Romo Joseph Múzquiz: Insinyur dan Imam

Romo Joseph adalah salah satu dari tiga imam pertama Opus Dei dan memimpin karya kerasulan awal di Amerika Serikat. Proses kanonisasinya telah dibuka di Keuskupan Agung Boston.

Sketsa tentang Romo Joseph Múzquiz ini berasal dari buku dan podcast karya John Coverdale berjudul Encounters: Finding God in All Walks of Life. Encounters menampilkan profil orang-orang yang menghayati pesan Santo Josemaria tentang menemukan Allah dalam kehidupan sehari-hari.

Romo Joseph Múzquiz adalah seorang insinyur sipil yang bergabung dengan Opus Dei pada tahun 1940, tak lama setelah berakhirnya Perang Saudara Spanyol. Ia menjadi salah satu dari tiga imam pertama Opus Dei dan memainkan peran penting dalam memulai kegiatan kerasulan Opus Dei di Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang.

Masa Muda

José Luis Múzquiz lahir pada tahun 1912 di wilayah selatan Spanyol. Ia masuk Sekolah Teknik Sipil pada tahun 1930, setelah meraih nilai tertinggi kedua dari sembilan ratus peserta ujian masuk nasional. Meskipun gagasan untuk hidup selibat di tengah dunia baginya tampak sebagai “sesuatu yang aneh dan mustahil berhasil,” José Luis menerima undangan seorang temannya untuk bertemu dengan pendiri Opus Dei pada akhir tahun 1934 atau awal tahun 1935. Ia sangat terkesan ketika, dalam percakapan pertama mereka, Escrivá berkata: “Tidak ada cinta yang lebih besar daripada Cinta itu sendiri,” dan ia pun memutuskan untuk menghadiri kelas mingguan tentang kehidupan Kristiani praktis yang oleh Escrivá disebut “Lingkaran.”

Sambil menunggu lowongan pekerjaan setelah lulus, ia pergi ke Jerman untuk memperdalam bahasa Jerman sekaligus mengunjungi proyek-proyek teknik sipil. Ia masih berada di sana ketika Perang Saudara Spanyol pecah pada Juli 1936, tetapi ia segera kembali ke Spanyol dan bergabung dengan Tentara Nasionalis. Ia merasa yakin bahwa Escrivá pasti telah dibunuh oleh massa anti-Katolik yang penuh kekerasan dan mendominasi Madrid pada bulan-bulan awal perang saudara. Ketika kemudian ia mengetahui bahwa Escrivá tidak hanya selamat tetapi bahkan berhasil melarikan diri dari Madrid dan menyeberang ke wilayah Nasionalis, ia menyimpulkan bahwa Opus Dei pasti merupakan sesuatu yang “bersifat adikodrati dan dikehendaki Allah.”

Pada Januari 1940, ia bergabung dengan Opus Dei. Sejak saat itu, hidupnya dibentuk oleh keyakinan bahwa dirinya dan para anggota awal Karya yang masih muda itu bukan sekadar “sekelompok orang yang bergabung dengan orang lain untuk melakukan sesuatu yang baik. Itu memang sesuatu yang besar, tetapi masih sedikit. [Mereka sebenarnya] sedang melaksanakan perintah mutlak Kristus.” Tujuan utamanya adalah memasukkan semangat Opus Dei ke dalam hidupnya sendiri dan berkontribusi dalam menyebarkannya sebagai cara khusus yang dikehendaki Allah baginya untuk melayani Gereja. Nubuat Escrivá digenapi dalam dirinya: “Keyakinan akan sifat adikodrati dari Karya akan membuat engkau berbahagia ketika mengorbankan dirimu demi pelaksanaannya.”

Hampir segera setelah itu, Escrivá memintanya untuk mengambil alih salah satu kelas pembinaan rohani praktis yang telah ia berikan kepada para mahasiswa. Kompetensi profesional, ketenangan, kewibawaan, selera humor yang baik, dan kesalehan Múzquiz menjadi inspirasi, baik bagi anggota-anggota muda Opus Dei lainnya maupun bagi para mahasiswa yang sedang mempertimbangkan kemungkinan panggilan mereka ke Opus Dei. Laureano López Rodó, yang kelak menjadi Komisaris Pembangunan Ekonomi dan Menteri Luar Negeri, tetapi pada waktu itu masih mahasiswa hukum, sangat terkesan oleh keceriaan Múzquiz yang penuh senyum ketika mereka bertemu di Barcelona pada tahun 1940. Dalam suatu percakapan dengan Escrivá di Madrid tak lama kemudian, López Rodó mulai berpikir untuk mendedikasikan dirinya sepenuhnya kepada Allah di tengah dunia sebagai anggota Opus Dei. Pada awalnya ia begitu antusias, tetapi seiring berlalunya waktu ia mulai berpikir bahwa panggilan seperti itu “luar biasa tetapi mustahil.” Namun kemudian, ketika melihat Múzquiz “begitu tenang dan penuh senyum,” ia mengenang, “Saya langsung menyimpulkan: kehidupan penyerahan diri total itu mungkin, karena José Luis Múzquiz menjalaninya.”

Seorang Imam dari Opus Dei

Pada akhir tahun 1941 atau awal tahun 1942, Escrivá bertanya kepada Múzquiz apakah ia bersedia ditahbiskan menjadi imam. Meskipun ia sadar bahwa Escrivá masih belum menemukan cara agar anggota Opus Dei dapat ditahbiskan, ia memiliki iman penuh bahwa jalan itu pada akhirnya akan ditemukan. Ia mulai belajar untuk imamat seolah-olah tidak ada hambatan sama sekali. Persiapan untuk tahbisan melibatkan sejumlah besar pekerjaan. Selain studi filsafat dan teologi yang diwajibkan Gereja bagi semua calon imam, Escrivá juga menghendaki agar para imam Opus Dei memiliki gelar doktor sipil. Pada waktu itu, tidak ada universitas di Spanyol yang menawarkan program doktor dalam bidang teknik, sehingga Múzquiz menempuh doktoralnya dalam bidang sejarah. Pada tahun 1943 Escrivá mendirikan Serikat Imam Salib Suci. Hal ini memungkinkan Múzquiz bersama dua anggota Opus Dei lainnya untuk ditahbiskan pada bulan Juni 1944. José Luis segera mulai melakukan banyak perjalanan untuk memberikan pelayanan pastoral bagi kegiatan Opus Dei yang baru bertumbuh di wilayah selatan Spanyol dan Portugal.

