Membangun kehidupan rumah tangga yang cerah dan bahagia

“Membangun kehidupan rumah tangga yang dilandasi dengan cinta kasih di mana karakter anak-anak kita, hati, dan pikiran yang dapat di bimbing dan dibangun adalah pertempuran yang patut di perjuangkan.” Sebuah artikel baru di dalam kisah kehidupan berumah tangga yang didasarkan oleh cinta kasih.

Saya dan istriku berdua berprofesi sebagai guru dan orang tua dari tujuh orang anak, kita sering mempertanyakan bagaimana kita dapat membesarkan anak-anak kita – “bagaimana kita dapat mendisiplinkan anak-anak kita?”, bagaimana kita dapat mengatasi anak-anak remaja yang sulit diatur?” dan seterusnya.

Membesarkan anak-anak dengan benar sangatlah sulit di saat-saat seperti ini. Bagaimanapun juga untuk membangun kehidupan berumah tangga yang dilandasi dengan cinta kasih di mana karakter anak-anak kita, hati, dan pikiran yang dapat dibimbing dan dibangun adalah pertempuran yang patut diperjuangkan. Hal ini bahkan dapat menjadi sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan!

Tidak ada cara yang lebih tepat di dalam membangun kehidupan berumah tangga yaitu dengan membangun kehidupan berumah tangga yang dilandasi atas dasar kasih agape atau kasih yang tidak terbatas. Di dalam pidato Paus Fransiskus di sebuah forum terbuka pada bulan Februari 2015 mengingatkan kita bahwa, “Seorang anak dikasihi karena dia adalah seorang anak, bukan karena dia cantik maupun tampan, atau karena dia seperti ini atau seperti itu; bukan, karena dia adalah seorang anak! Bukan karena dia berpikir seperti saya, atau untuk memenuhi impian saya. Seorang anak adalah seorang anak: sebuah kehidupan yang dilahirkan oleh kita tetapi ditujukan kepada Tuhan, untuk kebaikan dia, untuk kebaikan sebuah keluarga, masyarakat, untuk keseluruhan umat manusia.”

Sebagai seorang ayah, saya mau anak-anak saya dapat memperoleh nilai yang baik dalam bidang akademis tetapi, lebih dari itu, saya mau mereka dapat berhasil sebagai seorang individu yang baik dan menjalani kehidupan kristiani. Pada saat mereka menginjak usia remaja, mereka akan menghadapi dengan orang-orang yang akan terus menerus menghakimi mereka dalam keberhasilan mereka. Setidaknya di saat mereka di rumah anak-anak kita dapat dikasihi dengan kasih yang tidak terbatas karena mereka apa adanya, seperti Tuhan mengasihi mereka.

Rumah bukanlah hanya sebagai tempat untuk memberi mereka makan, atap di mana mereka dapat tinggal dan memastikan mereka tidak berakhir di dalam penjara! Lebih merupakan sebuah tempat di mana mereka dapat menampilkan nilai-nilai kepribadian mereka dan di mana sebuah kepribadian yang dapat dibangun—jasmani dan rohani. Sebuah tempat di mana mereka dapat tertawa, membuat memori yang bahagia—terlepas dari tekanan dari dunia luar dan kita dapat mengarahkan anak-anak kita kepada pandangan yang baru dan realita yang melebihi dari dinding-dinding rumah.

Untuk alasan ini para orang tua sebaiknya tidak memiliki pandangan-pandangan negatif seperti berikut ini, “Kebudayaan modern tidak baik dan saya tidak memperbolehkan untuk menonton televisi di rumah atau memperbolehkan anak saya untuk menggunakan gadget.” Permasalahannya terletak bukan pada teknologi tetapi pada penggunaannya apakah sudah benar atau tidak. Fokus kita seharusnya pada apa yang baik dan memisahkan apa yang buruk. Pengontrolan dan pembatasan penggunaan teknologi merupakan bagian dari tanggung jawab sebagai orang tua, tetapi kita hanya mempertanggung jawabkan hanya sedikit dengan tidak memperbolehkan penggunaan teknologi. Pengontrolan orang tua seharusnya diarahkan supaya anak-anak kita dapat membangun pengontrolan diri tetapi ini akan sulit terwujud apabila di dalam rumah diterapkan dengan aturan yang terlalu ketat!

