga adalah tanggung jawab setiap orang.

PENGETAHUAN DAN PENGAKUAN IMAN

27. Setiap upaya untuk melaksanakan evangelisasi baru, baik dalam kerasulan intelektual

maupun di area-area prioritas yang telah saja sebut diatas, harus didasarkan pada pondasi iman yang kokoh . Tanpa iman tidak mungkin berkenan kepada Allah (Ibr 11:6), demikian kita baca dalam  Kitab Suci.

Keutamaan teologis ini, yakni pintu gerbang ke kehidupan Kristiani, menuntut persetujuan bebas dari akal budi, dan mengarah ke kesetiaan penuh kepada kehendak Allah, yang diungkapkan melalui kebenaran-kebenaran yang telah Dia wahyukan kepada kita, dengan memberi kita kepastian bahwa kebenaran itu harus diterima berdasarkan otoritas Sang Pencipta sendiri, yang (seperti dijelaskan dalam Kitab Kejadian) selalu menghendaki yang baik untuk seluruh ciptaan-Nya. Apabila iman diterima dan diakui dengan serius, iman itu akan mengarah selalu ke sikap pasrah sepenuhnya kepada Allah. Dan jika kita menghayati pasrah pada Allah secara bebas dan bertanggung jawab, kita berpartisipasi dalam kehidupan ilahi yang dikomunikasikan kepada kita bersama dengan kebenaran-kebenaran itu sebagai suatu cara untuk mencapai persekutuan dengan Allah sendiri.

Tahun Iman, dari perspektif ini, adalah panggilan untuk pertobatan yang baru dan otentik kepada Tuhan, satu-satunya Juruselamat dunia. Dalam misteri wafat dan kebangkitan-Nya, Allah telah mewahyukan sepenuhnya Kasih yang menyelamatkan dan memanggil kita menuju pertobatan hidup melalui pengampunan dosa. Bagi Santo Paulus, Cinta ini akan mengantar kita ke kehidupan baru: "Kami dikuburkan (...) dengan Dia melalui baptisan dalam kematian, supaya seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Allah Bapa, demikian pula supaya kita berjalan dalam hidup baru." Melalui iman, kehidupan baru ini membentuk seluruh eksistensi manusia sesuai dengan realitas radikal dari kebangkitan. [45]

Teladan iman

28. Surat kepada Orang Ibrani menceritakan kepada kita berturut-turut para pria dan wanita yang setia, yang sepanjang sejarah Keselamatan dari Abel yang kudus, percaya pada Tuhan dan mengikuti-Nya dengan segenap kekuatan akal budi dan kehendak, menghabiskan hidup mereka melayani Tuhan dengan sukacita (bdk. Ibr 11:4-40). Dari antara mereka menonjol sosok Abraham, bapa kita dalam iman [46] . Kita juga dapat belajar banyak dari Abraham akan pengharapan yang kuat akan Allah: kita semua harus tumbuh dalam ketiga keutamaan teologis ini dalam bulan-bulan mendatang,  semakin percaya akan sarana yang akan membawa kita ke surga, dan mohon pada Tritunggal Mahakudus untuk meningkatkan iman, pengharapan dan kasih kita.

Ketika Abraham tinggal di Ur Kasdim, ia "mendengar firman Tuhan yang membuatnya meninggalkan negerinya, meninggalkan bangsanya, dan dalam arti tertentu, meninggalkan dirinya sendiri untuk menjadi instrumen rencana keselamatan yang meliputi bangsa Perjanjian di masa depan dan bahkan semua bangsa di dunia. " [47] . Dengan segera, tanpa ragu-ragu, Patriark Abraham memulai perjalanannya.

Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah. Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.  Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya. (Ibr 11:8-12).

Kisah yang sama tentang iman yang teguh terus berlanjut dan berkembang, lebih mendalam dan meluas dalam Perjanjian Baru. Santa Perawan Maria adalah seorang guru iman yang tiada bandingnya. Dengan iman, Maria menerima kata-kata Malaikat dan percaya kepada pesan bahwa ia akan menjadi Bunda Allah di dalam ketaatan kesalehannya (lih. Luk 1:38). Ketika mengunjungi Elisabet, ia melambungkan madah pujiannya kepada Yang Mahatinggi karena karya-karya ajaib yang telah dikerjakan-Nya di dalam diri mereka yang menaruh kepercayaan kepada-Nya (lih. Luk 1:46-55). Dengan sukacita dan kegentaran ia melahirkan anaknya yang tunggal, dengan tetap mempertahankan keperawanannya. Sambil tetap mempercayai Yusuf, suaminya, ia membawa Yesus ke Mesir untuk menyelamatkan-Nya dari penganiayaan Herodes. Dengan iman yang sama, ia mengikuti Tuhan di dalam pewartaan-Nya dan tetap menyertai-Nya sampai akhir ke Golgota. Dengan iman, Maria mengecap buah-buah kebangkitan Yesus dan tetap menyimpan setiap kenangan di dalam hatinya. Ia menyerahkan semua itu kepada Keduabelas Rasul yang berkumpul di Ruang Atas untuk menerima Roh Kudus [48] .

Merenungkan dan menyelami iman Bunda Maria akan menuntun kita kepada ketergantungan total pada Tuhan. Dan ini akan memungkinkan kita menyadari bahwa bila kita berpegangan erat pada tangan Tuhan, kita akan dapat melakukan mukjizat dan memberi perspektif yang luar biasa bagi kehidupan kita, bagi Gereja, dan bagi tugas yang kita terima untuk ikutserta dalam karya penebusan. Visi ini juga mencakup semua detil, bahkan yang paling remeh, dari kehidupan kita, karena dengan Tuhan possumus! kita mampu! mampu melakukan segala sesuatu; dan tanpa Dia, nihil, apapun tidak.

Karena iman para Rasul meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Sang Guru. Begitu pula para murid pertama dan para martir yang menyerahkan hidup mereka untuk menjadi saksi Injil, juga  umat Kristiani yang tak terhitung banyaknya dari segala zaman, termasuk zaman kita ini. Dengan iman, sepanjang segala abad, pria dan wanita dari segala usia, yang namanya tercatat di dalam Kitab Kehidupan, telah mengakui keindahan mengikuti Tuhan Yesus kemanapun mereka dipanggil untuk memberi kesaksian terhadap kenyataan, bahwa mereka adalah orang-orang Kristiani: di dalam keluarga, di tempat kerja, dalam kehidupan publik, di dalam melaksanakan kharisma-kharisma dan pelayanan- pelayanan yang kepadanya mereka dipanggil. [49]

Teladan St Josemaria

29. Mari kita mengalihkan pandangan kita ke sejarah Gereja: kita menemukan para pria

dan wanita yang telah menjadi instrumen di tangan Tuhan untuk memberi energi dan vitalitas baru kepada umat Kristiani pada masa-masa sulit. Muncul dalam pikiran saya teladan

Pendiri kita. St Josemaria banyak merenungkan kehidupan para pendahulu kita dalam iman, bagaimana mereka menanggapi kehendak Tuhan. Dan, seperti Abraham, Bapa kita telah mengurbankan semua rencana hidupnya dan, taat kepada suara Allah, menjadi seorang peziarah yang berkelana, mengajarkan sebuah doktrin yang setua dan sebaru Injil , [50] yaitu Allah memanggil semua orang untuk menjadi orang kudus dalam pekerjaan mereka dan dalam keadaan

hidup biasa, dalam urusan-urusan duniawi.  Dia adalah seorang imam yang penuh iman dan pengharapan, yang bersama dengan cinta kasih telah dianugerahkan oleh Tuhan dalam jiwanya dengan intensitas yang terus meningkat. Dengan iman dan pengharapan yang kuat itu, ia berhasil menjalankan misi yang diterimanya. Sekarang orang-orang dari segala bangsa, usia, dan latar belakang, yang hidup dari semangat Opus Dei dan demi kemuliaan Allah, sudah begitu banyak jumlahnya seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut (Kejadian 22:17).

Kehidupan St Josemaria menunjukkan bahwa setiap hari dapat dan harus menjadi kehidupan iman, pengharapan dan kasih, tanpa menyerahkan diri pada egoisme. Kita harus bertanya pada diri sendiri: bagaimana keutamaan-keutamaan teologis itu tercermin dalam perilaku kita sehari-hari? Apakah kita mampu melihat tangan Penyelenggaraan Ilahi, Allah Bapa kita, di balik segala sesuatu yang terjadi, baik yang menyenangkan maupun yang merugikan? Dengan kata lain, apa kita benar-benar yakin bahwa omnia possibília credénti (Mrk 9:23), t idak ada yang mustahil bagi orang yang percaya , meskipun mungkin kita tidak memiliki bakat dan sumber daya apapun? Apakah kita optimis dalam kerasulan, dengan optimisme supranatural yang berdasarkan pada keyakinan bahwa, seperti yang dikatakan Rasul Paulus, Omnia possum in eo qui me confórtat (Phil 4:13), segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku ,  kita dapat melakukan segala sesuatu dalam Kristus, kekuatan kita?

Mungkin kita sampai pada kesimpulan bahwa kita belum cukup mendalami praktik keutamaan-keutamaan tersebut, maka kita dapat menerapkan pada diri kita kata-kata St Josemaria ini: Kita kekurangan iman. Jika kita menghayati keutamaan ini, penuh kepercayaan pada Allah dan pada Bunda-Nya , kita akan menjadi berani dan setia. Allah, yang adalah Allah yang sama seperti sebelumnya, akan membuat mukjizat melalui tangan kita. Berilah aku, Yesus sayang, iman yang sungguh-sungguh kudambakan. Bundaku, Bunda yang manis, Maria yang sangat suci bantulah aku agar aku sungguh-sungguh percaya [51] .

Bapa kita sering memohon kepada Tuhan agar keutamaan-keutamaan teologis makin meningkat dalam dirinya dan dalam diri begitu banyak putra dan putrinya, dan dalam diri semua umat beriman. Setiap hari St Josemaria berdoa: adáuge nobis fidem, spem, caritátem! Tingkatkanlah iman, pengharapan dan cinta kami! Dia juga mendaraskan doa ini (tanpa suara, dalam hatinya) apabila ia mengangkat Hosti atau Piala pada saat Konsekrasi dalam Misa Kudus. Satu-satunya motif adalah hasrat untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik (kita juga harus menjadi hamba yang lebih baik) dan melayani jiwa-jiwa selalu pada setiap kesempatan. Saya ingin menekankan bahwa inilah yang perlu dilakukan bila kita ingin melihat dalam Gereja buah baru, sekarang ini dan selalu. Sebagaimana Bapa Suci menulis: bahwa pada tahun ini kita hendak membangkitkan dalam diri setiap orang beriman aspirasi untuk mengakui iman dalam kepenuhan dan dengan keyakinan yang baru, dengan penuh kepercayaan dan harapan [52] Menemukan kembali isi iman yang diakui, dirayakan, dihayati dan didoakan, dan merenungkan kembali tentang tindakan iman, adalah tugas yang harus dijadikan sebagai tugasnya sendiri oleh setiap umat beriman, khususnya selama Tahun Iman ini. Bukan tanpa alasan, umat Kristiani pada abad-abad awal dituntut untuk menghafalkan pengakuan iman tersebut. Bagi mereka hal itu menjadi doa setiap hari, agar tidak lupa pada komitmen yang telah mereka ikrarkan di dalam Pembaptisan [53]

Memohon keutamaan iman dan tumbuh dalam iman.

30. Dalam bulan-bulan mendatang (dan selalu) apabila kita mendaraskan Syahadat dalam Misa Kudus dan pada kesempatan lain, marilah kita berusaha untuk mengakui iman kita dalam Gereja dengan kesadaran yang lebih besar dengan lebih memperhatikan kata-kata dan maknanya. Sungguh sangat bermanfaat jika kita sering mempelajari dan merenungkan artikel-artikel dari Syahadat.  Di antara saran-saran yang Paus Benediktus XVI berikan untuk membantu kita memanfaatkan kesempatan ini, terutama adalah mempelajari Katekismus Gereja Katolik atau Kompendium Katekismus Gereja Katolik . Katekismus, suatu pusaka berharga dari Konsili Vatikan Kedua, mengandung semua kebenaran iman Katolik secara komplit, organik dan sistematis.