Memulai Opus Dei di Amerika Serikat

Pada tahun 1948, Escrivá meminta Múzquiz untuk memimpin upaya memulai Opus Dei di Amerika Serikat. Pada tanggal 17 Februari 1949, ia tiba di New York bersama Sal Ferigle, seorang fisikawan muda. Dari pesawat, ia menulis kepada Escrivá:

Kami telah terbang selama lima jam melintasi sebagian kecil Amerika. Beberapa menit yang lalu kami melewati Boston. Kami mengenali Universitas Harvard … dan berdoa kepada malaikat pelindung universitas itu serta malaikat pelindung masing-masing penduduknya. Saya pikir kami akan membuat mereka sibuk. Mereka pasti agak menganggur. Negeri ini sangat besar … dan sangat kecil. Dan semuanya harus dipenuhi dengan tabernakel … . Kami sangat gembira dan memiliki keinginan besar untuk bekerja. Dari pesawat, Anda melihat cakrawala yang luas sekali. Betapa besar panen ini!

Dari New York, Múzquiz, Ferigle, dan José María González Barredo — yang sudah bekerja secara profesional di Amerika Serikat selama beberapa waktu — melakukan perjalanan ke Chicago, tempat mereka akan membuka pusat Opus Dei pertama di Amerika. Tak lama kemudian mereka bergabung dengan dua anggota awam lain dari Karya. Selama bulan-bulan awal mereka di Chicago, mereka menghadapi tantangan besar. Mereka tidak memiliki uang, hanya sedikit teman, kemampuan bahasa Inggris yang terbatas, dan mereka belum terbiasa dengan cara hidup di Amerika Serikat.

Menghadapi tantangan-tantangan ini, Múzquiz pertama-tama mengandalkan doa. Ia menulis kepada Escrivá pada akhir Maret: “Setiap hari saya semakin jelas melihat apa yang sering Anda katakan kepada kami tentang perlunya kekudusan pribadi. Saya merasa kecil dan tidak layak, tetapi saya melihat bahwa Tuhan sangat mencintai saya, dan saya ingin sangat mencintai-Nya.”

Agar Opus Dei dapat melaksanakan misinya untuk melayani Gereja di Amerika Serikat, sangat penting untuk menemukan kaum muda — pria dan wanita — yang bersedia mendedikasikan hidup mereka kepada Allah dalam Opus Dei dan berusaha menghidupkan semangatnya serta menyebarkannya kepada orang lain. Untuk itu, langkah awal yang penting adalah berkenalan dengan kaum muda yang mungkin sedang dipanggil Allah kepada jalan pengabdian ini bagi Gereja. Salah satu tempat untuk melakukan hal itu adalah Calvert House, Klub Katolik di Universitas Chicago. Múzquiz juga menghubungi beberapa sekolah menengah Katolik dan dalam banyak kasus menemukan bahwa para imam dan bruder yang mengajar di sana sangat ingin membantunya bertemu dengan para siswa yang mungkin tertarik dengan pesan Opus Dei.

Pusat Opus Dei Pertama di Amerika Serikat

Di Spanyol dan negara-negara lain, Opus Dei telah membuka asrama mahasiswa di dekat universitas-universitas besar. Asrama-asrama itu menawarkan suasana seperti rumah, atmosfer belajar yang serius, serta kesempatan untuk menerima sakramen dan pembinaan Kristiani. Asrama-asrama tersebut sangat memudahkan kerasulan Opus Dei bersama para mahasiswa. Sejak awal, Múzquiz dan anggota-anggota lain dari Karya merencanakan untuk membuka sebuah asrama mahasiswa serupa di Chicago.

Satu-satunya bangunan yang sesuai untuk dijual di dekat Universitas Chicago adalah sebuah rumah bata berisi lima belas kamar hanya beberapa blok dari kampus. Ketika agen properti bertanya kepada Romo Joseph apakah ia bisa membayar uang muka sebesar $25.000, Múzquiz mengira ia menanyakan apakah mereka bisa membayar harga total sebesar $25.000. Meskipun saat itu mereka hanya memiliki $2.000, ia menjawab ya. Kemudian ia menjelaskan bahwa jumlah maksimum yang bisa mereka bayarkan sebagai uang muka hanyalah $10.000. Beberapa waktu kemudian ia menurunkannya menjadi $7.000, dan akhirnya ia mengakui bahwa mereka hanya bisa menyediakan $5.000 sebagai uang muka. Agen tersebut begitu terkesan dengan ketulusan, kepolosan, dan penerimaan Romo Joseph atas kehendak Allah sehingga ia menawarkan untuk menyumbangkan seluruh komisinya guna membantu mereka mengumpulkan uang muka. Penjual, yang yakin bahwa kredit seorang imam Katolik dapat dipercaya, menawarkan untuk memberikan hipotek pertama untuk dua pertiga dari nilai rumah itu. Pada bulan Agustus 1949, mereka resmi menempati rumah yang kemudian mereka sebut Woodlawn Residence. Seperti yang ditulis Múzquiz, pada dasarnya mereka “bangkrut,” dan tidak ada uang untuk membeli perabotan. Meskipun demikian, mereka segera pindah masuk.

Mereka senang mendapati di sekitar rumah ada beberapa ranjang tua, sebuah meja makan besar, sebuah meja kecil yang digunakan Romo Joseph sebagai altar portabel untuk merayakan Misa, serta beberapa kotak kayu yang mereka gunakan untuk melengkapi satu kursi yang mereka temukan di rumah, yang segera dijuluki “Kursi Itu.” Sedikit demi sedikit, berbagai orang yang mereka temui memberikan perabot bekas kepada mereka. Berasal dari negara di mana tenaga kerja terampil murah, mereka terkejut dengan tingginya biaya untuk menyewa tukang cat, tukang listrik, dan pekerja lainnya. Berasal dari negara di mana budaya “melakukan sendiri” hampir tidak dikenal, mereka tidak memiliki pengalaman dalam renovasi, tetapi mereka menutupi kekurangan pengetahuan itu dengan antusiasme dan niat baik. Mereka mengajak beberapa anak muda yang mereka kenal untuk membantu mengecat, dan sedikit lebih dari tiga minggu setelah pindah masuk, sebuah oratorium sementara selesai dibangun. Pada tanggal 15 September 1949, pesta Santa Perawan Maria Berdukacita, Romo Joseph merayakan Misa di oratorium itu dan untuk pertama kalinya meninggalkan Sakramen Mahakudus tersimpan di tabernakel sebuah pusat Opus Dei di Amerika Serikat.