Di dalam rumah kami terdapat beberapa aturan keras dan tegas untuk membantu citra kebudayaan di dalam rumah kami—contohnya, tidak memperbolehkan penggunaan telepon maupun internet setelah melawati jam yang telah ditentukan, tidak memperbolehkan penggunaan teknologi di saat jam makan malam keluarga dan penggunaan bahasa verbal yang tidak sopan dan menyinggung; tetapi apabila kami menghadapi kendala pada masalah di atas, kami berusaha untuk mengatasinya dengan baik dan benar. Penerapan disiplin bukan berarti memulai perang dunia ketiga pada masalah-masalah yang kecil.

Pada akhirnya semua itu kembali kepada sikap kita dalam mengatasi masalah sebagai orang dewasa. Dalam menghadapi para remaja dengan hormon yang tinggi dan mood yang tidak stabil, contohnya, sangatlah penting untuk kita bersikap tenang dan stabil. Akan tiba saatnya walaupun sebanyak apa cat yang tertumpah pada karpet baru oleh anak yang berumur lima tahun dapat diatasi dan dilupakan. Pengampunan haruslah menjadi pusat di dalam rumah kita. Tidak seorang pun dari kita dapat membangun kemanusiaan dan spritualitas kita apabila masa lalu selalu teringat apabila kita melakukan kesalahan.

Jadi, berfokus pada kebaikan haruslah menjadi tujuan utama kita dalam membangun rumah tangga yang bahagia. Ada beberapa saran dari saya dan istri saya yang kami rasakan sangat bermanfaat dari pengalaman kami.

  1. Seringlah memuji anak-anak kalian. Pujian memberitahukan kepada kita bahwa apa yang kita lakukan adalah benar dan mendorong kita untuk melakukannya lagi—nilai-nilai keluhuran dan kebiasaan yang baik sangatlah penting untuk ditanamkan kepada anak-anak kita. Pujian tidak boleh diberikan secara tidak tulus, tetapi pujian haruslah senantiasa diberikan pada hal-hal kecil yang baik yang dilakukan oleh anak-anak kita: ‘John, kamu bertindak sangat baik lakukan dengan menyisihkan uang jajanmu dan memasukkannya ke dalam celengan’. Itu adalah pujian favorit saya di mana mendorong sikap kemurahan hati dan membangun sifat kebijakan finansial!
  2. Anak-anak sangat senang apabila orang tua dapat meluangkan waktunya tidak hanya untuk mengajarkan mereka, tetapi juga waktu untuk bersenang senang dengan mereka. Bersenang senang tidaklah harus mahal. Kejutan yang mendadak seperti pesta kecil di tengah malam di saat hari libur, bermain air, membuat video-video lucu atau permainan menebak kata. Ketika anak kita masih kecil kita biasa bermain gelitikan dengan mereka. Sangatlah penting bagi kita untuk tidak berhenti!
  3. Saya selalu tahu kapan teman dari anak perempuan saya datang bermain ke rumah kami dengan meninggalkan kotoran jejak kaki maupun jejak tangan yang menempel pada dinding dan lantai rumah. Membuat rumah kami serasa hidup dan menyenangkan dengan membukakan pintu bagi anak-anak yang lain untuk datang berkunjung ke rumah kami. Dengan melibatkan teman dari anak-anak kami dalam percakapan, atau tamu yang lain yang datang berkunjung ke rumah kami, dengan melibatkan mereka, memberikan contoh yang baik kepada anak-anak kita bagaimana membangun hubungan yang baik di dalam kehidupan pertemanan mereka dimasa mendatang.
  4. Membuat waktu-waktu yang hening dalam keseharian sebagai bagian dari rutinitas keluarga. Waktu-waktu seperti ini memberikan kesempatan untuk menciptakan hubungan yang lebih mendalam, tetapi tidaklah harus diam. Cara ini sangat efektif apabila digunakan dengan berdoa kepada Tuhan, dengan berdoa Rosario keluarga sebagai salah satu contoh, tetapi waktu hening adalah kesempatan yang bagus dengan mengajarkan untuk senang membaca buku, atau dengan pergi jalan-jalan ke taman, meluangkan waktu untuk kebersamaan dengan keluarga—semua pengalaman-pengalaman yang santai dapat membuat suatu kebiasaan hingga mereka menginjak usia dewasa dan memberikan setiap anggota keluarga suatu konsep mental dan fisik yang sehat.
  5. Salah satu cara untuk membantu anak-anak untuk membangun nilai keluhuran yaitu dengan memberikan kesempatan sebanyak banyaknya untuk melayani orang lain. Kami memiliki tetangga yang sudah berusia lanjut di mana anak-anak kami mengunjungi mereka secara teratur dan dalam waktu tertentu anak-anak remaja kami menemani kami ke dapur umum di mana kami terlibat di dalam pelayanan kepada kaum miskin dan terlantar. Kami memberi tugas kepada anak kami di mana satu hari di dalam satu minggu untuk setiap anak kami dan pada hari yang sudah ditentukan mendorong mereka untuk memimpin doa keluarga, membantu menyiapkan makan malam dan memastikan mereka untuk melakukan tanggung jawab yang kami berikan kepada mereka. Membantu mereka untuk melihat kebutuhan orang lain di sekeliling mereka dan dengan suka cita melayani orang lain adalah poin yang penting dalam pembentukan kepribadian mereka.
  6. Luangkan waktu bersama anak kalian hanya dengan ‘berada di tengah-tengah mereka.’ Menciptakan suasana komunikatif, terlebih di saat waktu makan, atau di waktu-waktu senggang adalah cara yang terbaik untuk membangun persahabatan dengan mereka. Santo Josemaría, di dalam salah satu wawancaranya dengan jurnalis pada tahun 1960, mengatakan, “Saya selalu menasihatkan para orang tua untuk berusaha menjadi teman bagi anak-anak mereka. Otoritas orang tua saat membesarkan anak-anak mereka membutuhkan harmonisasi yang sempurna dengan persahabatan, di mana mereka memposisikan diri mereka sendiri, dengan beberapa cara, di level yang sama dengan anak-anak mereka . Anak-anak—walaupun mereka terlihat keras kepala dan tidak responsif—selalu menginginkan kedekatan ini, ini ada persaudaraan, dengan orang tua mereka.”