Terdapat kesatuan yang mendalam antara tindakan yang dengannya kita beriman dan isi iman yang kepadanya kita memberikan persetujuan kita. [54] Pengetahuan tentang artikel iman itu penting untuk mampu memberi tanggapan pribadi kita, untuk menerima sepenuhnya dengan akal budi dan kehendak, apa yang diajarkan Gereja. Oleh karena itu, tanggapan ini berarti bahwa bila seseorang percaya, ia memeluk seluruh misteri iman dengan bebas, sebab Allah sendiri yang  menjamin kebenarannya ketika Dia mewahyukan Diri dan menyerahkan misteri cinta kasih kepada akal budi manusia.

Di sisi lain, Paus melanjutkan , kita tidak boleh lupa, bahwa di dalam konteks budaya kita, ada banyak bangsa, yang meskipun tidak me-klaim memiliki anugerah iman itu, namun secara tulus mencari makna yang tertinggi dan kebenaran yang pasti tentang hidup mereka dan dunia. Pencarian ini merupakan “pendahuluan” yang otentik kepada iman, karena menuntun orang pada jalan yang membawanya kepada misteri Allah. [55]

Janganlah kita goyah dalam upaya luar biasa ini, untuk menyingkapkan cita-cita spiritual yang didambakan oleh jiwa-jiwa, dan untuk menawarkan pembinaan yang mereka butuhkan untuk memuaskan dahaga mereka akan kebenaran. Terutama sekarang, sangat penting untuk mengajarkan atau mengingatkan orang yang kita jumpai di sana sini bahwa kehidupan duniawi hanyalah suatu tahap persinggahan dalam hidup manusia. Allah menciptakan kita untuk hidup yang kekal. Dia mentakdirkan kita untuk berpartisipasi dalam Hidup Ilahi, dan dengan demikian mencapai kebahagiaan penuh dan abadi. Dan ini adalah karunia dari Tritunggal Mahakudus yang hanya dapat diperoleh sepenuhnya setelah kematian, tetapi mulai dimiliki di bumi ini. Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. (Yoh 17:3). Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. (Yoh 6:54).

31. Bulan-bulan yang akan datang memberi kita kesempatan baru untuk merenungkan dalam-dalam misteri Yesus Kristus. Melalui kata-kata dan perbuatan, Yesus telah mengungkapkan Allah Bapa kepada kita dan menunjukkan kita jalan yang mengarah kepada-Nya. Dia telah memberi kita jalan untuk mencapai-Nya, yakni Gereja dan sakramen-sakramen serta lembaga-lembaganya. Dan selain itu, Ia telah mengutus Roh Kudus, Roh yang tinggal dalam jiwa kita melalui rahmat, dan mendorong kita terus-menerus menuju ke rumah Bapa. Semua ini adalah buah dari kebaikan Allah yang penuh kasih, karena inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita . (1 Yoh 4:10).

Hendaknya kita yakin betapa penting merenungkan kebenaran pokok ini dan mari kita menolong orang lain untuk merenungkannya: Allah mengasihi kita! Allah, Yang Mahakuasa, yang membuat Surga dan bumi [56] Hendaknya kita kagum dan bersyukur atas kebenaran menakjubkan ini, yang harus kita wartakan di mana-mana melalui katekese universal. Kata "katekese" dalam bahasa Yunani secara harfiah berati "membuat bergaung di telinga seseorang." Bagi umat Kristiani, katekese adalah metode pengajaran yang digunakan oleh Gereja sejak permulaan, sejak Gereja mulai menyampaikan kepada umat manusia untuk pertama kali, apa yang disebut Sang Guru sendiri sebagai mutiara yang berharga dan harta keselamatan.

Dengan mendengarkan, para murid Tuhan Yesus yang pertama menerima Kabar Baik, dan kemudian mereka menyampaikannya kepada orang lain dengan cara-cara yang mempesona pikiran dan perbuatan para pendengar mereka, dan para pendengar juga menjadikannya bagian dari hidup mereka.

Dan sekarang, setelah dua puluh abad Kristianitas itulah yang juga harus kita lakukan: yakni berusaha supaya kebenaran yang dibawa oleh Kristus bergema di hati orang-orang yang kita jumpai dalam perjalanan hidup di bumi, dan melalui doa-doa juga di hati orang-orang yang tidak berhubungan dengan kita secara pribadi. Kita harus mengatakan kepada mereka masing-masing, pada saat yang tepat: Allah mengingat engkau sepanjang masa! Allah mengasihi engkau! Allah telah menyiapkan tempat tinggal yang indah, Surga, untuk mu , di mana Dia berkenan menjadi milikmu dan menganugerahkan suka-cita yang abadi padamu, memenuhi hasrat untuk kebahagian sampai meluap.

32.Tidak semua orang tahu akan kebenaran mendasar ini. Banyak yang tidak mengenal apapun tentang Tuhan, atau memiliki pengetahuan yang keliru tentang Dia. Ada yang berpikir bahwa Tuhan adalah penegak hukum yang keji, selalu siap untuk menjatuhkan hukuman, atau Tuhan yang kita dekati hanya jika dibutuhkan; banyak lagi yang mengira Tuhan menutup Diri dalam kebahagiaan-Nya sendiri dan berada sangat jauh dari penderitaan dan kerinduan umat manusia.  Maka dari itu, kita harus bertanya pada diri sendiri apakah sukacita dan damai sejahtera kita sedemikian rupa sehingga mereka yang melihat kita bisa "merasakan" ​​kebaikan Tuhan terhadap anak-anaknya.

Kita semua harus terus menerus memperkuat pengetahuan dasar dari isu-isu fundamental yang kita butuhkan untuk dapat menerangi pikiran orang-orang dan dapat membela Gereja dari serangan-serangan yang kadangkala datang dari semua sisi: pengetahuan yang jelas tentang kebenaran dogma dan kebenaran moral, tentang keluarga, tentang pendidikan Kristiani, tentang hak untuk bekerja, untuk relaksasi, hak milik pribadi, tentang hak-hak dasar berserikat dan hak untuk bersuara, etc. Dengan demikian kalian dapat merasakan sukacita dari kebenaran kata-kata ini: Veritas liberábit vos, kebenaran akan membebaskan kalian; karena kebenaran akan memberi kebahagiaan, kedamaian, dan efektifitas. [57]

Mari kita memohon bantuan Roh Kudus supaya kita dapat memberi kesaksian yang meyakinkan dan dapat menjelaskan (sesuai dengan pendidikan dan pelatihan kita) argumen-argumen rasional yang membantu orang-orang untuk membuka akal budi pada kebenaran. Mari kita berdoa dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. Dan inilah yang terpenting. Kita juga harus ingat janji Tuhan : Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga . (Mat 18:19). Jika kita bersatu dalam doa, menutup barisan seperti tentara dalam pertempuran (Lagu 6:4), pertempuran damai dan sukacita, kita akan memperoleh dari Surga apa yang kita mohon pada Tuhan.

Mengomentari bagian dari Injil yang baru saja saya kutip, Paus Benediktus XVI menunjukkan: kata kerja yang digunakan oleh penginjil untuk mengatakan "sepakat" (...), mengandung referensi pada ‘simfoni’ dari hati orang-orang. Itulah yang menyentuh hati Tuhan. Kesepakatan  dalam doa itu penting supaya doa kita diterima oleh Bapa surgawi [58] . Kita harus selalu selaras dengan Bapa Suci dan intensiya, dengan demikian kita akan lebih dekat pada Kristus dan, bersama Dia, dan Roh Kudus, doa kita akan langsung menuju kepada Allah Bapa.

PEMBINAAN DOKTRIN

33. Bapa kita menetapkan lima aspek dasar dari pembinaan: pembinaan manusiawi, doktrinal-religius, spiritual, kerasulan dan profesional.  Tahun Iman mengundang kita, dengan jelas, untuk sekali lagi merenungkan pembinaan doktrin kita dengan alasan yang sederhana bahwa tujuan dari semua aspek pembinaan itu adalah untuk membantu kita masing-masing, dalam berbagai cara, untuk menyelami isi iman dan maknanya. Dan, melalui intelléctus Fidei , pengertian iman yang telah diperbarui, kita dapat mencanangkan dan mewartakan misteri Kasih Allah dalam Yesus Kristus dengan tepat kepada kawan-kawan dan kolega.

Pembinaan dalam ajaran Gereja

34. Pendiri kita meringkaskan semua aktivitas fundamental Opus Dei dalam frasa yang grafis, yakni mengajarkan doktrin agama Katolik. Maka dari itu upaya Prelatur Opus Dei untuk selalu menyediakan pembinaan, teristimewa dalam doktrin agama Katolik, bagi para umat anggota Prelatur. Saya kira Bapa kita sangat berbarhagia melihat dari Surga kelas-kelas pembinaan yang berlangsung terus, sesuai dengan rencana dan kebutuhan setempat. Saya mengingatkan kalian semua apa yang sering ia katakan supaya kita tidak akan melupakannya: usahakan untuk mengasimilasi doktrin Gereja Katolik yang kalian terima dan jangan membiarkan mandek; kalian harus merasakan kebutuhan dan kewajiban untuk mewartakannya kepada orang lain, sehingga akan menghasilkan karya yang baik dan mulia dalam hidup mereka juga. [59] Para servir, servir- supaya berguna, layanilah, St Josemaria sering mengatakan, dengan mempermainkan dua makna dari kata servir: yaitu berguna bagi orang lain dan memiliki kemampuan untuk mengatasi situasi yang berbeda-beda. Dalam frase ini St Josemaria meringkaskan pentingnya pendidikan yang baik, dalam semua bidang, dengan hasrat untuk berkontribusi secara efektif pada rencana Allah dan Gereja. Untuk melayani orang lain, pertama-tama kita sendiri harus menjadi orang yang berguna; jadi kita membutuhkan pembinaan. Jika tidak, kita tidak akan menjadi instrumen yang baik, kita benar-benar tak berguna [60] Menerapkan ini pada karya kerasulan kita, itu berarti bahwa kita akan menjadi orang berguna kalau kita memiliki dan memupuk iman yang hidup dan yang telah dipahami, karena hanya dengan demikian kita dapat melayani karya kerasulan Opus Dei dan pembinaan doktrin orang-orang lain.

Yakin bahwa kebutuhan ini akan terus ada, St Josemaria menetapkan pedoman untuk pembinaan doktrin keagamaan bagi para umat anggota Opus Dei dan telah mengembangkannya secara bertahap. Mari kita renungkan dalam percakapan kita dengan Tuhan, apa yang St Josemaria katakan pada kita. Tujuan korporat kita adalah kesucian dan kerasulan. Untuk mencapai ini, terutama kita membutuhkan pembinaan. Untuk kesucian , kita perlu doktrin, untuk kerasulan doktrin. Dan doktrin membutuhkan waktu, di tempat yang tepat, dan menggunakan sarana yang tepat pula. Tuhan tidak akan memberi kita wahyu luar biasa, dan kita juga tidak dapat mengharapkan itu dari-Nya, karena Dia telah memberi kita sarana-sarana manusiawi: bekerja dan belajar. Oleh karena itu pembinaan doktrin memerlukan studi. [61]

Roh Kudus, Sang Penghibur, tinggal dalam jiwa melalui rahmat, bersama-sama dengan Bapa dan Putra, sungguh Dialah (bagi mereka yang mendengarkan suara-Nya dan taat kepada inspirasi-Nya) yang membuat "ajaran Yesus menembus roh dan hati manusia." [62] .