Múzquiz sangat gembira karena Kristus hadir dalam tabernakel di pusat itu. Ia menulis kepada Escrivá: “Kami sangat bahagia karena Tuhan kita tinggal bersama kami di rumah. Kami tidak tahu bagaimana harus bersyukur kepada-Nya karena telah berkenan tinggal di tengah-tengah kami. Di sini, jauh dari rumah, seseorang semakin menyadari kebutuhan untuk mencurahkan hati kepada-Nya dan bersyukur atas segala yang telah Dia berikan dan yang akan Dia berikan kepada kami.”

Langkah-Langkah Pertama dalam Kerasulan

Langkah-Langkah Pertama dalam Kerasulan

Dari basis mereka di Woodlawn Residence, Romo Joseph dan yang lain bekerja dengan tekun untuk membentuk sekelompok kaum muda yang dapat mereka bantu agar mengembangkan kehidupan batin yang kokoh dalam doa dan pengorbanan, beberapa di antaranya mungkin akan menerima panggilan dari Allah untuk Opus Dei. Pada akhir bulan Oktober, mereka sudah memiliki kelompok yang cukup besar untuk dapat mengadakan meditasi dan berkat Sakramen Mahakudus pada Sabtu malam, dan mereka mulai mengorganisasi kelas-kelas pembinaan rohani yang mengikuti pola yang pernah diikuti Múzquiz sendiri pada tahun 1930-an. Romo Joseph menulis kepada Pendiri: “Kehidupan rohani adalah sesuatu yang baru bagi mereka. Namun, sungguh merupakan sukacita untuk menaburkan benih, dan ketika benih itu mulai berkembang, panennya akan luar biasa. Kami bahagia dan kami mulai melihat buah-buah yang nyata pada beberapa anak muda.”

Pada akhir tahun pertama mereka di Amerika Serikat, Múzquiz merenungkan pengalaman yang sudah diperoleh sejauh itu. Ia dan anggota-anggota lain dari Karya telah menjelaskan panggilan kepada Opus Dei secara mendalam kepada lebih dari empat puluh pemuda yang mereka pikir mungkin dipanggil ke dalam Karya. Dalam sebuah surat kepada Escrivá, ia menulis:

Kaum muda itu tetap tidak memberikan tanggapan. Saya tidak tahu apakah ini karena mereka memiliki mentalitas yang berbeda, karena mereka menerima pembinaan yang buruk, atau karena kami masih belum tahu bagaimana harus mendekati mereka. Kami dipenuhi dengan kedamaian oleh perkataan Anda bahwa pekerjaan kami sangat berkenan kepada Tuhan kita dan bahwa buah-buahnya akan datang segera. Kadang-kadang saya berpikir bahwa mungkin segala sesuatu tidak berjalan baik karena Tuhan kita tidak berkenan kepada kami, tetapi saya berusaha menolak pikiran itu sebagai sebuah godaan. Ketika saya melihat antusiasme dan usaha dari beberapa saudara saya, saya yakin bahwa Tuhan kita akan segera melakukan hal-hal besar di Chicago.

Panggilan-Panggilan Pertama

Orang Amerika pertama yang bergabung dengan Opus Dei adalah Richard Rieman, seorang mantan penerbang Angkatan Laut yang bekerja sebagai direktur teknis unit berkuda dalam pertunjukan musim panas “Frontiers of Freedom”, sebuah acara dengan 150 pemain, yang dipentaskan di tepi danau pada Pameran Chicago. Ia bergabung dengan Opus Dei pada Juli 1950. Pada akhir 1950 dan paruh pertama 1951, ada banyak anggota baru, tetapi hanya Rieman yang bertahan. Melihat kembali peristiwa-peristiwa itu, Múzquiz melihat adanya kesamaan dengan apa yang dialami Escrivá pada masa-masa awal Opus Dei, ketika hampir tidak ada dari anggota-anggota pertama yang bertahan.

Kegiatan kerasulan utama di Woodlawn selama beberapa tahun adalah retret tiga hari untuk kelompok sepuluh hingga dua belas anak laki-laki sekolah menengah. Retret-retret ini menjadi sarana untuk mengenal lebih banyak siswa dan mengajarkan kepada mereka dasar-dasar semangat Opus Dei, terutama pengudusan studi mereka dan seluruh kehidupan sehari-hari mereka. Kadang-kadang, terutama selama Masa Prapaskah, Romo Joseph berkhotbah dalam beberapa retret setiap minggunya. Jadwalnya sungguh berat. Sering kali ia menyelesaikan satu retret pada pagi hari dan memulai retret lain pada sore hari yang sama. Dalam setiap retret, selain merayakan Misa, berkhotbah lima atau enam meditasi berdurasi setengah jam setiap hari, dan mendengarkan pengakuan dosa, ia berusaha mengadakan setidaknya satu percakapan pribadi dengan masing-masing peserta.

Percakapan-percakapan itu menjadi inti retret bagi banyak anak laki-laki. Retret-retret tersebut efektif karena Romo Joseph sungguh-sungguh adalah seorang manusia Allah. Seorang pengamat mencatat:“Ia sama sekali tidak menunjukkan sedikit pun sikap berpura-pura, dan ia juga tidak memperlihatkan minat khusus untuk berbicara sebagai seorang ‘cendekiawan’ atau sebagai orang yang mampu membahas isu-isu aktual dan topik budaya… . Ia sama sekali tidak berbicara tentang dirinya sendiri.” Orang lain melengkapi gambaran itu: “Keceriaannya, senyumnya, kata-katanya, segala sesuatu tentang dirinya, menumbuhkan rasa percaya. Ia adalah tipe orang yang kepadanya seseorang akan menceritakan, dengan penuh spontanitas, aspek-aspek paling intim dari hidupnya.”

Pada tahun 1948, Opus Dei telah membuka di Roma sebuah pusat formasi internasional untuk pria yang disebut Roman College of the Holy Cross. Di sana, para anggota mempelajari filsafat dan teologi serta belajar semangat Opus Dei langsung dari pendiri. Beberapa dari mereka akan ditahbiskan menjadi imam Opus Dei, dan semuanya akan diperlengkapi jauh lebih baik untuk menjalani panggilan mereka serta menyebarkan semangat Opus Dei kepada orang lain. Pada tahun 1952, Escrivá menyarankan agar Múzquiz mulai memikirkan orang-orang Amerika yang bisa pergi ke Roma. Romo Joseph segera mulai membuat rencana untuk mengirim orang.