Salah satu percakapan yang terbaik yang pernah saya alami dengan salah satu anak laki-laki saya adalah percakapan di dalam mobil menuju pertandingan sepak bola. Setelah retret kecil anak laki-laki saya tiba-tiba memulai percakapan mengenai arti dari sebuah panggilan. Menariknya adalah percakapan ini diikuti dengan waktu yang cukup lama dalam keheningan di mana kita hanya duduk diam di dalam perjalanan. Percakapan ini diikuti dengan pembicaraan yang mendalam dan saya harap yang bermakna, membicarakan mengenai kasih dan pengorbanan; dan pengertian bahwa ini adalah apa yang dimaksud dengan hubungan kita dengan Tuhan—mengenai kehidupan berdoa, waktu hening di mana Tuhan dapat memperlihatkan diri-Nya dengan dekat kepada kita.

Akhirnya, janganlah melupakan mengenai cinta kasih dengan pasangan kita. Istri saya dan saya adalah yang pertama yang mengakui bahwa kita banyak kali gagal dalam peran kita sebagai orang tua, tetapi kita juga menyadari bahwa, dengan persatuan antara satu dengan yang lain, setiap hari menawarkan kesempatan untuk memulainya kembali. Membesarkan keluarga adalah petualangan yang luar biasa, dan kita harus mempersiapkan hati untuk mengalami kemunduran, tetapi dengan pertolongan Tuhan dan rasa humor rumah kita dapat menjadi lingkungan yang dapat membimbing mereka untuk menjadi pribadi yang mereka butuhkan.

Santo Yohanes Maria Vianney menulis, “Keluarga adalah institusi yang tertua yang Tuhan ciptakan di Firdaus, pada saat Ia menciptakan sepasang manusia. Berkat pertama yang Tuhan berikan adalah untuk kesejahteraan keluarga. Dengan kehidupan berkeluarga, sejarah dunia dimulai.”