Yesus Kristus sendiri menyebut Dia Roh Kebenaran, dan meyakinkan kita: Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku . (Yoh 16:13-14).  Beato Yohanes Paulus II, dalam komentar atas ayat Injil ini, menjelaskan: "Jika Yesus berkata tentang dirinya sendiri: 'Akulah Kebenaran', ini adalah kebenaran Kristus yang diperkenalkan dan dinyatakan oleh Roh Kudus (...). Roh adalah Cahaya hati: Lumen córdium, seperti kita sebutkan di Sekuensia Pentakosta. " [63]

Kita, umat Kristiani adalah mahkluk yang paling bebas dari semua ciptaan Allah jika kita tidak membiarkan diri terseret oleh aliran yang tak menentu di suatu zaman. Gereja mendorong

anak-anaknya untuk berperilaku sebagai orang Katolik yang bertanggung jawab dan penuh kesadaran, sehingga pikiran dan hati tidak akan salah langkah dan mengambil arah yang berbeda, tetapi bekerja sama secara harmonis dan ajek. Kemudian setiap saat kita akan melihat dengan jelas apa yang harus kita lakukan dan tidak akan membiarkan diri kita terseret (karena kelemahan karakter atau sikap pengecut dalam mengikuti hati nurani kita) dengan kecenderungan dan mode zaman : " sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan ”. [64]

Menyelami ajaran iman Katolik

35. Jika kita ingin mengenal dan mengasihi Allah, jika kita ingin orang lain mengenal dan mencintai Dia, sangatlah penting bahwa ajaran Katolik terus menerangi pikiran dan mendorong kehendak kita.  Di masa kini, di mana kebudayaan yang dominan menjauh dari Allah, ini adalah  suatu kewajiban yang sangat penting.

Maka sudah selayaknya kita tidak mengabaikan hal apa pun di dalam pembinaan dalam doktrin agama Katolik. Jangan sampai melalaikan studi, dan khususnya studi teologi, sesuai dengan situasi kalian masing-masing, untuk memperoleh intelléctus fidei yang telah saya bicarakan. Kita harus merasakan daya tarik yang kuat dan penuh sukacita dari fides quaerens intelléctum, [65] dengan terang iman akal budi akan menuntun kita untuk menyelami apa yang kita imani. Apabila teologi sungguh dipelajari tidak secara rutin atau dihafalkan saja, tetapi sebagai bagian hidup, maka teologi akan membantu akal budi sehingga kebenaran iman sungguh merupakan miliknya dan orang berpikir dalam iman dan dari iman. Itulah satu-satunya cara untuk mengatasi masalah-masalah rumit yang timbul dalam kehidupan profesional dan dalam perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Justru karena kalian berkehendak bebas, putra-putriku, dan karena kalian membuat keputusan dan bertindak dengan otonomi penuh, maka usahakan untuk membina akal budi dan hati nurani dengan baik, sehingga kalian memiliki pengetahuan yang kaya, tidak hanya dalam ilmu pengetahuan manusia, tetapi juga dalam bidang teologi yang akan memberi kalian kemampuan untuk berpikir, memutuskan dan bertindak sebagai umat Kristiani.

Kita harus memperkaya pikiran kita, sehingga kita mampu memahami aspek-aspek ajaran Katolik yang relevan dalam bidang profesional, atau yang saat ini merupakan tema-tema penting dalam masyarakat. Isu-isu tersebut berbeda dari tempat ke tempat, namun ada beberapa yang saat ini relevan di mana-mana, yaitu, tema yang berhubungan dengan perkawinan, keluarga, pendidikan, bioetika, dll.

36.  Maka, berulang kali saya mengingatkan kalian untuk terus meningkatkan standar

pengajaran dan spesialisasi dari staf Sudia Generália Prelatur Opus Dei, untuk mendorong penelitian yang bermutu tinggi di universitas di mana Opus Dei menyediakan pembinaan spiritual, dan untuk mendirikan kelompok interdisipliner, misalnya, dokter, ahli biologi, pengacara, filsuf, dan sosiolog untuk mengatasi masalah-masalah itu dari sudut pandang apostolik.

Begitu pula, anggota-anggota Prelatur Opus Dei dapat membentuk suatu kelompok, bersama dengan orang-orang lain dalam lembaga-lembaga pendidikan negeri atau swasta, di mana mereka bekerja. Dan banyak orang, meskipun mereka tidak bekerja di bidang-bidang tersebut, juga dapat memberi butir-butir kontribusi dengan menciptakan opini publik yang sehat, yang menghormati hukum kodrat dan penuh dengan gagasan Kristiani, melalui massa media. Kalian telah mendengar saya berbicara bahwa sepucuk surat yang sederhana atau e-mail ke sebuah surat kabar untuk menjelaskan beberapa pokok dari ajaran Katolik dengan jelas (dengan karunia lidah) dan menarik, kadangkala lebih efektif daripada sebuah risalah yang berat. Apabila pers di suatu negara dan suatu badan dari opini publik menyajikan suatu gambaran dari Gereja yang tidak benar, atau membuat kampanye sektarian secara terbuka, umat Katolik tidak bisa berpangku tangan: kita harus bereaksi terhadap pelanggaran ini, demi keadilan terhadap Allah dan masyarakat, untuk membuka kedok sifat sejati mereka dan menuntut agar Gereja dihormati sebagaimana layaknya, sekaligus kita juga tidak menutupi adanya kesalahan-kesalahan dari beberapa anggota Gereja.

Untuk ini, saya ulangi, kita harus menyadari betapa penting bagi kita untuk meningkatkan pembinaan teologis terus-menerus, dan (sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu) berusaha memahami lebih dalam isu-isu zaman ini yang berkaitan dengan kebenaran fundamental dari wahyu. Kita harus memanfaatkan dengan baik kelas dan konferensi filsafat, teologi dan hukum kanonik dengan menghadiri penuh perhatian, tepat waktu, dan berusaha untuk mengambil manfaat sebanyak mungkin. Selain itu, kegiatan pembinaan ini juga merupakan kesempatan untuk menawarkan katekese rohani dan doktrin yang dicari para umat.

37.  Dalam katekese tentang para Pujangga Gereja, Paus Benediktus XVI menjelaskan suatu hal yang sangat relevan bagi zaman ini. Bapa Suci mengatakan bahwa kekeliruan besar dari kepercayaan-kepercayaan zaman kuno adalah bahwa mereka tidak mengikuti jalan yang telah diukir dalam hati manusia oleh Kebijaksanaan Ilahi. Maka dari itu, kemunduran agama kafir tak terelakkan. Itu adalah akibat logis dari pemisahan antara kebenaran tentang keberadaan (the truth of being ) dan agama, yang hanya merupakan kumpulan upacara, kebiasaan dan adat istiadat buatan sendiri. [66] Dan Bapa Paus menambahkan bahwapara Pujangga dan Penulis Kristiani perdana, justru memilih kebenaran tentang keberadaan (the truth of being )melawan mitos-mitos tradisional [67] . Bapa Paus mengutip ayat dari tulisan Tertulianus: Dominus Noster Christus veritátem se, non consuetúdinem, cognominávit- Kristus menyatakan bahwa Dia adalah kebenaran, bukan suatu mode [68] Dan Bapa Suci memberi komentar: perlu dicatat bahwa istilah consuetúdo , digunakan di sini oleh Tertullian untuk mengacu pada agama kafir dan dapat diterjemahkan dalam bahasa modern sebagai: ‘tren budaya’,’ mode masa ini’. [69]

Kita tidak boleh ragu-ragu bahwa, walaupun relativisme jelas telah berhasil mempengaruhi beberapa bidang, namun cara berpikir dan cara penyebaran kerancuan ini akhirnya akan runtuh seperti rumah dari karton, karena tidak bersandar pada kebenaran Allah Pencipta dan Pemelihara yang menuntun jalan sejarah. Pada saat yang bersamaan, apa yang terjadi di sekitar kita harus memacu kita untuk tidak menyerah, atau membiarkan begitu saja orang-orang yang penuh dengan kekecewaan, tidak lagi mengerti makna hidup ini.

PERSEKUTUAN DENGAN KRISTUS MELALUI DOA DAN PENGURBANAN

38.  St Josemaria sering mengutip dan merenungkan kata-kata St Ignatius dari Antiokhia, yang ditulis dalam perjalanannya ke Roma untuk wafat sebagai martir, yang menggambarkan dirinya sebagai "gandum Allah, "untuk digiling oleh gigi binatang buas" supaya saya dapat berkenan menjadi roti Kristus yang murni. " [70] Kita umat Kristiani harus menyadari bahwa kita juga "gandum Allah," karena kita memiliki kewajiban untuk memberi makanan rohani kepada mereka yang datang pada kita .

Kita harus yakin bahwa Tuhan menghendaki kita menjadi "roti Kristus" untuk memuaskan rasa lapar jiwa-jiwa. Untuk itu, kita harus membiarkan diri kita digiling, ibarat biji-biji gandum, tanpa melawan. Kita harus menggunakan semua sarana yang Allah sediakan (dengan sungguh-sungguh,  tidak hanya setengah hati) untuk memoles kita, untuk menghaluskan segi-segi kasar dari pribadi kita, untuk memberantas ‘ego’ dari sikap interior maupun exterior (demi cinta kasih, meskipun sulit)  yang kita sayangi secara berlebihan. Dari pengalaman pribadi, kita tahu bahwa pemurnian ini sangat diperlukan, jika kita ingin mendapatkan buah-buah adikodrati yang kita dambakan. Sang Guru menjelaskan dengan grafis: kecuali biji gandum jatuh ke bumi dan mati, tetap saja, tetapi jika mati, ia berbuah banyak (Yoh 12:24).

Persekutuan dengan Kristus di kayu Salib

39.  Yesus menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran . (1 Tim 2.4) Ambisi yang suci ini harus mempengaruhi perilaku kita: segala sesuatu yang kita lakukan harus ditandai dengan karakter apostolik pada setiap saat dan di semua tempat. Dengan demikian, setiap anggota Opus Dei, bahkan apabila tidak mampu melakukan kerasulan secara langsung (karena sakit, atau pindah lingkungan, atau karena tidak mengenal bahasa, dll), masih dapat melaksanakan karya kerasulan yang menghasilkan buah. Kita semua dapat melakukannya, jika kita berusaha menjalin hubungan dengan Allah melalui Norma-norma kesalehan, menyelesaikan pekerjaan kita dengan baik, mempersembahkan pekerjaan kepada Tuhan setiap hari dalam Misa Kudus. Tuhan mengharapkan kita mempersembahkan matiraga dan kesulitan-kesulitan kecil, seperti detakan jantung. [71]

Persekutuan dengan Yesus di kayu salib adalah penting untuk melaksanakan program kerasulan ini. Tidak mungkin mengikuti Kristus tanpa penyangkalan diri, tanpa memupuk semangat matiraga, tanpa berbuat penitensi tertentu. Bapa Suci menyatakan bahwa semua umat Kristiani diundang untuk memahami, menghayati kemuliaan Yang Tersalib dan memberi kesakasian dengan hidupnya. Salib –yakni penyerahan diri Putra Allah- adalah "tanda" defintif yang utama yang diberikan kepada kita supaya kita dapat memahami kebenaran tentang manusia dan kebenaran tentang Allah: kita semua telah diciptakan dan ditebus oleh Allah yang mengorbankan Anak tunggal-Nya demi cinta. Oleh karena itu, seperti yang telah saya tulis di Surat Ensiklik  Deus Caritas Est ,’ penyaliban adalah puncak dari Allah melawan dirinya sendiri, di mana Dia menyerahkan Diri untuk mengangkat dan menyelamatkan manusia. Ini adalah cinta dalam bentuk yang paling radikal. " [72]

Masuk ke dalam Luka-luka Kristus

40.  Kita sering mendengar St Josemaria menggunakan ilustrasi berikut ini. Dia mengatakan bahwa jika kita ingin berjalan di samping Sang Guru kita harus menjadi benih yang berada di tangan Kristus  yang terluka, dan kemudian Sang Penabur Ilahi akan melemparkan benih itu ke dalam alur. Sang Penabur memasukkan tangannya ke dalam karung besar dan kemudian menarik keluar penuh dengan bulir-bulir gandum berwarna keemasan yang bersinar-sinar, yang Ia lemparkan jauh-jauh.  Begitulah, kita semua harus menyerahkan diri kita, tanpa mencari kompensasi apapun di bumi, atau mencari-cari masalah yang sebenarnya tidak ada . Namun, sebagaimana dikatakan dalam Injil, biji gandum harus jatuh ke tanah dan mati (seolah-olah) supaya menghasilkan buah. Hanya dengan demikian kita akan menjadi benih yang baik yang Tuhan kehendaki untuk ditaburkan, untuk membuka jalan-jalan ilahi di muka bumi. [73]

Dengan terang dari renungan ini, mari kita memeriksa hati nurani kita untuk melihat apakah kita benar-benar berusaha bertobat dan berbuat silih, yakin bahwa tindakan tak ada artinya tanpa doa. D oa akan lebih berarti dengan pengorbanan [74] . Mari kita memohon kepada Tuhan hasrat untuk penyerahan diri yang lebih besar setiap hari, untuk mengabdikan diri kita dengan sukarela demi kesejahteraan jiwa-jiwa. Dan itu dapat terjadi, asal saja kita berusaha setiap hari dalam Misa Kudus, memperbaharui keinginan untuk menjadi hosti hidup dalam persekutuan dengan Kristus.