Pada musim gugur tahun 1954, Múzquiz mengirim Dick Rieman dan satu orang Amerika lainnya ke Roma. Tahun berikutnya ia berhasil mengirim kelompok yang lebih besar. Menjelang Natal 1955, total tujuh anggota pria dari Amerika Serikat sedang belajar di Roman College. Pada tahun yang sama, dua wanita Amerika pertama pergi ke pusat formasi internasional Opus Dei untuk wanita, Roman College of Holy Mary. Laju ini semakin cepat dalam tahun-tahun berikutnya. Pada musim gugur 1956, sembilan orang Amerika tiba di Roman College of the Holy Cross. Mereka disusul pada tahun 1957 oleh enam orang lagi. Pergi ke Roma selama beberapa tahun ketika mereka baru saja memulai karier profesional mereka atau masih belajar di universitas mungkin tampak tidak bijaksana atau bahkan gila, tetapi Romo Joseph menaruh kepercayaannya pada penyelenggaraan ilahi Allah.

Mengirim sebagian besar anggota Opus Dei dari Amerika ke Roma untuk formasi melibatkan pengorbanan besar, baik bagi Múzquiz maupun bagi kaum muda yang meninggalkan segalanya untuk pergi. Hal ini mengurangi tenaga yang dapat membantu Opus Dei berkembang di Amerika Serikat. Dengan sedikit pengecualian, pusat-pusat diisi hampir sepenuhnya oleh orang-orang yang baru bergabung dengan Opus Dei dalam waktu singkat.

Meskipun ada kelemahan yang jelas, Múzquiz yakin akan nilai mengirim banyak orang ke Roma. Di sana mereka dapat tinggal bersama pendiri dan belajar semangat Opus Dei darinya. Mereka dapat menghabiskan waktu bersama anggota Karya dari berbagai negara dan memperoleh penghayatan pribadi tentang sifat universal Gereja dan Karya. Mereka dapat mempelajari filsafat dan teologi secara mendalam, dan beberapa dapat dipersiapkan untuk imamat. Dalam beberapa tahun, ketika mereka kembali ke Amerika Serikat, baik sebagai imam maupun sebagai awam yang terbina dengan baik, manfaatnya bagi kerasulan akan sangat besar.

Bahkan dalam jangka pendek sekalipun, Allah memberkati kemurahan hati Múzquiz dalam mengirim orang ke Roma. Pada Juli 1955 ia mencatat bahwa “kerasulan berjalan jauh lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Faktanya, sejak orang-orang Amerika pertama berangkat ke Roman College, kami mengalami dorongan besar. Dalam satu tahun sejak mereka berangkat, ada cukup banyak panggilan baru, lebih banyak daripada lima tahun sebelumnya.” Monsinyur Cormac Burke, seorang imam Irlandia dari Opus Dei yang tiba di Amerika Serikat pada tahun 1955, mengonfirmasi pengamatan ini:

“Ketika saya pertama kali tiba di Amerika, saya mulai menyadari sesuatu dari keprihatinannya untuk mengirim mereka yang telah bergabung dengan Karya ke Roma agar menerima formasi langsung dari Santo Josemaría, seperti yang telah ia terima. Kebijakannya — yang pada masa lain mungkin tidak normal, tetapi pada waktu itu menunjukkan kedalaman iman yang luar biasa — adalah mengirim semua orang yang bisa ia kirim ke Roma, meskipun akibatnya pusat-pusat hampir kekurangan anggota asli. Namun demikian (atau lebih mungkin justru sebagai hasil dari tindakan iman ini) panggilan terus mengalir berlimpah dalam semua tahun-tahun berikutnya.”**

Bertahun-tahun kemudian, Santo Josemaría berkomentar bahwa Romo Joseph sungguh menonjol dalam memahami pentingnya mengirim sebanyak mungkin orang ke Roma untuk menerima formasi.

Bekerja di Roma

Pada tahun 1961, Escrivá memanggil Múzquiz ke Roma untuk melayani sebagai anggota badan kepemimpinan internasional Opus Dei, Dewan Jenderal. Ketika ia meninggalkan Amerika Serikat, pusat-pusat Opus Dei sudah ada di Boston, Washington, St. Louis, Milwaukee, Madison, Wisconsin, dan South Bend, Indiana. Dari segelintir orang yang menemani Múzquiz pada hari-hari awal di Chicago, Opus Dei telah berkembang menjadi beberapa ratus anggota di Amerika Serikat. Setengah lusin pria muda profesional Amerika telah ditahbiskan sebagai imam Opus Dei, dan sejumlah besar lainnya sedang belajar filsafat dan teologi di Roma. Banyak dari mereka yang kemudian akan ditahbiskan, sementara yang lain akan kembali untuk membantu mengarahkan dan memperluas kegiatan Opus Dei di Amerika Serikat. Sebagian akan pergi ke negara-negara lain untuk memulai karya Opus Dei di sana. Selain itu, Opus Dei juga mulai berkembang di Kanada dan Jepang, berkat sebagian besar upaya Pastor Joseph.

Pada akhir September 1961, Múzquiz memulai tugas barunya sebagai Sekretaris Imam Sentral. Tugasnya meliputi bekerja bersama Escrivá dan para wanita yang bertanggung jawab mengarahkan kegiatan kerasulan Opus Dei bagi kaum wanita di seluruh dunia. Melayani di Dewan Jenderal, sebagaimana juga melayani di badan-badan kepemimpinan regional atau lokal Opus Dei, adalah sebuah urusan yang bersifat kolaboratif dan kolegial. Sebagian besar pekerjaan dilakukan secara tertulis. Rapat jarang diadakan dan biasanya singkat. Múzquiz sudah lama terbiasa dengan cara kerja ini, tetapi sebelumnya hanya menyita sebagian kecil waktunya, karena sebagian besar waktunya diisi dengan berkhotbah, mendengarkan pengakuan dosa, memberikan bimbingan rohani, dan bepergian ke kota-kota tempat Opus Dei memiliki pusat.

Pastor Joseph sangat menikmati mewariskan semangat Opus Dei kepada orang-orang melalui kontak pribadi langsung dan sangat menyukai perjalanan. Di Roma, hari-hari bahkan berminggu-minggu bisa berlalu tanpa ia hampir pernah keluar dari bangunan tempat ia tinggal dan bekerja, jarang melihat siapa pun selain anggota Opus Dei lainnya. Hari-harinya dipenuhi dengan pekerjaan administratif. Escrivá mengingatkan dia dan anggota Dewan Jenderal lainnya bahwa mereka perlu melihat jiwa-jiwa di balik kertas-kertas itu dan menyadari bahwa pekerjaan mereka memberi kontribusi langsung untuk membawa orang semakin dekat kepada Tuhan. Yakin bahwa hal ini benar, Pastor Joseph mempersembahkan pekerjaannya bagi orang-orang yang secara langsung akan dipengaruhi oleh proyek-proyek yang sedang ia kerjakan, bagi teman-teman dan kenalan, serta bagi orang-orang yang bersentuhan dengan kerasulan Opus Dei yang telah ia dengar tetapi belum pernah ia temui. Namun, ia tidak mungkin menemukan hal ini sama memuaskannya secara langsung seperti berurusan secara pribadi dengan orang-orang dan melihat mereka bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan.

