Lima Obat Melawan Kesedihan

"Santo Thomas Aquinas menyarankan lima solusi melawan kesedihan yang terbukti sangat efektif." Dari sebuah konferensi yang diberikan oleh Carlo de Marchi, Vikaris Opus Dei untuk Italia Tengah – Selatan.

Pada hari-hari tertentu kita semua merasa sedih, hari-hari ketika kita tidak mampu mengatasi kelesuan batin atau depresi yang membebani kita dan membuatnya sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Apakah ada trik untuk mengatasi kesedihan dan memulihkan senyum kita? Santo Thomas Aquinas menyarankan lima solusi melawan kesedihan yang terbukti sangat efektif (Summa Theologiae, I – II, q, 38).

  1. Obat yang pertama adalah memberikan diri kita sendiri sesuatu yang kita sukai . Seolah – olah ahli teologi yang terkenal itu sudah berintuisi tujuh abad yang lalu bahwa “coklat adalah obat antidepresan.” Ini dapat terlihat sedikit materialistis, tetapi tidak ada seorangpun sanggup memungkiri bahwa hari yang berat bisa diatasi dengan bir yang enak. Sangatlah sulit untuk membantah ini dengan mengutip Injil, karena Tuhan kita ikut serta dengan penuh suka cita di dalam perjamuan dan pesta, dan baik sebelum dan sesudah kebangkitan-Nya menikmati hal-hal yang mulia dan baik dalam hidup-Nya. Salah satu dari Mazmur mengatakan bahwa anggur menenteramkan hati manusia (meskipun dengan jelas Alkitab mengutuk kemabukan).
  2. Obat yang kedua adalah menangis. Santo Thomas mengatakan bahwa hal yang menyakitkan lebih menyakitkan lagi jika kita tetap diam, karena jiwa lebih berkeinginan untuk itu: sedangkan jika dibiarkan melarikan diri, niat jiwa tersebar seperti pada hal-hal lahiriah, sehingga kesedihan batin berkurang. (I-II q. 38 a. 2). Kemurungan kita memburuk jika kita tidak memiliki cara untuk melampiaskan kesedihan kita. Menangis adalah cara jiwa untuk melepaskan kesedihan yang bisa melumpuhkan. Yesus juga menangis. Dan Paus Fransiskus berkata bahwa “kebenaran-kebenaran tertentu dalam hidup hanya dapat dilihat dengan mata yang dibersihkan oleh air mata. Saya mengundang Anda masing-masing untuk bertanya pada diri sendiri: Sudahkah saya belajar cara menangis?”
  3. Obat yang ketiga adalah membagikan kesedihan kita dengan seorang teman. Saya teringat di sini teman Renzo di dalam karakter novel terbesar Manzoni “The Bethroned.” Menemukan dirinya sendirian di rumahnya yang ditinggalkan karena telah terjangkit oleh wabah penyakit dan meratapi kedukaan keluarganya yang telah tertimpa nasib yang buruk, ia memberitahukan kepada Renzo: “Apa yang telah terjadi di sini sangatlah mengerikan, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehku di mana aku akan menyaksikannya sewaktuku masih hidup; itu sudah lebih dari cukup untuk menghilangkan sukacita seseorang selama sisa hidupnya. Tetapi membicarakan mengenai hal ini dengan seorang teman sangatlah membantu.” Ini adalah sesuatu yang harus kita alami sendiri untuk memahaminya. Di saat kita sedih, kita cenderung untuk melihat semua hal dalam tinta berwarna abu-abu. Obat yang paling efektif adalah untuk membuka hati kita kepada seorang teman. Kadangkala pesan yang singkat atau panggilan telepon sudah cukup untuk mengisi pandangan kita kembali dengan cahaya.
  4. Obat yang keempat untuk melawan kesedihan adalah dengan mengkontemplasikan kebenaran. Berkontemplasi pada “fulgor veritatis” yang dibicarakan oleh Santo Agustinus, kemegahan kebenaran di dalam alam atau karya seni atau musik, bisa menjadi balsam yang efektif untuk menyembuhkan kesedihan. Seorang kritikus sastra, beberapa hari setelah kematian seorang temannya yang baik, di jadwalkan untuk berbicara di sebuah konferensi tentang topik petualangan dalam karya-karya Tolkien. Dia memulainya dengan mengatakan. “Berbicara tentang hal-hal yang indah kepada orang-orang yang tertarik pada keindahan adalah penghiburan yang nyata bagi saya…”
  5. Obat yang kelima yang di sarankan oleh Santo Thomas Aquinas mungkin adalah sesuatu yang tidak kita harapkan dari seorang pemikir dari abad pertengahan. Sang Teolog mengatakan bahwa obat yang luar biasa untuk menyembuhkan kesedihan adalah dengan mandi dan tidur . Itu adalah sebuah sudut pandang yang sangat kristiani bahwa untuk meringankan penyakit spiritual seseorang harus terlebih dahulu mengobati tubuhnya. Semenjak Tuhan menjadi manusia dan karenanya mengambil tubuh, pemisahan antara materi dan roh telah diatasi di dunia kita ini.

Kesalahan yang meluas adalah bahwa kekristenan berdasarkan pada pertentangan antara jiwa dan tubuh, dan yang terakhir dilihat sebagai beban atau hambatan bagi kehidupan spiritual. Tetapi pandangan yang benar tentang humanisme Kristiani adalah bahwa pribadi manusia (tubuh dan jiwa) sepenuhnya secara “dibuat menjadi spiritual” dengan mencari persatuan dengan Allah.

“Tidak ada seorangpun yang berpikir bahwa adalah aneh untuk mencari dokter yang merawat tubuh sebagai panduan untuk menyembuhkan penyakit spiritual,” ucap Santo Thomas More. “Tubuh dan jiwa bersatu erat yang bersama-sama membentuk satu individu, dan karenanya penyakit seseorang kadangkala adalah penyakit untuk keduanya. Oleh karena itu saya akan menyarankan kepada semua orang, ketika dihadapkan dengan penyakit fisik, untuk pertama-tama pergi ke pengakuan dosa, dan mencari dokter spiritual yang baik untuk kesehatan jiwa mereka. Demikian juga untuk beberapa penyakit kejiwaan, selain pergi ke dokter rohani, seseorang harus pergi ke dokter yang merawat tubuh.”

Dari sebuah konferensi yang di berikan oleh Carlos de Marchi, Vikaris Opus Dei untuk Italia Tengah – Selatan, di kongres Gerejawi Nasional di Florence.