Tidak ada yang dapat menyangkal keagungan dan pentingnya kesempatan yang kita miliki ini, yakni menjadi hosti dengan Kristus. Mari kita memupuk keinginan suci ini dalam percakapan pribadi kita dengan Tuhan. Mari kita mohon kepada Yesus, melalui Bunda-Nya yang Kudus, guru iman, untuk memberi kita rahmat untuk memperbaharui semangat kerasulan kita sehari-hari, dan marilah kita mewujudkan resolusi-resolusi ini dalam perbuatan sesuai dengan saran-saran yang kita terima dalam bimbingan rohani.

Dengan demikian, Yesus akan benar-benar menggenggam kita di tangan-Nya yang terluka dan, setelah merendam kita dengan Darah-Nya yang Mahaindah, sebagaimana St Josemaria katakan, tanpa meninggalkan tempat di mana Dia menempatkan kita, Dia akan melemparkan kita jauh-jauh: pengabdian diri kita akan berbuah di tempat-tempat yang dekat maupun jauh, Dia akan memanfaatkan pekerjaan dan waktu istirahat, sukacita dan penderitaan kita, kata-kata dan keheningan kita, untuk menyebarkan benih ilahi ke dalam hati berjuta-juta manusia. Dan kita akan menjadi roti untuk altar dan roti untuk meja perjamuan: ilahi dan manusiawi [75] Dan Yesus akan berbuat mukjizat-mukjizat baru dan besar, seperti yang Dia lakukan dahulu, dalam jiwa dan raga orang-orang yang mencari-Nya, ketika orang banyak itu berusaha menjamah Dia, karena ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya. (Luk 6:19).

Berdoa kepada Roh Kudus

41. Seperti Tuhan Yesus mewartakan Kabar Gembira didorong oleh Roh Kudus (bdk. Lk

4:14), begitu pula kita umat Kristiani harus berpaling kepada Roh Kudus, dengan penuh kepercayaan, sebagaimana dianjurkan oleh Beato Paus Yohanes Paulus II ketika mendekati Tahun Yubileum 2000. "Tugas yang utama," tulisnya dalam sebuah Surat Apostolik, "(...) mencakup apresiasi baru atas kehadiran dan kegiatan Roh Kudus, yang berkarya dalam Gereja baik dalam Sakramen, khususnya di Sakraman Konfirmasi, maupun dalam berbagai karisma, tugas dan pelayanan yang Dia anugerahkan demi kesejahteraan Gereja. " [76]

Maka sudah sewajarnya, dalam kerasulan pribadi dan dalam setiap kegiatan apostolik, pertama-tama dan terutama kita mengandalkan Roh Kudus yang tak henti-hentinya berkarya untuk penyucian jiwa-jiwa, meskipun Dia melaksanakan karya-Nya itu dalam keheningan. Pada "zaman kita juga (...) Dia adalah pelaku utama dalam karya evangelisasi baru (...), Dia yang membangun Kerajaan Allah dalam perjalanan sejarah dan mempersiapkan penampakan penuh dari Kerajaan Allah dalam Yesus Kristus, akan menyentuh hati orang-orang dan mempercepat

di dunia ini benih-benih keselamatan yang akan datang sepenuhnya pada akhir zaman [77] . "Hendaknya kita tidak pernah meragukan hal ini: apabila kita mohon bantuan Roh Kudus dengan penuh kepercayaan, Dia akan mengilhami kita dengan kata-kata yang tepat, saran-saran tepat pada waktunya, cara menegur orang yang salah dengan penuh kasih sayang dan rendah hati sehingga orang itu bersedia memperbaiki diri.

Oleh karena itu, mari kita berupaya dengan serius untuk mengembangkan hubungan dan percakapan dengan Roh Kudus, karena, seperti St Josemaria ajarkan, ketika ia berbicara tentang cara Allah berkarya dalam diri anak-anak yang setia, Tuhan tidak hanya lewat, Ia sungguh tinggal dalam diri kita. Boleh dibilang Dia berada di pusat jiwa kita yang menerima rahmat, dan memberi makna adikodrati pada tindakan-tindakan kita, selama kita tidak menentang dan mengusir-Nya dengan dosa. Tuhan tersembunyi di dalam diri kalian dan dalam diri saya, dalam diri setiap orang . [78]

Senjata doa

42. Mari kita membaca lagi kata-kata Beato Yohanes Paulus II pada hari kanonisasi

Pendiri Opus Dei. "Untuk memenuhi misi yang berat itu, harus ada pertumbuhan batin yang konstan, ditopang dengan doa. St Josemaría adalah seorang guru dalam doa, yang dianggap olehnya sebagai 'senjata' yang luar biasa untuk menebus dunia. Dia selalu menganjurkan: 'Pertama-tama doa; setelah itu berbuat silih atas dosa-dosa; baru kemudian pada urutan  ketiga, -benar-benar pada ‘urutan yang ketiga ‘-adalah tindakan '(Jalan, 82). Ini bukan suatu paradoks, "Bapa Paus melanjutkan," tapi kebenaran abadi: kesuburan karya kerasulan terutama terletak dalam doa dan dalam kehidupan sakramental yang intens dan konstan. Pada hakikatnya, inilah rahasia kesucian dan rahasia sukses para kudus yang sejati. " [79]

Inilah sikap spiritual yang dipraktikkan oleh iman yang suci, Bapa kita , sejak Allah masuk dalam jiwanya untuk pertama kali, seperti yang dapat dilihat dengan jelas pada tahun-tahun awal Opus Dei, ketika semua masih harus dibangun. Pada tahun 1930, ketika Opus Dei masih seperti bayi yang baru lahir, St Josemaria menulis kepada Isidoro Zorzano, satu-satunya anggota Opus Dei (selain St Josemaria sendiri) pada waktu itu, dengan kata-kata yang akan terus berlaku: Jika kita ingin menjadi orang seperti yang Tuhan kehendaki , ia menulis, dengan teguh kita harus hidup berdasarkan, terutama pada doa dan silih ( pengurbanan). Berdoalah , saya ulangi. Jangan melalaikan doa renungan begitu engkau bangun tidur, dan setiap hari persembahkanlah sebagai silih segala pengurbanan dan apa saja yang menjengkelkan hati pada hari itu [80]

Mari kita mengikuti pokok-pokok yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kehidupan iman kita dan memenuhi misi supranatural yang telah dipercayakan oleh Sang Guru kepada umat Kristiani. Pertama-tama, hubungan pribadi dan percakapan kita dengan Yesus Kristus perlu berkembang setiap hari. Baik di tengah pekerjaan profesional yang paling menuntut, maupun dalam keheningan di suatu kapel atau gereja, di tengah lalu lintas, dan juga pada saat-saat liburan atau istirahat, dan, tentu saja, di dalam tugas-tugas keluarga, dalam keadaan sakit dan di tengah-tengah kesulitan,-selalu!- kita harus berbicara dengan Tuhan Allah dengan segenap jiwa kita, hati kita, indera kita dan bibir kita, berupaya untuk mengubah segala sesuatu yang kita lakukan menjadi doa yang berkenan kepada Tuhan, seringkali tanpa kata-kata. Tapi, saya menekankan,

doa adalah buah dari kehidupan iman. Iman yang besar diperlukan untuk sungguh-sugguh memohon kepada Tuhan, dengan keyakinan, seperti St Josemaria Yesus, katakan sesuatu, katakan sesuatu padaku, ya Yesus!

Jangan lupa bahwa orang yang benar-benar berdoa akan membuat kemajuan dalam kerendahan hati, memiliki sukacita sebagai anak Allah, merasakan urgensi untuk merasul setiap hari; selalu bertindak dengan ramah dan mudah didekati orang, tahu melayani, tidak menarik perhatian orang, dan bersikap patuh dalam bimbingan rohani.

Garam matiraga

43. Sesuatu yang tak dapat dipisahkan dari percakapan kita dengan Tuhan adalah matiraga, yang akan membumbung tinggi kepada Tuhan sebagai doa dari panca indra. Banyak orang takut akan kata "silih" dan membayangkan segala macam penderitaan yang tak tertahankan. Itu sama sekali tidak benar. Biasanya, Allah hanya meminta kita menunjukkan semangat tobat dengan memenuhi tugas-tugas hidup menurut keadaan kita masing-masing, dengan tekun, penuh sukacita walaupun sulit, dan dengan kesetiaan penuh dan heroik dalam hal-hal kecil.

St Josemaria menjalankan matiraga yang luar biasa (seperti yang dikehendaki Allah darinya) dengan murah hati, karena ini merupakan bagian dari misinya sebagai seorang pendiri. Namun, dia juga sangat mementingkan pengurbanan-pengurbanan kecil, tapi penuh kasih. Dia menjelaskan ini dalam beberapa catatan singkat yang dibuat pada tahun 1930, tentang cara ia melakukan pemeriksaan batin. Silih: Bagaimana saya menerima kesulitan-kesulitan yang datang dari tangan Tuhan hari ini? Dan kesulitan  yang disebabkan oleh karakter kawan-kawan saya?, Yang disebabkan oleh kelemahan saya sendiri? Apakah saya juga  telah mempersembahkan sebagai silih kepada Tuhan rasa sedih  karena saya begitu sering melukai hati-Nya ? Apakah saya mempersembahkan rasa malu dan rasa rendah diri ketika saya menyadari bahwa sedikit sekali kemajuan yang saya buat dalam mencapai kebajikan? [81]

Dunia saat ini khususnya sangat membutuhkan -dan akan selalu membutuhkan-jiwa-jiwa yang mencintai pengurbanan dan yang menerima penderitaan dengan sukarela demi cinta kepadaTuhan. Di setiap waktu pengurbanan seperti itu juga merupakan senjata untuk menang dalam melawan hedonisme, yang telah meminta banyak korban antara umat Kristiani dan

juga orang non-Kristiani; melawan perhatian yang berlebihan yang diberikan pada jasmani dan

pada panca indra. Mari kita mempertimbangkan bahwa, agar dapat mengatasi keterikatan yang berlebihan pada ego, kita perlu membuat indra internal dan external, kemampuan, jiwa dan raga kita menjadi suatu persembahan, suatu kurban bakaran yang sungguh-sungguh dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus Kristus.

Kita harus mempersembahkan hidup kita, pengabdian tanpa perhitungan, sebagai penitensi atas dosa-dosa kita, dosa-dosa semua orang, saudara-saudara kita, atas dosa-dosa yang dilakukan sepanjang zaman, dan juga yang dilakukan dari sekarang sampai kiamat. Dan, terutama penitensi untuk para umat Katolik, mereka yang terpilih oleh Allah dan tidak menanggapi dengan baik, yang mengkhianati cinta preferensial yang telah Allah tunjukkan pada mereka [82]

Kita harus menambahkan lagi satu aspek yang sering dikatakan oleh Bapa kita : yakni berjuang untuk menang, dengan optimisme yang penuh harapan, dalam kepastian bahwa Allah akan memberi kita kemenangan karena iman kita, kepercayaan kita pada-Nya, dan cinta kasih kita kepada Allah dan kepada jiwa-jiwa.