Bahkan di dalam lingkungan di mana kerja keras demi kasih kepada Tuhan adalah hal yang wajar, kapasitas Pastor Joseph yang tampaknya tiada habisnya untuk bekerja benar-benar menonjol. Ia bekerja dengan sangat cepat, dan rekan-rekan kerjanya menganggap gaya dan kebiasaan kerjanya khas “Amerika.” Escrivá dan orang-orang yang tinggal bersamanya harus bersusah payah agar ia mau beristirahat dan menjaga kesehatannya, karena ia tidak pernah mengeluh bahkan ketika menderita sakit kepala migrain. Seseorang yang bekerja dekat dengannya mengatakan bahwa ia bahkan tidak akan pernah tahu Pastor Joseph menderita migrain kecuali ada orang lain yang memberitahunya.

Memimpin Opus Dei di Swiss

Kegiatan Opus Dei di Swiss sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1956, tetapi hingga tahun 1963 masih menghadapi banyak kesulitan. Bagian wanita belum beroperasi sama sekali, sedangkan bagian pria hanya memiliki satu pusat kecil: Fluntern, sebuah asrama mahasiswa sederhana di Zurich. Escrivá berharap iman yang penuh semangat, daya juang, dan antusiasme Múzquiz dapat membuka jalan bagi kemajuan. Namun ia juga sadar akan kontras yang jelas antara watak masyarakat Swiss yang sangat teratur dan pribadi Múzquiz yang gelisah, penuh inisiatif, dan berirama cepat. Karena itu, sebelum memintanya memimpin kerasulan Opus Dei di sana, Escrivá lebih dulu mengutusnya untuk berkunjung pada akhir 1963 dan menyampaikan laporan. Saat Múzquiz berangkat, Escrivá berbicara penuh semangat tentang arti penting Swiss sebagai persimpangan internasional dan tentang “karya kolosal” yang bisa berkembang di sana demi mendukung kegiatan Opus Dei di banyak negara.

Pada Juli 1964, Múzquiz meninggalkan Roma untuk memimpin kegiatan Opus Dei di Swiss. Sejak hari pertama, ia langsung menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Selama di Roma ia sempat belajar sedikit bahasa Italia, tetapi kemampuan bahasa Prancis dan Jermannya masih minim. Meskipun demikian, ia segera mulai mendengarkan pengakuan dosa dan berkhotbah dalam ketiga bahasa itu. Bahasa Jerman merupakan tantangan terbesar, tetapi dengan persiapan teliti, ia segera dapat menyampaikan meditasi setengah jam dalam bahasa Jerman yang sederhana namun tepat.

Hans Freitag, yang pada waktu itu menjadi anggota dewan Opus Dei di Swiss, mengenang bagaimana Múzquiz langsung menetapkan “irama baru yang lebih cepat dalam semua pekerjaan kami. Ia memberi teladan dalam kerja keras dan penggunaan waktu yang baik.” Terinspirasi pengalamannya di Amerika Serikat, ia mengusulkan kursus untuk siswa sekolah menengah mengenai metode belajar dan pengenalan profesi. Kursus-kursus ini ternyata sangat diminati dan menjadi jembatan bagi banyak siswa untuk mengenal Opus Dei. Ia juga merenovasi gedung asrama mahasiswa, membaginya menjadi tiga zona. Lantai dasar dan lantai atas tetap untuk asrama mahasiswa. Semi-basement dijadikan kantor dan tempat tinggal Komisi Regional. Sementara ruang bawah tanah berlantai tanah diubah menjadi ruang kegiatan besar dengan ruang belajar. Yang mengejutkan banyak orang, Pastor Joseph berhasil dengan cepat menghimpun dana untuk renovasi itu dari para pengusaha setempat.

Múzquiz segera memandang Jenewa sebagai target ekspansi, tetapi fokus kemudian beralih ke Fribourg. Dalam audiensi pribadi, Paus Paulus VI menyampaikan harapannya kepada Escrivá agar Opus Dei segera memulai kegiatan kerasulan di kota universitas Katolik itu. Tak lama kemudian, sebuah rumah di Fribourg dibeli untuk dijadikan asrama mahasiswa.

Tak lama setelah Múzquiz tiba, dua wanita Opus Dei datang sebagai perintis untuk memulai kegiatan bagi wanita di Swiss. Walaupun awalnya hanya berdua, Múzquiz setiap hari datang ke rumah mereka untuk merayakan Misa di altar darurat. Dalam meditasi-meditasi yang kerap ia berikan, ia selalu menekankan hal-hal yang sama: cinta kepada Allah dan kepercayaan penuh pada-Nya, melaksanakan segala sesuatu sesuai kehendak Bapa, serta semangat kerasulan. Walaupun ia dan kedua wanita itu sama-sama berbahasa ibu Spanyol, ia segera berusaha berkhotbah kepada mereka dalam bahasa Jerman agar mereka dapat belajar bahasa itu lebih cepat.

Baru saja kegiatan wanita dimulai di Zurich, Múzquiz sudah mendorong mereka melakukan perjalanan ke Jenewa. Setelah setahun tinggal di Swiss dan menyelenggarakan satu kursus musim panas berbahasa Jerman untuk mahasiswa asing, ia menganjurkan mereka mencari rumah di Fribourg agar musim panas berikutnya bisa diadakan kursus bahasa Jerman di Zurich dan kursus bahasa Prancis di Fribourg. Dana sangat terbatas, tetapi salah seorang wanita itu mengenang bahwa mereka bisa bertahan hanya “berkat dorongan semangatnya. Secara manusiawi terasa mustahil, tetapi nyatanya berhasil.”

Seperti telah ditekankan Escrivá kepadanya, Múzquiz benar-benar melihat Swiss sebagai titik temu dunia. Ia segera mencari orang asing yang mungkin dapat memahami semangat Opus Dei. Dengan mendengarkan pengakuan dosa dalam bahasa Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris di sebuah paroki terdekat, ia berjumpa dengan banyak orang dari berbagai negara. Beberapa mulai mengikuti kegiatan Opus Dei, dan ada juga yang akhirnya bergabung dengan Karya.