44.  Kata-kata St Josemaria itu membantu kita untuk menjalani matiraga dalam hal-hal yang biasa dengan murah hati. Kita semua perlu memurnikan diri kita tanpa ragu-ragu: hanya dengan demikian kita akan mampu menyembuhkan lingkungan hidup kita, dengan sukacita sebagai anak-anak Allah. Silih, dan, lebih dari silih , Cinta. Cinta seperti besi membara yang membakar kecemaran jiwa kita ', dan seperti nyala api untuk membakar dengan api ilahi apa yang tak layak dalam hati kita. [83] .  Saya juga ingin menyarankan, jika kita merasa takut, hendaknya kita merenungkan Yesus pada waktu Sengsara-Nya, yang diderita demi cinta kepada kita. Setelah itu ... apakah engkau masih takut berbuat silih? [84]

Menggunakan parameter dasar dari kehidupan Kristiani, mari kita bangkitkan  dalam diri sesama kebutuhan yang mendesak untuk karya kerasulan yang khusus dan berkesinambungan dengan tua dan muda, dengan yang sehat dan yang sakit, dengan orang-orang yang selalu berhubungan dengan kita dalam pekerjaan kita sehari-hari, dalam hubungan persahabatan,  hobi, dll, -semua koneksi yang membentuk jaringan hidup di lingkungan kita. Mari kita mohon pada Bunda Maria untuk memberi kita semangat kerasulan yang lebih besar pada bulan-bulan mendatang, supaya kita dapat menyebarkan sukacita iman akan Allah, dan supaya kita dapat terus melaksanakan kerasulan. Mari kita juga memohon pada-Nya agar mendapatkan rahmat berlimpah dari Putra-Nya sehingga banyak orang, pria dan wanita, yang akan membuka hati mereka kepada rahmat Allah tanpa menyembunyikan apapun dari-Nya, dan bertekad untuk berjalan bersama Kristus menuju ke kebahagiaan penuh yang telah Dia siapkan bagi setiap orang untuk selama-lamanya.

TUGAS KERASULAN

45. "Misi," tugas merasul, yang Allah percayakan kepada kita, hanya dapat dilaksanakan dari dalam "kehidupan iman" yang telah kita bicarakan tadi: kehidupan iman yang harus menjadi suatu "Penampakan" iman. Imanlah- yakni ajaran iman dan hidup- yang memberi kekuatan dan efektivitas pada kehidupan Kristiani dan membuatnya begitu menarik, seperti yang telah disaksikan oleh sejumlah orang tak beriman yang mengharapkan- tapi mungkin tanpa berbuat apa-apa untuk memenuhi harapan ini- bahwa mereka juga bisa memiliki kebahagiaan dan ketentraman, ketenangan pikiran, yang mereka lihat dalam diri umat beriman.

Kita harus melaksanakan kerasulan kita dari dalam kebajikan iman, seperti yang telah saya katakan tadi. Oleh karena itu setiap hari kepercayaan kita kepada Tuhan tidak boleh berkurang. Kita perlu banyak berbuat silih atas pelanggaran terhadap Allah dan untuk semua yang merugikan jiwa-jiwa. Putra-putriku , kita akan menyadari kebutuhan yang mendesak untuk terus berbuat silih melalui kerasulan yang kita lakukan: silih adalah seperti tes lakmus yang tak akan gagal dalam menunjukkan berapa dalam perasaan Kristiani dalam diri kita, kesungguhan dari kesedihan kita melihat keadaan masyarakat masa kini. Mari kita mempersembahkan silih dengan penuh kesadaran, sebagaimana Bapa kita katakan, bahwa kita sendiri juga mampu melakukan segala kesalahan dan keburukan dari orang-orang yang paling berdosa, jika kita melepaskan diri dari tangan Tuhan. Mari kita menolak setiap keinginan untuk bersikap non-aktif. Mari kita masing-masing, dan semua bersatu dalam pandangan kerasulan, berdoa kepada Tuhan bagi orang-orang yang berpandangan sama dengan kita.Mari kita mulai menabur perdamaian tanpa rasa takut, dengan menggunakan segala cara yang sah untuk membawa bunyi lonceng Gaudium cum pace , sukacita dan damai, ke penjuru bumi yang terjauh.

Semua orang di tempat masing-masing

46. Jika kita memperkuat dasar-dasar dialog kita dengan Tritunggal Mahakudus dengan iman yang tekun dan teguh, maka karya apostolik kita akan efektif. Mari kita memanfaatkan setiap kesempatan untuk melayani jiwa-jiwa yang kita jumpai, dan terdorong oleh harapan besar untuk menciptakan lebih banyak kesempatan yang serupa. Mari kita berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan kita, apa pun jenisnya, dengan niat yang baik dan benar, waspada atas diri kita sendiri supaya tidak ada setetes pun dari kesombongan akan menyerap dalam pekerjaan kita. Niat kita yang baik dan benar tidak boleh hilang atau berkurang dalam pekerjaan kita sehari-hari. Dengan demikian, setiap kegiatan, yang diselesaikan dengan baik dan dipersembahkan ke Surga, akan merupakan suatu persekutuan dengan Yesus Kristus, dan akan memberi kontribusi yang besar bagi kesatuan kehidupan kita.

Di jantung karya evangelisasi masyarakat yang baru, setiap orang telah ditempatkan di posisi tertentu oleh Penyelenggaraan Ilahi. Tapi kita tidak bisa bersikap pasif, atau merasa puas dengan hanya berusaha supaya kita sendiri tetap setia; kita harus keluar untuk berjumpa dengan jiwa-jiwa, untuk melayani mereka, di mana mereka berada, di ribuan titik pertemuan dalam masyarakat -di universitas, di sekolah, di tempat kerja dan di kegiatan rekreasi, dalam keluarga- untuk memberi pembinaan Kristiani yang dibutuhkan. Hendaknya kita merasakan desakan suci untuk berkontribusi dalam karya Gereja di dunia, meniru hidup umat Kristiani perdana.  Kadang-kadang hambatan muncul di hadapan kita. Itulah saatnya untuk menerapkan dalam diri kita sendiri beberapa paragraf dari surat St Josemaria yang ditujukan kepada semua tanpa perkecualian:

Sudah sewajarnya, anak-anakku, bahwa kadang-kadang (...) kalian merasakan kelemahan sendiri dan berpikir: "Semua karya kerasulan ini, harus kulakukan? Aku  yang sangat papa ini? Aku yang penuh dengan kesalahan dan kegagalan? " Pada saat-saat seperti itu saya meminta kalian membuka Injil Santo Yohanes dan merenungkan perlahan-lahan bagian yang menceritakan mukjizat penyembuhan seorang yang buta sejak lahir. Lihat, bagaimana Yesus membuat lumpur dari debu tanah dan ludahnya, dan mengolesnya pada mata orang buta itu untuk memberinya terang (cf. Yoh 9:6). Tuhan menggunakan sedikit lumpur sebagai salep mata (...). Dengan pengetahuan akan kelemahan kita, kekosongan kita, tetapi dengan rahmat Allah dan kemauan baik kita, kita adalah obat untuk memberi terang, kita-walaupun  tetap merasakan kekerdilan manusia- menjadi kekuatan Allah bagi orang lain. [85]

Beberapa dari kalian memiliki kemampuan untuk memberi kontribusi secara lebih langsung pada pembangunan budaya yang baru, perundang-undangan baru, cara-cara baru - saya telah menyebut ini beberapa kali- yang dijiwai oleh semangat Injil, yang harus dipromosikan tanpa henti. Tetapi, saya tekankan lagi, kita semua telah ditempatkan di posisi tertentu dalam pertempuran demi cinta dan kedamaian ini . Setiap orang, baik di garis depan atau belakang, berada dalam posisi untuk melaksanakan kerasulan yang langsung yang, dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, akan memberi kontribusi yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Seperti ragi dalam adonan

47. Bila, pada saat tertentu, kalian lebih merasakan beban lingkungan yang berat di tempat kerja, antara sanak saudara, dalam lingkaran teman-teman dan kenalan maka, ingatlah dengan rasa tanggung jawab yang dalam bahwa Allah memanggil orang-orang Kristiani menjadi ragi dalam adonan.  " Hal Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya." (Mat 13:33).Dan St. Yohanes Krisostom menjelaskan: "Sama seperti ragi mentransmisikan kekuatannya pada adonan roti, begitu juga kalian harus mengubah seluruh dunia. " [86]

Itulah cara Allah bertindak, dan akan terus bertindak dalam sejarah dunia. Dia dapat

membuat semua orang tunduk dan sujud di kaki-Nya, karena tidak ada makhluk yang mampu menentang Kekuasaan-Nya. Tetapi, seandainya Dia berbuat demikian, Dia tidak menghormati kebebasan yang Dia sendiri telah berikan pada kita, manusia. Maka, Tuhan tidak mau menaklukkan dengan kekuasaan, tetapi meyakinkan dengan cinta, dan dengan kerjasama yang antusias dan bebas dari orang-orang, yang mengetahui bahwa Sang Guru prihatin akan banyak orang,  yang berkelana seperti domba tanpa gembala. Dia tidak mau memaksakan Kebenaran-Nya seperti seorang yang lalim, tetapi Dia juga tidak bersikap acuh atas ketidaktahuan masyarakat atau atas penyelewengan moral. Dan bapa keluarga yang baik itu mengundang kita ke perjamuannya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh . (Luk 14:23): compélle intráre! "

“Meskipun Kristus yang tetap tinggal di satu tempat, dapat menarik orang-orang kepada-Nya, untuk datang mendengarkan khotbah-Nya, Dia tidak berbuat demikian; Ia memberi contoh bagi kita, supaya kita juga keluar dan pergi mencari mereka yang hilang, seperti seorang gembala yang mencari domba yang hilang, seperti seorang dokter yang pergi mengunjungi orang sakit. " [87]

Dengan cara kerja yang konstan, akan ada pertobatan yang tak terhitung jumlahnya selama Gereja membuka jalan di dunia ini. Jarang terjadi pertobatan-pertobatan sebagai akibat dari tindakan seorang individu yang luar biasa atau sebagai hasil dari strategi yang yang direncanakan dengan baik. Pertobatan terjadi sebagai akibat dari contoh yang baik yang diberikan oleh orang-orang, pria dan wanita, bahkan seluruh keluarga, yang dengan bantuan rahmat menghayati iman dengan penuh kewajaran dan terus-menerus dan yang mampu memberi penjelasan atas harapan mereka (lih. 1 Pet 3:15).

Betapa besar tanggung jawab umat Kristiani, betapa besar tanggung jawab kita semua! Begitu banyak karya agung yang efektif dan menarik tergantung pada perilaku kita, pada semangat kerasulan kita. "Kalau orang lain kehilangan gairah, kalian harus membantu mereka mendapatkannya kembali. Tetapi jika itu terjadi pada kalian, maka dengan kegagalan ini, kalian akan menyeret turun orang lain juga. Dari sebab itu, semakin besar tugas yang diberikan pada kalian semakin besar gairah dan semangat yang harus kalian miliki. " [88] .

Ke tempat yang dalam!

48. Sejak awal Opus Dei, karya kerasulan anggota Opus Dei, para Kooperator dan teman-teman, timbul di jantung Gereja sebagai instrumen di tangan Tuhan untuk melaksanakan pelayanan yang besar di seluruh dunia, kendati kelemahan-kelemahan kita. Gratias Tibi, Deus-Syukur pada-Mu ya Allah! - kita harus terus berseru. Dan pada saat yang bersamaan kita harus berbuat lebih banyak. Duc di Altum! (Luk 5:4): " Bertolaklah ke tempat yang dalam ! Mari kita terus maju tanpa rasa takut atau ragu-ragu, selalu mengandalkan perintah Sang Guru, penuh dengan iman yang teguh akan Allah. Betapa besar panorama kerasulan yang terbuka bagi kita dalam Tahun Iman ini! Terserah pada kita masing-masing untuk memanfaatkannya. Karya kerasulan dapat dilakukan di setiap situasi di mana kita berada, asalkan kita selalu mengutamakan doa permohonan kepada Allah untuk orang-orang dan intensi tertentu.

Mari kita memikirkan bidang-bidang yang paling membutuhkan evangelisasi baru yang saya sebutkan di atas, dan, dengan pandangan tertuju pada Tahun Iman, mari kita meninjau cara kita bertindak untuk membawa rasa Kristiani pada keluarga kita, pada lingkungan profesional di mana kita bekerja, lingkungan budaya, sosial atau rekreasi kita. Mari kita memeriksa diri dengan berani, dan menarik konsekuensi untuk situasi pribadi kita, tanpa menyerah pada rasa kawatir yang tak ada gunanya, tetapi bila perlu dengan penuh penyesalan. Kadangkala mungkin kita menyimpulkan bahwa kita kurang giat; bahwa kita dapat berdoa lebih intens, lebih penuh kepercayaan dan lebih tekun, atau bahwa mungkin kita tidak mempersembahkan pengurbanan dengan ikhlas, atau bahwa kita harus lebih menuntut diri dalam percakapan kita dalam melayani orang lain, atau bahwa kita telah mengabaikan pembinaan doktrin kita. Pada kesempatan lain kita bersyukur karena Tuhan telah memilih kita sebagai instrumen untuk menarik jiwa-jiwa kepada-Nya. Mengakui semua ini, tidak akan menyebabkan kita putus asa, justru harus memacu kita untuk memohon dari Surga anugerah iman yang lebih hidup dan memulai lagi. Nunc coepi! St Josemaria sering mengatakan, dengan kata-kata dari Mazmur: sekarang saya mulai, perubahan ini terjadi karena tangan kanan yang Mahatinggi ( Mzm 77:10, Vg.). Beginilah seharusnya reaksi kita, apabila hasil yang kita peroleh tidak sesuai dengan keinginan kita, dan bahkan bila kelemahan-kelemahan kita, atau upaya kita yang sia-sia tampak begitu jelas. Solusinya adalah memulai kembali: eúntes docéte! pergilah dan ajarkanlah (lih. Mt 28:19), dengan penuh kepercayaan pada sabda Allah, ketika Dia mengirim murid-murid-Nya untuk pewartaan yang pertama.

49. Ini adalah undangan yang ditujukan kepada umat Katolik pada akhir tahun 2000 oleh

Beato Yohanes Paulus II. "Pada awal milenium baru, [ketika) tahap baru perjalanan Gereja dimulai, berdering di hati kita kata-kata Tuhan Yesus ketika suatu hari, setelah berbicara dari dalam perahu Simon Petrus kepada kerumunan orang, ia mengundang Rasul Petrus untuk 'bertolak ke tempat yang dalam' untuk menangkap ikan:' Duc in Altum '(Luk 5:4). Petrus dan rekan-rekan percaya akan kata-kata Kristus dan melemparkan jala. "Ketika mereka telah melakukan ini, mereka menangkap sejumlah besar ikan ' (Luk 5:6). " [89]

Adegan yang sering direnungkan dan dibahas dalam khotbah oleh Bapa kita selama hidupnya ini, adalah bacaan Injil untuk Misa perayaan pesta St Josemaria. Sekarang saya ingin mengajak kalian untuk merenungkan lagi, setiap ayat, perlahan-lahan, karena seperti pada zaman

Tuhan Yesus, sekarang ada banyak orang yang lapar akan firman Allah.

Tuhan Yesus naik ke perahu Petrus supaya firman-Nya dapat didengar oleh kerumunan orang. Lalu Dia meminta bantuan materi pada Simon Petrus dan murid-murid lainnya: mendayung menuju ke perairan yang dalam pada saat itu dan pada begitu banyak kesempatan lain untuk menyebarkan firman-Nya  semakin lama semakin luas. Ini adalah salah satu cara berperanserta dalam misi evangelisasi: memberi Gereja -seperti Petrus yang memberikan perahunya yang tak berharga- sarana materi yang tepat supaya Gereja dapat bekerja dengan lebih efektif demi kesejahteraan jiwa-jiwa. Tetapi itu saja tidak cukup. Tuhan juga meminta kita untuk melakukan kerasulan pribadi sesuai dengan situasi kita masing-masing dengan memanfaatkan segala kemampuan kita dengan penuh kemurahan hati. Ada kebutuhan yang mendesak: dibutuhkan pria dan wanita yang berkomitmen dengan serius, seperti murid-murid yang pertama, untuk melaksanakan tugas yang berat mempersembahkan jiwa-jiwa di kaki Tuhan Yesus.

Mukjizat penangkapan ikan menunjukkan efektivitas apostolik yang datang dari ketaatan pada sabda Sang Guru. Setelah mengajar banyak orang, Yesus berkata kepada Petrus : "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Luk 5:4).Simon Petrus taat pada perintah Tuhan, meskipun sebelumnya ia gagal (menjala ikan), dan karena ketaatan itu, terjadilah suatu mukjizat: mereka menangkap sejumlah besar ikan (Luk 5:6).

‘Duc in Altum!' Sekarang kata-kata ini berdering di telinga kita dan mengundang kita untuk mengingat masa lalu dengan rasa syukur dan untuk menghayati saat ini dengan antusiasme serta menantikan masa depan dengan penuh kepercayaan: " Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. " (Ibr 13.8) [90] .

Saya juga ingin mengingatkan kalian (karena sangat relevan saat ini), apa yang dikatakan oleh Paus Benediktus XVI pada hari perayaan agung pelantikannya di Tahta Petrus:

Juga hari ini Gereja dan penerus Para Rasul diutus untuk pergi ke tempat yang dalam di samudera sejarah dan menebarkan jala, untuk membawa para pria dan wanita kepada Injil -kepada Allah, kepada Kristus, ke kehidupan yang sejati. (...). Kita hidup terasing, dalam air garam di perairan penderitaan dan kematian, di lautan yang gelap tanpa cahaya. Jala Injil menarik kita keluar dari perairan kematian dan membawa kita ke dalam kecemerlangan terang Allah, ke kehidupan yang sejati. Sungguh benar: bila kita ingin mengikuti Kristus dalam misi menjala manusia ini, kita harus membawa para pria dan wanita keluar dari laut yang digarami oleh begitu banyak bentuk pengasingan, dan membawa mereka semua ke tanah kehidupan, ke dalam terang Allah. Sungguh demikian adanya: Tujuan hidup kita adalah untuk menyatakan Allah kepada umat manusia. Hanya di tempat di mana orang mengindahkan Allah, baru akan ada kehidupan. Hanya kalau kita bertemu dengan Allah yang hidup dalam Kristus, baru kita akan tahu apa arti hidup ini. [91]

Menggunakan semua sarana

50. Persyaratan pertama, yang sangat diperlukan untuk menghasilkan buah kerasulan, saya tekankan lagi, adalah memperkembangkan kehidupan iman kita sendiri, dengan menggunakan sarana supranatural. Jika kita memupuk persahabatan dengan Kristus dalam doa pribadi, jika kita pergi ke sakramen Pengakuan dan Ekaristi, jika kita berbicara dengan Bunda Maria, para malaikat dan orang kudus, perantara kita di hadapan Allah, kita akan memberikan kontribusi yang efektif pada karya menjala Tuhan, yang atas kehendak-Nya kita dilibatkan.  Untuk itu, mengikuti teladan Sang Guru, kita harus mengasihi teman-teman, sahabat dan semua jiwa dengan tulus, sebagai ungkapan dari mandátum novum, perintah baru, dengan mana, kata Sang Juruselamat, orang-orang akan mengenal kita sebagai murid-murid-Nya (bdk. Yoh 13:34-35).

Selain itu, Tuhan juga menginginkan kita menyerahkan segala sarana materi kepada-Nya. Kita dapat menyimpulkan ini dari bacaan pertama dalam Misa Peringatan St Josemaria. Setelah menciptakan dunia dengan kemahakuasaan-Nya, dan dengan kasih yang istimewa bagi orang laki-laki dan perempuan yang pertama, Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu.(….). untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. (Kej 2:8-15).

Di pikiran Pendiri Opus Dei ayat-ayat Kitab Suci ini telah berakar dengan dalam. Dari saat Tuhan mengungkapkan Kehendaknya kepada St. Josemaria, ia memahami bahwa kata-kata dari kitab Kejadian ini adalah salah satu kunci untuk memenuhi tugas menguduskan pekerjaan dan menguduskan diri melalui pekerjaan. Teladan Yesus sangat menentukan bagi hidup kita: Dia menghabiskan tiga puluh tahun dari hidup-Nya bekerja di bengkel di Nazaret, untuk menunjukkan pada kita kewajiban untuk membangun kembali Kerajaan Allah dengan menggunakan sarana-sarana manusiawi.

Setiap kerasulan mensyaratkan, terutama, kepercayaan atas bantuan Allah dan sekaligus membutuhkan sarana material. Proyek-proyek Opus Dei, misalnya, membutuhkan doa

dan bantuan banyak orang. Maka, dengan rahmat Tuhan dan kontribusi yang murah hati berupa kesalehan, pengurbanan, dan sumbangan dana dari banyak orang yang berbeda-beda latar belakangnya, karya evangelisasi yang dilaksanakan demi melayani Gereja semakin meluas di seluruh dunia.

St Josemaria menyarankan bahwa kita harus bertanya pada diri sendiri setiap hari: "Apa yang telah kulakukan hari ini untuk membawa orang-orang yang saya kenal lebih dekat denganTuhan ? " Pada banyak kesempatan kita akan mewujudkan hasrat yang kuat ini dengan menawarkan bimbingan dalam percakapan; dengan mengajak seseorang untuk pergi ke Sakramen Tobat, atau dengan nasihat yang membantu mereka untuk lebih memahami beberapa aspek kehidupan Kristiani. St Ambrosius, mengacu pada cara Zacharias, ayah Yohanes Pembaptis, yang dapat berbicara lagi (bdk. Luk 1:64), menulis: "Tidak heran bahwa lidahnya dengan segera terlepas, karena iman telah melepaskan apa yang telah diikat oleh ketidakpercayaan. " [92] Iman, jika hidup, akan melepaskan lidah kita menjadi saksi Kristus dalam kerasulan persahabatan dan kepercayaan. Dan dibutuhkan juga persembahan matiraga, doa pribadi dan pekerjaan yang diselesaikan dengan baik. Inilah sarana-sarana kita yang terpenting untuk mencapai tujuan kerasulan.

PENUTUP

51. Sebelum mengakhiri surat ini, saya ingin menyarankan kepada kalian tiga target untuk memperkuat kehidupan iman pada bulan-bulan yang akan datang: kesalehan Ekaristi, percakapan dengan Roh Kudus, dan devosi kepada Bunda Maria. Setiap orang dapat menyesuaikan target ini pada keadaan hidup masing-masing dengan bantuan bimbingan rohani.

Kesalehan Ekaristi

52. Benediktus XVI, dalam Surat Apostolik Porta Fidei, mengungkapkan keinginannya :

Pada tahun ini kita hendak membangkitkan dalam diri setiap orang beriman aspirasi untuk mengakui iman dalam kepenuhannya dan dengan keyakinan yang baru, dengan penuh kepercayaan dan harapan. Tahun tersebut juga akan menjadi sebuah kesempatan yang baik untuk mengintensifkan perayaan iman itu di dalam liturgi, teristimewa di dalam perayaan Ekaristi, yang adalah “puncak ke mana seluruh kegiatan Gereja diarahkan; … dan juga adalah sumber dari mana seluruh kekuatan Gereja itu mengalir”.[ (Sacrosanctum Concilium, 10] Pada saat yang sama, kita berdoa agar kesaksian hidup umat beriman dapat bertumbuh semakin meyakinkan. Menemukan kembali isi iman yang diakui, dirayakan, dihayati dan didoakan, dan merenungkan kembali tentang tindakan iman, adalah tugas yang harus dijadikan sebagai tugasnya sendiri oleh setiap umat beriman, khususnya selama Tahun Iman in . [93]

Tahun 2012 membawa beberapa hari peringatan yang sangat signifikan dalam sejarah

Opus Dei. Yang saya maksudkan adalah peringatan seratus tahun komuni pertama St Josemaria , pada tanggal 23 April, peringatan dua puluh tahun dari beatifikasi St Josemaria (17 Mei) dan dasawarsa kanonisasi St Josemaria (6 Oktober), ulang tahun ketiga puluh dari pengesahan pontifikal  Prelatur Opus Dei (28 November) .... Dalam konteks persiapan dan pelaksanaan Tahun Iman, hari-hari itu, serta peringatan yang lain dalam sejarah kita, harus menjadi kesempatan bagi kita untuk bersyukur kepada Tuhan dan memuji Allah Tritunggal Mahakudus. Dan untuk itu, apa yang lebih baik daripada Kurban Kristus, yang dilaksanakan secara sakramental dalam Misa Kudus?