Baik 🙏 Berikut terjemahan dekat-ke-asli dalam Bahasa Indonesia, mempertahankan nuansa, logika, dan ekspresi kolokial dari teks sumber:

Kembali ke Spanyol
Pada musim semi tahun 1966, Múzquiz baru berusia lima puluh empat tahun, tetapi ia telah bekerja dengan sangat keras selama bertahun-tahun dan menua dengan cepat. Escrivá memutuskan bahwa akan baik baginya untuk kembali ke Spanyol dan mengambil posisi yang lebih ringan. Pada awalnya, ia ditugaskan sebagai kapelan di sebuah pusat Opus Dei di kota selatan Cádiz. Seperti yang selalu ia lakukan sepanjang hidupnya, Múzquiz dengan gembira menerima penugasan baru ini. Setelah sekitar satu tahun, ia kemudian dipindahkan sebagai kapelan Pozoalbero, sebuah pusat konferensi besar yang terletak di pedesaan dekat Cádiz.

Múzquiz menyesuaikan diri dengan cepat dan tampak tanpa kesulitan dengan situasi barunya. Meskipun telah menghabiskan sebagian besar masa dewasanya dalam posisi otoritas di Opus Dei, ia tidak menuntut perhatian khusus, melainkan menjalani hidup nyaris tak terlihat sebagai seorang imam biasa. Dalam hal ini, Múzquiz adalah teladan luar biasa dari semangat dan praktik Opus Dei sebagaimana dijelaskan Escrivá dalam sebuah surat tahun 1974:
“Kaum muda maupun yang tidak lagi muda telah berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan kespontanan yang luar biasa, atau tetap setia di tempat yang sama tanpa menjadi lelah. Ketika diperlukan, mereka sepenuhnya mengubah pekerjaan mereka, meninggalkan apa yang sedang mereka lakukan dan memulai tugas lain yang memiliki kepentingan kerasulan lebih besar… Mereka dengan sukacita menerima untuk bersembunyi dan menghilang, membiarkan orang lain melampaui mereka: naik dan turun.”

Pozoalbero memiliki fasilitas untuk retret, lokakarya, dan kegiatan lain bagi orang dewasa, serta area untuk kegiatan kaum muda. Di bagian lain kompleks itu terdapat pusat administrasi, tempat para wanita yang menjadi staf permanen pusat konferensi tinggal, yang bertanggung jawab mengelola jalannya kegiatan, termasuk pelayanan makan dan pekerjaan rumah tangga.

Tugas utama Pastor Joseph adalah memberikan pelayanan rohani kepada para wanita yang bekerja di administrasi dan mendukung kerasulan pribadi mereka dengan wanita-wanita yang tinggal di sekitar melalui meditasi, kelas, dan mendengarkan pengakuan dosa. Tugas untuk berkhotbah dalam retret yang diadakan di Pozoalbero serta melayani orang-orang yang datang untuk lokakarya dan kegiatan lain biasanya dilakukan oleh imam-imam yang mendampingi setiap kelompok, meskipun Pastor Joseph sering kali secara sukarela membantu mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan arahan rohani pribadi.

Tugas resmi yang diberikan kepadanya sebenarnya minimal, sesuai dengan masa semi-pensiun yang tenang di pedesaan, tetapi sepuluh tahun masa tugasnya di Pozoalbero justru dipenuhi dengan kesibukan luar biasa. Ia mencurahkan diri dengan kemurahan hati yang luar biasa untuk pelayanan pastoral bagi para wanita yang bekerja di administrasi dan mendukung kerasulan mereka dengan masyarakat sekitar. Selain itu, ia juga mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan bimbingan rohani di paroki-paroki terdekat dan pusat-pusat Opus Dei. Ia sering mengunjungi sekitar seratus imam paroki yang tersebar di kota-kota dan desa-desa di wilayah itu, menyelenggarakan retret dan hari-hari rekoleksi, serta melakukan kerasulan pribadi yang kuat dengan banyak orang lain — termasuk orang-orang Amerika yang bertugas di pangkalan angkatan laut di Rota yang terletak di dekatnya.

Pekerjaan fisik untuk mengelola sebuah pusat konferensi besar pada masa ketika peralatan modern masih belum dikenal di Spanyol selatan sering kali sangat melelahkan. Para wanita yang bekerja di administrasi dapat dimengerti merasa mereka hampir tidak punya waktu untuk rekreasi atau kegiatan kerasulan di luar apa yang sudah mereka lakukan: mengelola kelas katekismus kecil dan program pendidikan tambahan bagi anak perempuan di sekitar serta memberikan formasi kepada anggota Opus Dei di wilayah itu. Pada hari-hari ketika pusat konferensi tidak terisi, mereka sering memanfaatkan waktu luang itu untuk membersihkan rumah secara lebih mendetail, tetapi Múzquiz selalu mengatakan bahwa rumah itu sudah bersih dan mendesak mereka untuk memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar dan menikmati waktu mereka.

Ia sangat menaruh perhatian untuk membantu mereka memperluas kerasulan kepada lebih banyak orang. Itu tampak mustahil karena keterbatasan waktu, tetapi ia membantu mereka menyusun rencana kerja yang memberi masing-masing setidaknya dua sore bebas setiap minggu — waktu untuk mengunjungi teman atau menjalankan kegiatan kerasulan. Ia mendorong mereka untuk menyimpan daftar induk semua wanita dan anak perempuan yang pernah mereka temui atau bahkan hanya dengar kabarnya, mulai dari istri-istri pemilik tanah luas hingga gadis-gadis Romani yang tinggal di gubuk. Ia sering membantu mereka meninjau daftar itu dan menyusun rencana untuk menjalin relasi dengan setiap orang di dalamnya. Tidak peduli betapa lelahnya mereka atau betapa beratnya masalah dalam mengelola pusat itu, ia selalu berhasil menyalakan kembali semangat mereka untuk kerasulan.

Tidak puas hanya dengan mendorong para anggota Opus Dei yang bekerja di administrasi untuk menjangkau lebih banyak orang, Pastor Joseph dengan murah hati mendukung proyek-proyek mereka. Setiap minggu ia menghabiskan berjam-jam di ruang pengakuan dosa untuk melayani anak-anak perempuan lokal yang hampir tidak bisa membaca. Ia memperlakukan mereka dengan kesabaran seorang ayah, bahkan ketika beberapa di antara mereka berdesakan masuk ke ruang pengakuan dosa secara bersamaan.