Sepanjang Tahun Iman kita harus memberi dorongan baru pada ungkapan-ungkapan  kesalehan yang teguh dan tak tergoyahkan pada Ekaristi Kudus, misteri yang menghubungkan semua misteri Kristiani [94] Kita harus berusaha untuk mendalami, dengan penuh kesadaran pribadi,  karunia yang telah diberikan kepada kita yakni partisipasi dalam imamat Kristus. ... Dalam Baptisan kita semua menerima imamat umum  umat beriman, dan mereka yang ditahbiskan, telah menerima imamat jabatan. Saya ingin mengajak kalian semua untuk menghayati semangat imamat bila kalian menghadiri Misa Kudus atau merayakannya. Setiap hari, persembahkanlah di altar pekerjaan, angan-angan, kesulitan, kesedihan dan kegembiraan kalian. Yesus Kristus akan menggabungkan semua itu dengan Kurban-Nya dan akan mempersembahkan kepada Bapa, mengubah waktu dan keadaan dari perjalanan kita di bumi ini menjadi persembahan yang berkenan kepada Allah, sehingga menjadi kurban pujian, syukur, dan penebusan dosa yang sejati. Maka, hasrat  St Josemaria akan terwujud: bahwa seluruh kehidupan kita, dua puluh empat jam sehari, akan menjadi Misa, bersatu dengan Kurban Altar.

53. Saya mengajak kalian semua untuk memperbanyak tindakan iman akan Kehadiran yang sungguh-sungguh dari Tuhan Yesus Kristus dalam Ekaristi di bulan-bulan ini. Betapa besar kasih dan betapa dalam cara Bapa kita berbicara tentang Sakramen Mahakudus! Setiap kali ia berbicara tentang harta Gereja ini dalam perjalanan katekesenya, ia mengucapkan doa iman yang mendalam. Tuhan tidak hanya di altar. Bila imam menyimpan spesies sacramental dari  Roti di Tabernakel hadir di sana, Yesus Kristus, Putra Santa Maria Perawan, dia yang lahir dari rahimnya, yang bekerja tanpa suara di Nazaret setelah lahir di Betlehem, yang berkhotbah, menderita Sengsara dan Wafat di kayu salib, yang bangkit dari antara orang mati dan naik ke surga. [95]

Pada awal tahun 2012 saya mendorong kalian untuk mendaraskan pengakuan iman yang dibuat oleh Rasul St Thomas: Dominus meus et Deus meus! Ya Tuhanku dan ya Allahku! (Yoh 20:28).Saya juga menyarankan, bila kalian merenungkan Tuhan yang tersembunyi dalam Ekaristi Mahakudus, mengucapkan doa ini atau doa lain, seperti St Josemaria: Tuhan, saya percaya bahwa Engkaulah Yesus, Anak Allah dan anak Santa Perawan Maria, yang benar-benar hadir di sini: dengan Tubuh-Mu, Darah-Mu, Jiwa dan Keilahian-Mu. Aku memuji Dikau.  Aku ingin menjadi sahabat-Mu, karena Engkaulah yang telah menebus aku. Aku ingin menjadi cinta-Mu, karena Engkau adalah milikku. [96]

Putra dan putriku, semoga kita mirip St. Josemaria, ayah yang amat baik ini, dengan menelusuri jalan yang ia buka bagi kita dengan baik. Mari kita berusaha untuk memperoleh kesalehan Ekaristi yang lebih peka. Mari kita memusatkan seluruh perhatian kita pada Dia, Sahabat yang sejati, bila kita menyapa Yesus dalam Sakramen Mahakudus setiap kali kita masuk ke atau keluar dari gereja atau kapel di center-center kita. Bukankah wajar bagi kita untuk sering kali berbicara dengan-Nya dengan penuh kasih dalam hati kita? Itulah yang harus kita lakukan juga dari tempat kita bekerja dengan mendaraskan doa-doa singkat dan komuni spiritual. Dan mari kita berbuat silih bila kita melihat atau mendengar pelanggaran atau kelalaian terhadap-Nya.

Mari kita periksa diri apakah cara kita berlutut sungguh-sungguh suatu ungkapan sembah sujud. Ini hanyalah beberapa ungkapan- masih banyak yang lain-dari cinta kasih Ekaristi yang menyertai hasrat kita untuk menjadi Opus Dei dan melaksanakan Opus Dei.

Veni, Sancte Spiritus!

54. Mari kita memohon kepada Roh Kudus, Sang Penghibur, dengan penuh iman dan harapan, agar mukjizat Pentakosta pertama akan terjadi lagi dalam Gereja di zaman kita. Saya kira kita senantiasa merasa takjub akan perubahan besar yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam diri kedua belas para Rasul. Mereka membuang jauh rasa takut dan meluncur ke jalanan dengan keberanian yang penuh kepercayaan, untuk berbicara tentang Kristus kepada semua orang yang mereka jumpai. Bila muncul kesulitan yang serius, mereka bernaung dalam doa, dengan teguh mengandalkan janji Tuhan bahwa Sang Penghibur akan hadir disaat-saat seperti itu (lih. Yoh 14:15-18; Luk 21:12-15).Dan Kisah Para Rasul menceritakan bagaimana itu terjadi: ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani. (Kisah Para Rasul 4:31).

Sang Guru mengumumkan kepada para Rasul: apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran (Yoh 16:13).  Roh Kudus memberi inspirasi kepada para Rasul.  Dan dengan wafatnya Rasul yang terakhir, tuntaslah sudah Wahyu yang dibawa oleh Yesus Kristus. Dan Tuhan Yesus juga berkata bahwa sepanjang zaman Roh Kebenaran akan meyertai Gereja, terutama Magisterium yang otentik. Roh Kudus juga akan menuntun kita, jika kita berpaling kepada-Nya, untuk mendalami misteri Sang Juruselamat. Suatu pengetahuan yang adalah kasih juga, karena Roh yang sama mencurahkan cinta kasih dalam hati kami (bdk. Rom 5:5).

55. Tuhan juga berjanji bahwa Roh Kudus akan meyakinkan dunia tentang dosa ketidakpercayaan akan Kristus (lih. Yoh 16:8-9). Kita juga perlu keyakinan ini, yang berarti bahwa kita masih perlu lebih percaya pada Tuhan, percaya pada-Nya secara penuh, dan menempatkan keyakinan dan sukacita kita di dalam Dia, tidak dalam diri kita sendiri, tidak pada kemampuan sendiri atau sumber daya kita.

Mari kita meminta Sang Pengudus untuk membuat kita memahami kebutuhan ini, dan menghindari jatuh kedalam dosa ketidakpercayaan akan Yesus. Mari kita juga mohon pada Roh Kudus untuk membebaskan kita dari keterbatasan itu, melalui terang dan api-Nya, sehingga iman dan kasih kita kepada Kristus semakin berkembang.

Mungkin kita bisa sering merenungkan dan menikmati -sebaiknya setiap hari- doa yang disusun oleh Bapa kita di tahun 1930-an: Datanglah, ya Roh Kudus!Terangilah akal budiku untuk mengenal perintah-Mu, Kuatkanlah hatiku melawan jerat musuh, kobarkan kemauanku ... Aku mendengar suara-Mu, dan aku tidak ingin berkeras kepala dan menolak, dengan berkata "Nanti ... besok. " Nunc coepi! Sekarang aku mulai! Mungkin tak akan ada hari esok bagiku. Ya Roh kebenaran dan kebijaksanaan, Roh pemahaman dan penasihat, Roh sukacita dan damai sejahtera! Aku ingin apa yang Engkau kehendaki, aku menginginkannya karena Engkau menginginkannya, aku ingin seperti Engkau  inginkan, aku ingin bilamana Engkau menginginkannya ... [97]

Jika kita menyelami lebih dalam doa-doa permohonan tersebut, kita semakin diperkaya dengan persahabatan yang erat dengan Roh Kudus, dan seperti St Josemaria menulis, kita akan merasakan kebutuhan untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan Pribadi dari Tritunggal Mahakudus satu persatu. [98] Mari kita juga mohon kepada Sang Pengudus untuk memenuhi kata-kata dan tindakan kita dengan api-Nya, yang mengubah jiwa-jiwa. Mari kita, dengan serius menginginkan Dia mengobarkan jiwa kita dengan api-Nya, untuk kerasulan yang aktif di mana-mana. Mari kita berdoa dengan iman seperti iman St Josemaria : ure igne Sancti Spiritus! Kobarkanlah diri kami, ya Tuhan, dengan api Roh Kudus!

Devosi kepada Bunda Maria

56. Di puncak urutan tokoh- tokoh besar Kitab Suci berdiri Bunda Maria.

Bunda Maria adalah contoh sempurna dari kenyataan bahwa, untuk mengasihi Allah dan bersekutu dengan Dia, kita harus menyerahkan diri dengan bebas pada kehendak Tuhan, dan percaya secara lebih mendalam. Gereja menempatkan Bunda Maria dihadapan kita, teristimewa dalam Tahun Iman ini. "Selama Tahun ini, sangat bermanfaat mengajak umat beriman untuk menghadap dengan penuh devosi  kepada Bunda Maria, model Gereja, yang 'bersemarak di komunitas umat terpilih sebagai model kebajikan' (Lumen Gentium 65).Oleh karena itu, hendaknya sangat dianjurkan setiap inisiatif yang membantu umat beriman untuk mengenal peran khusus Maria dalam misteri keselamatan, mencintai dan mengikuti Maria sebagai model iman dan keutamaan. Untuk itu sebaiknya diadakan ziarah-ziarah, perayaan dan pertemuan di tempat-tempat ziarah Bunda Maria yang utama. " [99]

Pertama-tama kita akan berupaya selama periode ini untuk merayakan lebih banyak dan dengan sukacita yang lebih besar hari-hari peringatan Bunda Maria yang tercantum secara teratur dalam kalendar. Saya meminta kalian agar hari-hari itu dirayakan sebagai suatu pesta keluarga, di mana kita, anak-anak Bunda Maria, bersukacita dan menghormatinya dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Mari kita menyerahkan diri kita sebagai hadiah kepada Bunda Maria, dan juga diri orang-orang lain, bila kita mengunjungi tempat-tempat ziarah, bila kita pergi dengan sanak saudara, teman-teman, rekan kerja atau teman sekelas. Kita berziarah dalam persatuan yang erat dengan Bapa Suci, para pembantu Bapa Suci dan juga dengan semua gembala Gereja, dengan berdoa agar intensi yang Bapa Paus umumkan pada Tahun Iman ini akan dikabulkan. Apa ada cara yang lebih baik untuk mempersembahkan permohonan-permohonan ini kepada Tuhan, selain melalui perantaraan Santa Perawan Maria, yang begitu terkait erat dengan Kristus dalam karya Penebusan?

Mengandalkan perantaraannya yang berpengaruh, kita mengajukan permohonan agar dia memperoleh bagi kita rahmat dari Tritunggal Mahakudus  untuk membawa dunia dan masyarakat kembali kepada Allah. Saya mengingatkan kalian bahwa, dalam hal ini juga, Bapa kita selalu menekankan bahwa penyesalan sangat diperlukan, dengan keyakinan bahwa ini adalah cara berdoa yang paling cocok bagi manusia yang terbatas dan kurang murah hati -dimulai dengan hidup kita sendiri. Mari kita mempersembahkan doa silih untuk pelanggaran pribadi dan kelalaian kita, juga yang dilakukan para umat Kristiani serta seluruh umat manusia.

57. Mengomentari madah Magnificat , Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa Bunda Maria menghendaki Tuhan diagungkan di dunia, diagungkan dalam hidupnya dan hadir di antara kita semua. Dia tidak takut bahwa Allah menjadi "saingan" dalam hidup kita, bahwa dengan kebesaran-Nya Dia mungkin akan melanggar batas kebebasan kita, ruang vital kita. Bunda Maria tahu bahwa jika Allah adalah Maha Agung, agung pula hidup kita  Hidup kita bukan tertindas, melainkan diangkat dan diperluas: justru dalam kemegahan Allah, hidup kita menjadi agung. [100]

Jika kita berdoa dengan perantaraan yang tidak pernah kandas dari Bunda Maria yang serba bisa dalam permohonannya. Mari kita mohon pada Tuhan dengan tekun supaya niat-niat kita dan niat semua umat Katolik untuk evangelisasi masyarakat akan membawa hasil. Itulah yang harus kita laksanakan di Tahun Iman ini, beata María intercedénte, melalui perantaraan Bunda Maria: membangkitkan iman yang merem atau punah dari banyak orang, dan untuk membangkitkan iman orang-orang yang belum memilikinya. Mari kita memanfaatkan setiap kesempatan untuk memperkenalkan Kristus dan ajaran-Nya, dan dengan tekad yang lebih besar melayani Gereja dengan mewartakan semangat Opus Dei melalui kerasulan persahabatan dan saling percaya; supaya lebih banyak orang, pria dan wanita, dari berbagai latar belakang dapat bergabung dalam karya kerasulan.

58. Mari kita periksa hati nurani kita setiap hari untuk melihat seberapa dalam komitmen kita untuk mewujudkan  keinginan-keinginan itu. Mari kita bersikap jujur terhadap diri kita sendiri dan merenungkan apakah kita menggunakan berbagai kesempatan dalam konteks relasi sosial kita yang normal, termasuk akhir pekan, masa liburan dan waktu istirahat, untuk menjangkau lebih jauh, untuk bertemu dan melayani lebih banyak orang- singkatnya, bagaimana kita mengisi jalan-jalan dan tempat-tempat dengan doa yang apostolik dan proselitistik

Santa Perawan Maria adalah Guru iman. "Seperti juga Bapa Umat Allah, demikian juga Maria selama perjalanan ziarah fiat ( terjadilah) keibuannya,  ‘dalam harapan percaya mengatasi segala harapan. " Khususnya dalam tahap tertentu dalam perjalanan tersebut rahmat yang dikaruniakan kepada Maria  'yang percaya' akan di wahyukan dengan kejernihan yang istimewa." [101] .  Tahap dalam sejarah Gereja yang kita jalani ini harus ditandai dengan kehadiran Santa Maria, sebagai ibu. "Perjalanan ziarah iman Bunda Maria yang khusus itu merupakan titik pasti pegangan bagi Gereja, bagi perorangan dan bagi komunitas-komunitas, bagi para umat dan bangsa-bangsa, dan dalam arti itu, untuk seluruh umat manusia. " [102]

59. Setelah Kenaikan Yesus Kristus ke surga, para murid pertama menunggu kedatangan Roh Kudus, berhimpun di sekitar Bunda Maria di Senakel di Yerusalem. Berdoa dengan dan

melalui Bunda Maria adalah jaminan yang paling kuat bahwa doa kita akan didengar dengan segera. Maka, kita harus senantiasa memohon bantuan Bunda Allah dan Bunda kita dalam semua karya kerasulan. Kita perbaharui doa kita ini sekarang dengan kata-kata St Josemaria:

Santa Maria, Ratu para Rasul, Ratu semua orang yang ingin mewartakan Cinta Putramu, engkau dapat memahami kegagalan kita dengan baik. Mohonlah pengampunan Tuhan Yesus bagi kami, bagi hidup kami yang lusuh- untuk apa yang seharusnya adalah api, tetapi sudah menjadi abu,  terang yang telah padam,  garam yang sudah hambar. Bunda Allah, Engkau serba bisa dalam permohonanmu, peroleh bagi kami, bersama dengan pengampunan, kekuatan untuk benar-benar menghayati hidup iman dan kasih, sehingga kami dapat berbagi iman dalam Kristus dengan orang lain. [103]

Dengan penuh kasih sayang, berkat saya,

X Javier

[1] Benediktus XVI, Surat Apostolik Porta Fidei, 11 Oktober 2011, no. .2

[2] St Josemaria, Surat 24 Oktober 1965, no.4.

[3] Benediktus XVI, Surat Apostolik, Porta Fidei, 11 Oktober 2011, no.3.

[4] Cf. Kongregasi untuk Ajaran Iman, catatan Pastoral, 6 Januari 2012, III, 3

[5] Ibid, II., 5.

[6] Venerabilis Hamba Tuhan Alvaro del Portillo, Surat, 25 Desember 1985, no.4.

[7] St Josemaria, Surat 28 Maret 1973, no.18

[8] Beato Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik Ecclesia in Europa. 28 Juni 2003, no. 46

[9] Ibid

[10] St Josemaria, Instruksi. Mei 1935/14 September 1950, catatan no.231

[11] Beato Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik Ecclesia in Europa, 28 Juni 2003, no.47.

[12] St Josemaria, Surat, 28 Maret 1973 No.4.

[13] St Josemaria, Surat, 19 Maret 1954, no.27.

[14] St Josemaria, Sahabat-sahabat Tuhan, no.186.

[15] Beato Yohanes Paulus II, Pidato, 9 September 1995.

[16] St Josemaria, Surat, 24 Oktober 1965, no. l3.

[17] St Justin, Apologi 2, 10 (PG 6, 462).

[18] Minucius Felix, Octavius, no.38 (PL 3, 357).

[19] Beato Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Tertio Millennio Adveniente, 10 November 1994, no.6.

[20] St Josemaria, catatan yang diambil pada pertemuan keluarga, 7 April 1974.

[21] Benediktus XVI, Homili, 21 Agustus 2005.

[22] Ibid. [23] St Agustinus, Pengakuan-pengakuan, I, 1, 3 (CCL 27, 1).

[24] St Josemaria, catatan yang diambil pada pertemuan keluarga, 2 Juni 1974.

[25] Benediktus XVI, Homili Hari Raya Penampakan Tuhan, 6 Januari 2007.

[26] St Josemaria, Kristus Yang Berlalu, no.33.

[27] Beato Yohanes Paulus II, Crossing the Threshold of Hope, hal. 112.

[28] St Josemaria, Pidato pada upacara pemberian titel Doctor honoris causa oleh University of Navarra, 7

Oktober 1967

[29] St Josemaria, Jalan, no.944.

[30] St Josemaria, Pidato dalam upacara pemberian gelar Doctor honoris causa oleh

University of Navarra, 9 Mei 1974

[31] Beato Yohanes Paulus II,  Ensiklik Fides et Ratio , 14 September 1998, no.17.

[32] St Josemaria, Surat, 9 Januari 1951, no.12.

[33] Beato Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte, 6 Januari 2001, no.51.

[34] Benediktus XVI, Pidato kepada anggota parlemen dari Uni Eropa, 30 Maret 2006

[35] Ibid. [36] Venerabilis Alvaro del Portillo, Surat, 1 Januari 1994.

[37] St Josemaria, Jalan, no.493.

[38] St Gregorius dari Nazianzus, Doa II, 71 (PG 35, 479); dikutip dalam Beato Yohanes Paulus II, Anjuran

Apost. Pastores Gregis, 16 Oktober 2003, no.12.

[39] St Josemaria, Surat, 28 Maret 1973 No.10.

[40] Benediktus XVI, Pidato untuk peserta kursus forum internal, 9 Maret 2012.

[41] St Josemaria, Way, no.121

[42] St Josemaria, catatan yang diambil pada pertemuan keluarga, 20 Mei 1973; cf. Mt 4:19.

[43] St Josemaria, Sahabat-sahabat Allah , 26; lih. Gal 04:31, Yoh 14:6.

[44] St Josemaria, Sahabat-sahabat Allah , 27.

[45] Benediktus XVI, Surat Apostolik Porta Fidei, 11 Oktober 2011, no 6; Bdk . Kis 5:31; Rom 6:04 . [46] Missale Romanum, Doa Syukur Agung I.

[47] Beato Yohanes Paulus II, Surat tentang ziarah ke tempat-tempat yang terkait dengan sejarah keselamatan, 29 Juni 1999, no. 5.

[48] Benediktus XVI, Porta Fidei, no.13. . Cf Luk 1:38; Luk 1:46-55, Luk 2:6-7, Mat 2:13-15, Yoh 19:25-27; Luk 02:19 dan 51, Kis 1:14 dan 2:1-4.

[49] Ibid, lih.. Wahyu 7:9, 13:08.

[50] St Josemaria, Instruksi, 19 Maret 1934, no.45.

51 St Josemaria, Tempaan, no.235.

[52] Benediktus XVI, Porta Fidei, no.9.

[53] Ibid. [54] Ibid, no..10.

[55] Ibid. [56] St Josemaria, Kristus Berlalu, no.144.

[57] St Josemaria, Surat, 9 Januari 1959, no. 34; lih. Yoh 8:32.

[58] Benediktus XVI, Homili di Vesper untuk pesta pertobatan St Paul, 25 Januari 2006.

[59] St Josemaria, Surat, 9 Januari 1959, no.34.

[60] St Josemaria, catatan yang diambil pada pertemuan keluarga, 6 Mei 1968.

[61] St Josemaria, catatan dari renungan, 21 November 1954.

[62] Beato Yohanes Paulus II, Pidato pada Audiensi umum, 24 April 1991.

[63] Ibid. Cf Yoh 14:6..

[64] St Josemaria, Surat, 6 Mei 1945, no. 35; lih. Ef 4:14.

[65] St Anselmus, Proslogion, introd.(PL 158, 225).

[66] Benediktus XVI, Pidato Audiensi umum, 21 Maret 2007

[67] Ibid. [68] Ibid. Cf. Tertullianus, Tentang kerudung para perawan, I, 1 (PL 2, 889).

[69] Ibid. [70] St Ignatius dari Antiokhia, Surat ke IV Roma, 1 (Funk I, 216).

[71] St Josemaria, Tempaan, no.518.

[72] Benediktus XVI, Homili, 26 Maret 2006; Enc. Deus Caritas Est, no.12.

[73] St Josemaria, catatan dari Renungan, 28 Mei 1964; cf. Yoh 00:24

[74] St Josemaria, Jalan, no.81.

[75] St Josemaria, Surat, 31 Mei 1954, no.29

[76] Beato Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Tertio Millennio Adveniente, 10 November 1994, no.45.

[77] Ibid. [78] St Josemaria, catatan yang diambil pada pertemuan keluarga, 8 Desember 1971.

[79] Beato Yohanes Paulus II, Homili pada Misa kanonisasi St Josemaria, 6 Oktober 2002.

[80] St Josemaria, surat kepada Isidoro Zorzano, 23 November 1930.

[81] St Josemaria, 28 Juli 1930, di Apuntes íntimos, no.75.

[82] St Josemaria, Surat, 9 Januari 1932, no.83.

[83] St Josemaria, Rosario Kudus , Peristiwa Gembira  4.

[84] St Josemaria, Rosario Kudus , Peristiwa Sedih 2.

[85] St Josemaria, Surat, 29 September 1957, no.16.

[86] St Yohanes Krisostomus, St Homilies pada Injil Matius,, 46 2 (PG 58, 478).

[87] St John Chrysostom, dikutip oleh St Thomas Aquinas, Summa Theologica, III, q. 40, a. 1 ad 2.

[88] St Yohanes Krisostomus, St Homilies pada Injil Matius,, 15 7 (PG 57, 231).

[89] Beato Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte, 6 Januari 2001, no.1.

[90] Ibid. [91] Benediktus XVI, Homili pada awal masa kepausannya, 24 April 2005

[92] St Ambrosius, Komentar St Injil Lukas, II, 32 (CCL 14, 45).

[93] Benediktus XVI, Apostolik Surat Porta Fidei, 11 Oktober 2011, no.9.

[94] St Josemaria, Percakapan, no.113

[95] St Josemaria, catatan yang diambil pada pertemuan keluarga, 11 November 1972

[96] St Josemaria, catatan yang diambil pada pertemuan keluarga, 22 November 1972

[97] St Josemaria, Doa, tulisan tangan, 1934

[98] Cf. St Josemaria, Sahabat-sahabat Allah, no. 306.

[99] Kongregasi untuk Ajaran Iman, catatan Pastoral, 6 Januari 2012, I, 3.

[100] Benediktus XVI, homili pada Hari Raya Maria diangkat ke Surga, 15 Agustus 2005.

[101] Beato Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater Ensiklik, 25 Maret 1987, no.14.

[102] Ibid, no..6

[103] St Josemaria, Kristus Berlalu, no.175