Múzquiz sering mengunjungi pangkalan angkatan laut dan udara Amerika yang berada dekat di Rota, di mana ia menjalin persahabatan dengan berbagai macam orang. Kehadiran dalam acara open house tahunan yang ia selenggarakan di Pozoalbero untuk orang-orang Amerika dari Rota begitu besar sehingga polisi harus mengendalikan arus lalu lintas. Dalam beberapa kesempatan, para pendeta Protestan datang bersama istri mereka.

Pastor Joseph menyelenggarakan dan berkhotbah dalam hari-hari rekoleksi dan bahkan sesekali retret dalam bahasa Inggris. Di antara peserta terdapat komandan kapal selam nuklir Amerika Serikat di Mediterania, seorang pendeta Anglikan, kepala kapelan Katolik di Rota, dan seorang kapelan Katolik dari pangkalan Amerika di Maroko. Sejumlah orang Amerika yang ditemui Múzquiz di Rota kemudian menjadi anggota Opus Dei ketika mereka kembali ke Amerika Serikat.

Fokus utama dari kegiatan kerasulan Múzquiz adalah para imam diosesan di wilayah sekitarnya. Semua imam membutuhkan dukungan, dorongan, dan bimbingan dalam kehidupan rohani mereka. Imam-imam yang, seperti kebanyakan di sekitar Pozoalbero, tinggal terisolasi di kota-kota kecil dan desa-desa, membutuhkan bantuan agar tidak terjerat dalam kesepian dan keputusasaan. Mendukung sesama imam adalah kerasulan khusus dari para imam Opus Dei, dan Escrivá mendorong Múzquiz untuk mendedikasikan dirinya secara khusus untuk hal itu, “mengasihi mereka, memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang, mengajarkan mereka untuk melayani Gereja dengan kehalusan.”

Setiap kali Pastor Joseph melewati sebuah kota atau desa dalam perjalanannya, ia berhenti sejenak untuk mengunjungi imam paroki setempat. Jika ia mendapati imam ada di rumah, ia akan berbincang sebentar dengannya. Jika imam sedang keluar, ia menulis catatan singkat dan melanjutkan perjalanannya. Tidak puas hanya dengan mengunjungi mereka yang parokinya berada di jalannya, ia dengan sistematis mengunjungi imam-imam di semua kota dan desa di wilayah itu, betapapun kecil dan terpencilnya, serta seburuk apa pun kondisi jalannya. Banyak yang berterima kasih atas kunjungannya. “Mereka ingin berbicara dan sering kali membuka hati mereka,” kata Múzquiz kepada Escrivá. “Seorang imam mengatakan kepadaku, ‘Saya tidak tidur semalaman karena begitu banyak kekhawatiran. Untungnya, Anda lewat sehingga saya punya seseorang untuk diajak bicara tentang hal itu.’”

Selama tahun-tahun Múzquiz tinggal di Pozoalbero, para imam membutuhkan bantuan khusus untuk menghayati ajaran Konsili Vatikan II dan membedakan antara apa yang benar-benar diajarkan Konsili dan penyimpangan-penyimpangan yang oleh sebagian orang dibenarkan sebagai “semangat Konsili.” Múzquiz berusaha berteman dengan semua imam yang ditemuinya, bahkan dengan mereka yang oleh sebagian imam lain dicap sebagai “revolusioner.” Dalam banyak kasus, ia menyadari bahwa berdebat teologis akan kontraproduktif, tetapi “setidaknya saya bisa menjangkau mereka dengan kepedulian dan kasih sayang.”

Múzquiz sering menyelenggarakan ceramah, kelas, hari-hari rekoleksi, dan berbagai sarana lain untuk pembinaan rohani dan intelektual bagi para imam. Ketika jadwal di Pozoalbero memungkinkan, ia mengadakan lokakarya satu atau dua hari yang mencakup pembahasan mengenai suatu topik aktual. Karena fasilitas di Pozoalbero sering kali tidak tersedia dan karena sulit bagi banyak imam untuk datang ke sana, Múzquiz juga menyelenggarakan kegiatan di restoran pinggir jalan atau di rumah-rumah. Dalam pandangannya, sama pentingnya dengan isi dari ceramah dan kelas yang ia selenggarakan adalah kesempatan bagi para imam untuk menghabiskan beberapa jam atau beberapa hari bersama, saling mengenal lebih baik dan membangun ikatan persahabatan, persaudaraan, dan saling mendukung.

Semua ini mengharuskannya menempuh jalan-jalan buruk untuk mencapai desa-desa terpencil dengan sebuah SEAT 600, mobil termurah di pasaran, yang berisik, keras saat dikendarai, dan begitu kecil sehingga sulit untuk masuk atau keluar. Dengan mesin dua puluh satu tenaga kuda, mobil itu benar-benar kekurangan tenaga. Mobil itu tidak memiliki pendingin udara, meskipun suhu siang hari di musim panas sering mencapai 105 derajat Fahrenheit (40 derajat Celsius). Múzquiz sering kembali ke Pozoalbero dalam keadaan sangat lelah setelah seharian mengemudi di bawah terik panas, tetapi ia selalu memasuki rumah dengan tersenyum, tidak peduli betapa letihnya ia.

Berkat semangat pengorbanan Pastor Joseph, banyak imam mulai menghadiri lokakarya, hari-hari rekoleksi, retret, serta makan siang dan makan malam informal. Dalam beberapa minggu pada akhir tahun 1970, ia berbicara dengan lebih dari seratus imam diosesan. Beberapa dari mereka akhirnya bergabung dengan Serikat Imam Salib Suci, sebuah bagian dari Opus Dei yang memberikan bimbingan dan dukungan kepada para imam diosesan. Serikat ini membantu mereka mencari kekudusan dengan menjalankan pelayanan imamat mereka secara murah hati dan menjalin persatuan erat dengan uskup mereka.

Dalam kerasulannya, baik dengan para imam maupun awam, sebagian besar waktu Pastor Joseph dihabiskan untuk mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan bimbingan rohani. Ia efektif sebagai bapa pengakuan dan pembimbing rohani karena ia memadukan iman yang mendalam, pandangan supernatural, dan cinta kepada Allah dengan kerendahan hati dan kesederhanaan. Yang menggerakkan hati orang bukanlah begitu banyak kata-kata yang ia ucapkan, melainkan siapa dirinya. Seperti dikatakan seseorang, “Dengan cara yang sulit dijelaskan, ia memiliki kemampuan luar biasa untuk mengkomunikasikan rasa akan Allah, bahkan akan kehadiran Allah, kepada setiap orang yang ia temui.”

Seorang imam yang pernah ia bimbing secara rohani mengenang bahwa ketika pertama kali bertemu Pastor Joseph ia sedang “bingung dan berkonflik” karena kesulitan-kesulitan yang timbul dari tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh uskupnya.

Sejak pertama kali kami bertemu, ia sudah bisa melihat bahwa saya membutuhkan seseorang untuk memberi dukungan. Jadi ia memilih saya secara khusus. Ia akan mengajak saya, “Mari kita jalan-jalan.” Sambil berjalan, kami berbincang. Ia membiarkan saya meluapkan banyak rasa frustrasi dan perasaan marah saya, lalu memberikan arahan, sehingga pada saat kami kembali, saya sudah merasa jauh lebih didukung dan lebih damai dengan keadaan. Arahan yang diberikannya sangat positif.

Berkat dorongan, dukungan, dan pengabdian pribadi Múzquiz, kegiatan kerasulan yang dijalankan di Pozoalbero berkembang pesat selama satu dekade ia berada di sana. Banyak orang dari berbagai lapisan sosial semakin mendekat kepada Allah, dan sejumlah orang menyadari bahwa Allah memanggil mereka untuk bergabung dengan Opus Dei.

Kembali ke Amerika Serikat

Pada tahun 1976, kesehatan Múzquiz telah membaik secara signifikan dan ia telah mendapatkan kembali energi lamanya. Pimpinan Opus Dei memintanya untuk kembali ke Amerika Serikat guna memimpin kegiatan di sana selama beberapa tahun sementara Pastor Rafael Caamaño dipersiapkan untuk mengambil alih. Pastor Joseph dengan senang hati menerima penunjukan sementara tersebut. Ia kembali ke Amerika Serikat hanya dengan membawa satu koper kecil.

Selama masa Múzquiz memimpin Opus Dei di Amerika Serikat dalam masa tinggalnya yang kedua ini, ia berhasil menanamkan semangat baru berupa dinamisme dan energi dalam kerasulan. Namun demikian, ia sepenuhnya sadar betapa banyak hal yang masih harus dilakukan. Menjelang peringatan tiga puluh tahun kedatangannya yang pertama kali di Amerika Serikat, ia menulis kepada pimpinan Opus Dei:
“Ini adalah alasan untuk mengucap syukur kepada Allah, dan pada saat yang sama untuk memeriksa hati nurani kita dan melihat bahwa segalanya berjalan lambat — memang berjalan lambat, dan masih terus berjalan lambat. Kita hanyalah beberapa tetes air di samudra besar yang adalah negara ini. Saya berusaha, Bapa, untuk melihat segalanya dengan ketenangan dan pandangan supernatural serta mendorong saudara-saudari saya sebisa mungkin.”

Kehidupan batin Múzquiz yang kuat menjadi dasar dari optimisme dan harapannya. Seseorang yang mengenalnya dengan baik terkesan bahwa ia “tidak pernah melihat Pastor Joseph menunjukkan tanda-tanda keputusasaan. Ia tidak pernah meratapi kondisi menyedihkan budaya modern tanpa harapan. Ia sangat sadar akan dosa pribadi maupun sosial terhadap Allah dan Gereja-Nya, tetapi ia begitu tekun dalam doa sehingga hal-hal itu tidak membuatnya cemas atau putus asa.”

Ketika saatnya semakin dekat bagi penerus yang ditunjuk Múzquiz sebagai pemimpin Opus Dei di Amerika Serikat untuk mengambil alih, Del Portillo, penerus Escrivá sebagai kepala Opus Dei, bertanya ke mana ia ingin pergi setelah mengundurkan diri. Múzquiz menjawab:
“Engkau tahu bahwa saya tidak pernah menyatakan keinginan untuk pergi ke suatu negara tertentu dan bahwa saya akan bahagia di Spanyol, di Pantai Gading yang saya kunjungi pada tahun 1976, atau di mana pun saya dibutuhkan. Tetapi karena Rafa [Caamaño] mengatakan bahwa engkau ingin saya menuliskan kepadamu, saya telah memikirkannya dalam doa, memohon bantuan Bapa kita. Saya pikir hal terbaik adalah tetap tinggal di Amerika Serikat. Ini bukan hanya karena kasih saya pada negara ini, dan terutama kepada para anggota Karya. Alasan utamanya adalah — meskipun orang-orangnya baik — saya pikir mereka perlu lebih mendalami semangat dan tradisi keluarga kita. Saya berpikir bahwa tanpa tanggung jawab pemerintahan, saya tetap dapat membantu sebagai seorang kakak untuk menyalurkan semangat keluarga yang luar biasa yang telah kita terima dari Bapa kita.”

Tahun-Tahun Terakhir
Múzquiz pindah ke Boston. Di sana ia melayani sebagai kapelan untuk satu pusat cabang pria dan tiga pusat cabang wanita. Ia dengan senang hati selalu siap untuk apa pun yang diperlukan dan menunjukkan ketertarikan besar terhadap kegiatan kerasulan orang-orang yang bekerja bersamanya. Karena pusat-pusat tempat ia melaksanakan pelayanan imamatnya letaknya berjauhan, ia harus banyak menghabiskan waktu untuk berpindah dari satu ke yang lain, terutama pada tahun-tahun terakhir hidupnya ketika ia tidak lagi bisa menyetir dan bergantung pada transportasi umum. Kemampuannya untuk melayani pusat-pusat ini, kata seseorang, “hanya dapat dijelaskan oleh pengabdian luar biasa dan semangat pelayanannya, rasa keteraturannya, dan di atas semua itu semangatnya untuk jiwa-jiwa.” Ia pun tidak hanya sekadar menunaikan tugas-tugasnya. Setiap kelompok yang ia layani, “merasa Pastor Joseph adalah ‘imam mereka.’ Ia menyampaikan ketertarikan dan keterlibatan nyata di semua tempat.”

Pada tanggal 20 Juni 1983, Múzquiz berada di Arnold Hall Conference Center, di selatan Boston, untuk melayani sebagai kapelan dan mengajar kelas dalam sebuah kursus bagi anggota wanita Opus Dei. Saat sedang mengajar, ia mengalami serangan jantung parah. Pada malam tanggal 20 Juni, ia wafat di rumah sakit setempat.

Proses beatifikasi dan kanonisasi Pastor Joseph dimulai di Keuskupan Agung Boston pada tahun 2011.